Bab 4

"Kenalan Bapak itu wanita ya?" tebak Bestari. Dia tersenyum tipis saat melihat suaminya terkejut mendengar

tebakannya. Berarti benar dugaannya.

"I—ya," jawab Dayan yang mulai gugup.

"Pantas Bapak gampang percaya," sinis Bestari yang sudah hafal dengan sifat suaminya yang mudah mengulurkan tangan untuk seorang wanita.

"Siapa namanya?" tanya Bestari dengan nada lembut tapi penuh tekanan.

"Royani. Ehm, Bu, di—dia itu—" Dayan mengusap tengkuknya.

"Royani? Dia kenapa?" Bestari mengerutkan keningnya.

"Di—dia sebenarnya is—istri mudaku."

"Hah? Siapa?" Bestari refleks berteriak. Merasa tidak yakin dengan apa didengarnya.

“Istri mudaku,” ulang Dayan yang kemudian menunduk.

“Apa?” Emosi Bestari langsung berada di level tertinggi. Suami yang selama ini lebih banyak bergantung padanya ternyata punya istri lagi. Memberi dia nafkah saja tidak pernah, berani-beraninya menikahi wanita lain.

Tangan Bestari mengepal menahan amarah. Kalau dia punya ilmu bela diri pasti sudah dihajarnya Dayan sampai tidak berdaya. Namun, dia hanya wanita biasa yang tenaganya lebih lemah dari suami berengseknya itu.

“Oh jadi begitu kelakukan Bapak selama ini. Sudah berapa lama Bapak menikah sama dia?” tanya Bestari dengan nada tinggi.

“Tiga tahun, Bu,” jawab Dayan pelan.

“Apa? Tiga tahun?” teriak Bestari lagi. Dadanya naik turun dengan cepat dan wajahnya jadi semakin merah.

“Ya Allah, jadi selama ini Bapak sudah membohongi aku dan anak-anak. Apa sih istimewanya dia? Apa lebihnya dia dari aku, Pak?”

“Tidak ada, Bu.”

“Tidak ada? Lalu alasan Bapak nikahi dia itu apa? Lebih cantik dari aku?”

Dayan menggeleng. “Aku kasihan sama dia, Bu. Dia cuma mau aku yang jadi suaminya. Sudah aku kenalkan dengan pria lain tapi orangnya tidak mau.” Dayan mengungkapkan alasannya.

“Sebelum menikah sama dia, aku sudah konsultasi sama Ustaz Makruf, katanya boleh punya istri lagi tanpa harus izin istri pertama,” sambung Dayan.

Bestari mengeratkan gigi-giginya. Napasnya masih terdengar kasar karena menahan emosi. “Masa Ustaz Makruf bilang begitu? Itu hanya alasan saja untuk membenarkan tindakan Bapak. Pasti Bapak juga suka ‘kan sama dia?”

“Tidak, Bu. Biasa saja,” sahut Dayan.

“Mana mungkin tidak suka tapi sudah tiga tahun menikah. Aku tidak mau diduakan, Pak. Kita bercerai saja! Biar

begini aku juga masih laku kok kalau mau menikah lagi!” tantang Bestari.

“Aku tidak mau cerai, Bu. Aku masih suka sama Ibu,” tolak Dayan.

“Kalau masih suka sama aku kenapa Bapak menikah lagi, hah?” geram Bestari. “Sekarang aku minta nomor istri mudamu itu. Siapa namanya tadi?”

“Royani, Bu.” Dayan kemudian mengirim nomor Royani pada Bestari.

Dengan penuh emosi, Bestari kemudian menelepon Royani. Tak lama panggilannya dijawab. “Halo, benar

ini Royani?”

“Iya, benar. Maaf ini siapa ya?” tanya Royani dari seberang telepon.

“Aku istri sahnya Pak Dayan Sumargo,” jawab Bestari.

“Oh. Iya, Bu. Ada apa?”

“Dasar pelakor kamu ini! Sudah tahu Pak Dayan punya istri kok malah mau menikah sama dia. Seperti tidak ada pria lain saja,” hardik Bestari.

“Itu semua karena Allah, Bu.” Royani beralasan.

“Jangan bawa-bawa nama Allah. Memang kamu wanita yang gatal. Pelakor. Suka mengganggu suami orang lain. Kamu ambil saja Pak Dayan, aku sudah tidak sudi jadi istrinya.”

“Tidak perlu begitu, Bu. Saya rela kok jadi madu. Saya ikhlas. Ibu tetap dengan Bapak saja. Saya manut,

Bu. Saya tidak akan menuntut apa pun. Terserah Bapak kapan ada waktu buat saya. Seperti biasanya.”

“Enak saja kamu bilang begitu. Aku tidak mau punya madu. Kamu senang ‘kan sama Pak Dayan?”

Royani mengangguk meskipun Bestari tidak bisa melihatnya. “Iya, Bu. Pak Dayan itu baik banget orangnya.”

Bestari tersenyum sinis. “Oh, baik ya,” ucapnya seraya melirik tajam pada Dayan. “Memangnya sebaik apa Pak

Dayan?”

“Ya baik, Bu. Saya itu paling suka karena Bapak rajin ibadahnya. Selalu salat tepat waktu di masjid.”

“Oh, begitu ya. Terus berapa lama kamu berhubungan sama Pak Dayan?” Bestari masih mengorek informasi

meskipun hatinya jadi semakin panas.

“Delapan tahun, Bu.”

Netra Bestari membola. “Apa? Delapan tahun?”

“Iya, Bu.”

“Kamu sudah tahu ‘kan Pak Dayan punya istri?”

“Iya, saya tahu, Bu.”

“Kalau kamu tahu, kenapa kamu mau menikah sama Pak Dayan?”

“Itu semua karena Allah, Bu.”

“Tidak usah kamu beralasan lagi karena Allah. Itu karena kamu pelakor. Aku mau cerai sama Pak Dayan. Biar

dia sama kamu saja.”

“Kalau Bapak mau di sini sama saya, ya akan saya terima, Bu.”

“Ya, kamu urus saja. Aku tidak peduli.” Bestari kemudian mematikan telepon itu secara sepihak. Dia lalu beralih pada Dayan yang sejak tadi diam mendengarkan.

“Jadi sudah delapan tahun kamu berhubungan sama pelakor itu, Pak? Ternyata pinter juga ya kamu membohongi kami semua selama ini,” sinis Bestari.

“Aku sebenarnya mau ngomong sama Ibu, tapi aku takut Ibu marah,” sahut Dayan.

“Ya jelas aku marah. Siapa yang tidak akan marah kalau dikhianati seperti ini. Coba tanya wanita mana yang rela diam-diam dimadu sama suaminya? Tidak ada, Pak. Sekarang kamu ceraikan aku saja, Pak.”

Dayan menggeleng. “Aku tidak mau, Bu. Aku tidak akan menceraikan Ibu.”

“Tapi aku tidak mau diduakan, Pak. Sekarang Bapak pilih aku atau Royani,” tegas Bestari.

“Ak—aku pilih Ibu.”

“Kalau begitu ceraikan Royani sekarang!” perintah Bestari.

Dayan menuruti keinginan istri sahnya itu. Dia mengetik pesan untuk istri sirinya. “Bismilah. Untuk sementara ini aku menceraikan kamu. Mulai saat ini kamu bukan istriku lagi,” tulis Dayan yang kemudian ditunjukkan pada sang istri.

Bestari mengerutkan kening membaca tulisan Dayan. “Kenapa ini pakai sementara? Apa kamu berniat kembali

lagi nanti sama dia?” Dia menatap tajam pria yang ada di depannya itu.

“Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan, Bu.” Dayan mengutarakan alasannya.

“Ck. Bilang saja kamu masih mau kembali sama pelakor itu. Sudah, kamu tidak perlu bercerai sama Royani. Kita saja yang bercerai.”

“Aku tidak akan menceraikan Ibu sampai kapan pun.” Dayan tetap dengan keputusannya.

“Enak saja kamu bilang begitu, Pak. Kamu sudah mengkhianati aku, tapi masih tetap mau bersamaku. Aku yang tidak mau lagi sama kamu, Pak. Aku tidak mau kita kumpul lagi sebagai suami istri.”

“Aku akan menceraikan Royani sekarang seperti keinginan Ibu.” Dayan menghapus kata ‘untuk sementara ini’ setelah itu mengirim pesan itu pada Royani. Dia ingin menunjukkan pada Bestari kesungguhannya.

“Ini sudah aku kirim, Bu.” Dayan memperlihatkan gawainya.

“Terserah. Aku tidak peduli, Pak.” Bestari memalingkan wajah. Kalau membunuh tidak dilarang mungkin dia sudah membunuh suami tak bergunanya itu dengan pisau dapur. Kurang ajar sekali Dayan sudah bermain di belakangnya. Padahal selama ini pria itu selalu bergantung sama dia.

Ponsel Dayan berbunyi tanda ada pesan masuk. Dia membuka pesan yang ternyata dari Royani. “Aku tidak mau diceraikan, Mas.”

Terpopuler

Comments

fa_zhra

fa_zhra

ko gemes bgt sm polaeh si dayan ini ya

2023-11-29

0

Esther Lestari

Esther Lestari

Pak Dayan....pak Dayan...koq yo mau enaknya sendiri.

2023-06-02

0

🍭ͪ ͩFajar¹

🍭ͪ ͩFajar¹

bo doh apa to lol sih pak Dayan ini.gak.mikir apa,gak punya penghasilan yang mecukupi tapi berani menduakan istri yang selalu setia bahkan membiayai hidupnya juga.

2022-09-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!