Bos Muda

Siang hari telah tiba, udara panas terik matahari memasuki ruangan kantor sehingga AC dialihkan dari suhu hangat menjadi sejuk. Waktu telah menunjuki pkl. 11:36, Arna sibuk menatap fokus layar komputernya dan jari jemarinya lincah mengetik-ketik keyboard. Ia sedang bekerja dengan tumpukan tugas-tugas yang diperintahkan oleh bos muda itu, berarti ia telah melewati lebih 2 jam di meja kerjanya.

Arna bekerja sebagai staff HRD, ia pernah menempuh pendidikan dibangku kuliah dengan jurusan manajemen perkantoran selama kurang 5 tahun. Pascasarjana di usia 23 tahun, Arna melamar kerja dengan berbekal ijazah. Tanpa menunggu lama akhirnya ia diterima karena dalam ijazah itu nilainya cukup bagus.

Tentang yang sering disebut 'Bos' itu tidak lain bernama Ahdan Abdullah Bawazier, nama yang religius karena ia dari keluarga besar bawazier adalah kakek buyutnya seorang bangsawan Timur Tengah. Tapi lain halnya dengan orang seperti Ahdan, namanya memang terdengar religius namun ia tipikal orang yang tegas, judes, dan jarang tersenyum kecuali pada orang tertentu. Meski tipikal agresif, Ahdan tidak pernah kikir harta, tidak sombong dan dermawan.

Ahdan adalah manager perusahaan properti milik pamannya. Ia dipanggil dengan sebutan 'Bos' oleh karyawan karena ia yang sering memerhatikan karyawan, mengelola keuangan, dan pemegang peran penting di perusahaan sehingga Ahdan disebut sebagai atasan para karyawannya.

Ahdan pernah menempuh pendidikan tinggi di Stanford university, Amerika Serikat. Hanya berlangsung kurun waktu 3 tahun jadilah ia sarjana muda dengan predikat cumlaude dibidang bisnis dan investasi. Karena kecerdasan dan kejujurannya membuat pamannya tertarik untuk menjadikan Ahdan managernya, di usia ke 23 hingga sekarang usianya 27 tahun.

Ahdan pria tampan berwajah blasteran Timur Tengah dan memiliki tubuh karismatik. Keluarga besarnya adalah para usahawan sukses dan ada pula memiliki profesi berbeda. Ayah Ahdan adalah saudagar kaya raya, ibunya seorang dokter spesialis anak. Saudara laki-lakinya juga merupakan usahawan sedangkan saudara perempuannya sama halnya dengan ibu berprofesi sebagai dokter. Semua saudaranya telah berkeluarga dan memiliki tempat tinggal sendiri masing-masing di kota lain, kecuali adik bungsunya masih duduk dibangku sekolah SMAN.

Walau mereka keluarga berada dengan gelimang harta tidak pernah kikir, tidak sombong dan dermawan.

Arnaz sibuk mengetik-ketik keyboard mulai merasa pegal pada bagian lengannya. Ia berhenti sejenak dan memijat-mijat kedua lengannya secara bergantian lalu menggerakkan kepalanya dari kanan ke kiri untuk mengkondisikan lehernya yang terasa kaku. Ia mengambil botol air mineral pemberian bos Ahdan, setelah membukanya ia lantas meminumnya.

Tenggorokan yang gersang bagai gurun yang tandus akan panasnya terik matahari menjadi teras segar oleh tetesan embun. Tapi rasanya belum cukup puas hanya dengan air murni, Arna ingin meminum jus melon dengan es batu. Baru membayanginya saja rasanya bertambah segar melebihi air mineral. Ia pun berdiri dari kursinya beranjak menuju kafe khusus kantor

Ketika keluar dari lift tak sengaja pandangan Arna tertuju kepada bos Ahdan yang tengah berjalan sambil mengobrol dengan seorang wanita berpakaian baju setengah pundak dan rok mini ketat. Bos Ahdan tampak lebih tersenyum lebar pada wanita itu. Sepertinya mereka hendak memasuki lift, dengan segera Arna menyingkirkan diri ke arah kanan agar tidak berdekatan dengan posisi lift. Sama sekali bos Ahdan tidak memperhatikannya padahal jarak antara mereka dan Arna lebih 10 meter.

Setibanya di kafe, Arna duduk di kursi bar hendak memesan jus. Karena baristanya belum ada di dalam bar Arna pun membelakangi bar.

"Halo" Iwan menyapa sopan

Spontan Arna membalikkan kembali badannya terkejut melihat iwan yang tiba-tiba muncul padahal tadi tidak kelihatan.

"Iwan dari mana sih kamu kok tiba-tiba muncul cepat sekali" Kata Arna jengkel

"Gak kemana-mana kok, dibawah aja lagi ngerapihin gelas-gelas."

"Mau pesan apa kak? Atau numpang duduk aja?" Sambung iwan sembari menyandarkan kedua tangannya di atas meja bar bernuansa keramik.

"Jus melon segar dengan toping whipped cream, ya" Seru Arna senyum.

"Oke"

Tak lama kemudian iwan muncul kembali membawa nampan berisi jus dan roti tawar lalu meletakkannya di atas meja dan menyodorkannya didekat Arna.

"Silakan diminum kak. Oh iya ini roti tawar selain coklat kacang, selamat menikmati" Ucap iwan kalem.

"Wah.. Makasih ya, tapi aku cuma pesan jus melon aja" Sahut Arna sambil mengaduk-aduk jus dengan sedotan.

"Tidak apa-apa kak.. Dimakan ya, gratis. Pasti perutnya udah keroncongan."

"Hehe tahu aja kamu, iwan" Arna tersenyum sinis.

"Iya dong karena jam segini perut udah keroncongan artinya butuh nutrisi tambahan dengan makanan. Oh iya kak, kenapa tidak pesan lewat telepon aja biar saya antar ke ruangannya supaya gak perlu capek-capek kesini." Ujar iwan sambil duduk di bar.

"Soalnya pinggang pegal-pegal, maka untuk mengkondisikannya menjadi kembali normal aku butuh jalan-jalan dulu." Arna menjelaskan tanpa melirik iwan.

"Oh kelamaan duduk ya"

"Iya"

Sambil mengunyah rotinya, Arna kembali membelakangi bar dan tanpa sengaja pandangannya berhenti tepat pada dua sejoli yang ia lihat sebelumnya, tidak asing itu adalah bos Ahdan dan wanita tadi bersamanya.

"Iwan.. Iwan." Arna memanggil iwan dan meletakkan rotinya di atas piring kecil.

"Iya ada apa" Tanya iwan sambil menyingkirkan kain lap.

Arna mengacungkan telunjuk ke arah mereka yang asyik mengobrol di meja kafe

"lihat itu"

"Oh itu bos Ahdan ya" Iwan menatap serius yang ditunjuki oleh Arna.

"Iya. Aku heran selama dua tahun aku bekerja disini jarang melihat bos tersenyum pada wanita termasuk aku, menyapa pun tidak. Tapi kenapa pada wanita itu bos tampak tersenyum dan girang. Apakah itu karyawan baru atau saudaranya" Arna mengungkapkan rasa penasarannya.

Iwan keluar dari bar dan duduk disamping Arna sehingga mereka sama-sama membelakangi bar.

"Bos Ahdan memang tipikal orang yang cuek pada semua wanita termasuk kalian. Tapi kalau pada kami yang laki-laki bos masih menyempatkan senyum dan menyapa, pokoknya ramah" Iwan menjelaskan.

"Aneh.. Lalu wanita itu siapa" Tanya Arna mengerut

"Itu pacarnya"

"Huh baru punya pacar" Arna santai sambil memasukkan telapak kanannya kedalam saku jas.

"Haha.. Bukan baru, mereka berpacaran sudah lebih 4 tahun. 2 tahun lalu wanita itu pergi terbang ke luar negeri untuk melanjutkan kariernya agar lebih gemilang dibanding dia berkarier disini. Padahal wanita itu sering berkunjung kesini menemui bos Ahdan" Jelas iwan sembari menatap sekilas wajah Arna.

"Oh berarti aku yang baru tau"

"Oh ya, ada cerita yang pernah bos Ahdan beritahukan saat dia nongkrong disini. Awalnya saya juga penasaran siapa wanita itu yang seringkali berkunjung menemui bos"

"Terus" Timpakan Arna.

"Akhirnya bos pun memberitahu bahwa wanita itu adalah pacarnya. Mereka membuat sebuah komitmen agar saling terikat, dengan komitmen itu bos Ahdan bersikap dingin pada semua wanita asing walau karyawannya sendiri agar tak satupun yang terpikat dan menggodanya karena bos setiap dan satu wanita asing yang dia cintai itu. Sebelum memiliki pacar bos dulu ramah dan murah senyum pada wanita-wanita dan tidak sedikit wanita jatuh hati." Lanjut iwan menjelaskan panjang lebar

Arna menatap iwan benar-benar serius mendengarkan.

"Ada lagi.. Bos Ahdan tidak pernah memberitahu atau memperkenalkan pacarnya ke orang tuanya, karena kalau bos tercyduk berpacaran nanti mereka dipaksa menikahi. Lagipula pacarnya itu belum siap untuk dinikahi. Karena rasa sayangnya Ahdan pada wanita itu, dia sepakat menunda pernikahan sampai batas yang belum ditentukan. Pokoknya sampai mereka benar-benar sukses dengan kariernya" Iwan menyambung penjelasannya.

"Tapi kenapa mereka dipaksa menikah kalau ketahuan pacaran?" Arna bertanya masih belum puas dengan yang disampaikan iwan.

"Terus terang saya juga gak tau, kak." Pungkas iwan.

Tiba-tiba,

"Permisi"

Suara yang tidak asing ditelinga membuat Arna dan iwan menoleh bersamaan, rupanya bos Ahdan berdiri dibelakang mereka dalam keadaan telapak tangan diumpetin dalam saku celana. Sudah menjadi ciri khas bos muda. Arna pun berdiri.

"Lagi ngobrol apa?" Tanya bos santai.

"Kamu Arna, sudah berapa lama disini" Bos sekilas mengacungkan telunjuknya.

Arna lalu mengecek jam tangannya "sekitar 30 menitan, pak" Jawab Arna dengan sopan.

"Tugas yang saya serahkan apa sudah selesai?" Lagi-lagi bos bertanya.

Seketika Arna hanya mengelus-elus lengannya berharap bos memahami. Hmm namanya mengkodekan.

"Itu tangan kamu kenapa?"

"Pegel pak" Jawab Arna nyengir.

Iwan berdiri dari kursinya berjalan kembali ke bar ia hanya diam menyaksikan Arna dan bos Ahdan saling berhadapan.

"Ya sudah saya permisi dulu ya, pak" Arna seraya berjalan sedikit membungkuk ketika lewat di depan bos lalu kembali tegak seperti biasa.

Arna kembali duduk di partisi kantornya dan fokus menatap layar komputer sementara jari jemarinya menari-nari di atas keyboard. Arna menatap layar sembari tangannya menopang ubun-ubun dan mengedipkan matanya. Sepertinya Arna cukup lelah dan kepalanya terasa pening.

Bos Ahdan memandangnya diambang pintu kaca, terlihat Arna seorang diri di partisinya. Sebenarnya dalam satu ruang diisi 3 kubikel artinya 3 orang didalamnya, 2 orang sudah pulang sejak 1 ½ jam lalu.

Tanpa basa-basi bos Ahdan menhampirinya dan meletakkan lembaran sesuatu di atas meja Arna.

"Jangan lupa datang" Ucap bos seraya pergi beranjak keluar.

Arna menengok lembaran itu lalu melayangkan pandangannya melihat bos Ahdan berlalu cepat begitu saja.

"Bachelorette Party" Arna membaca lembaran tersebut ternyata undangan.

Cahaya langit jingga kekuningan mulai menerobos ruangan kantor dari balik kaca jendela. Hari sudah petang. Arna merapikan kertas-kertas yang selesai ia print dan sebagiannya dimasukkan kedalam portofolio. Ia mengenakan tasnya, tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di atas meja berdering tanda panggilan masuk, segera ia meraih ponselnya rupanya mas udin.

"Halo mas"

"Dik, masih di kantor apa sudah dirumah?"

"Di kantor mas, ini sudah mau pulang" Jawab Arna bergegas keluar.

"Oke.. Mampir di kafe ya. Mumpung lagi rame. Kalau ada kamu wah ramenya double" Kelakar mas udin.

Arna tersenyum "hehe siap bos, tidak apa-apa kalau aku datang telat dikit?"

"" Ya tidak apa-apa dik, omong-omong pulangnya Naik apa?"

"Aku lihat dulu, kalau gak naik taksi yah ojek"

Panggilan berakhir.

Terpopuler

Comments

diana ruustika

diana ruustika

bingung

2023-03-18

0

tintakering

tintakering

undangan apakah..

2022-08-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!