Hari terus berganti. Hingga kelulusan tiba di depan mata.
Pagi itu Ranum dan semua teman se-angkatannya dikumpulkan di aula. Mereka mendapat briefing dari Pak Noh, Kepsek SMPN 23 di Kota Y.
Isi briefing itu tentang motivasi untuk mengejar mimpi dan cita-cita, juga pengumuman bahwa ada dua orang di antara mereka yang tidak lulus ujian.
Mendengar pengumuman yang terakhir itu seketika suasana menjadi hening. Setiap anak berdoa dalam hati masing-masing agar mereka tak termasuk ke dalam dua anak yang tak lulus itu.
Setelah briefing, semua murid diminta untuk menunggu di depan kelasnya masing-masing. Sementara surat pengumuman kelulusan akan diterima oleh wali murid masing-masing.
Hari itu Ranum berangkat ditemani Bunda. Jadi Bunda lah yang akan menerima surat pengumuman kelulusan.
Meskipun Ranum yakin kalau ia mengerjakan semua soal ujian dengan baik, tapi tetap saja rasa gugup dan cemas itu menyergapnya seperti yang dirasakan juga oleh kawan-kawannya yang lain.
Semua wali murid kini berada dalam Aula. Satu-persatu nama murid disebutkan melalui mic yang terdengar hingga ke tiap kelas.
Setiap kali nama siswa disebut, murid yang disebut akan menjadi pusat perhatian kawan-kawannya selama beberapa waktu. Dan ketika wali murid itu keluar dari aula, ia akan langsung mengajak anaknya pulang. Jadi tak ada yang benar-benar tahu siapa saja murid yang tak lulus itu.
Waktu terus mendekati pertengahan hari. Tak terasa sudah dua pertiga murid yang dipanggil namanya dan pulang ke rumah masing-masing. Dan Ranum masih belum dipanggil.
Agaknya panggilan yang dilakukan bersifat acak dan tidak sesuai absen ataupun nomor induk. Ranum semakin cemas.
Dua puluh.. lima belas.. sepuluh.. hingga tersisa lima siswa lagi yang belum dipanggil namanya. Ranum termasuk di antara mereka. Makin cemas lah Ranum.
Empat.. tiga.. hingga dua orang lagi yang masih tersisa, nama Ranum belum juga dipanggil. Tapi melihat dengan siapa kawan yang masih menemaninya saat itu, Ranum merasa tenang.
"Kita pasti lulus kan, Num?" Tanya Fina. Teman Ranum yang namanya belum juga dipanggil.
"Semoga Fin. Tapi kamu kan langganan juara umum. Lulus kali.." hibur Ranum.
"Aamiin.. surat kelulusanku Ayah yang terima. Kalo Ranum, siapa yang nerima?"
"Bundaku, Fin."
"Deg-degan banget ini. Kok kita terakhir banget ya? Kalo kamu duluan yang dipanggil, aku ikutan ah. Mau nunggu di deket aula aja," Ucap Fina.
"Siiplah.."
"Alfina Rahmaniyah" terdengar suara speaker di aula yang memanggil nama Fina.
"Tuh namaku dipanggil!" Jerit Fina.
"Eh, Ranum ikutan deh ke aula. Di sini sendirian mah serem. Oh! Itu Bunda ku. Keluarnya barengan ama Ayah kamu Fin," Seloroh Ranum.
"Iya. Yuk ke sana!"
Kedua pemudi itu segera lari-lari kecil menuju orang tuanya masing-masing.
"Gimana, Bun?" Tanya Ranum.
"Alhamdulillah lulus. Selamet yaa.."
"Alhamdulillah.."
"Oh ya, tadi juga Pak Kepsek nya bilang kalo Ranum jadi juara umum di kelulusan ini lho. Bunda bangga sama Ranum," Ujar Bunda sambil mengecup pelan kening Ranum.
"Ehh?? Beneran Bun? Juara Umum?! Tapi biasanya kan Fina yang juara.."
Ranum melirik ke arah Fina dan Ayah nya di kejauhan. Tampak Ayah Fina yang gusar akan sesuatu. Sementara Fina terlihat menunduk lesu.
'Ayah Fina kenapa ya marah-marah? Apa Fina gak lulus ya? Ah. Gak mungkin. Udah lah. Yang penting aku lulus. Alhamdulillah..'
" Pulang sekarang Yuk!" ajak Bunda.
"Aayuk!"
Pasangan ibu dan anak itu pun segera meninggalkan area sekolah. Keduanya jalan berdampingan dalam diam.
***
"Kak Ranum! Nia lulus! Juara tiga terbesar pula! Nia pinter kan?!"
Teriakan Kania di muka pintu rumah, menyambut Ranum dan Bunda yang baru pulang.
"Alhamdulillah.. kakak juga lulus," sahut Ranum.
"Juara umum pula," Celetuk Bunda.
"Hah?! Kak Ranum juara umum?? Bukannya biasanya Fina ya yang juara. Kembarannya Fina, si Fani tetep jadi juara umum di sekolah Nia di kelulusan tahun ini."
"Tau juga deh. Alhamdulillah aja lah."
"Waah.. selamet ya Kak. Nia kejar deh nanti Kakak."
"Kamu mana bisa ngejar Kakak, Dek. Kan nanti kita beda sekolah lagi."
"Enggak lah. Nia mau sekolah bareng Kakak di SMAN 2."
"Bener?!"
"Iya Kak.. jadi kita bisa sekolah bareng-bareng. Berangkat jalan kaki bareng-bareng. Gimana?"
"Oke."
Ranum tersenyum lebar. Kania membalas dengan senyuman yang tak kalah lebar. Keduanya menantikan masa sekolah yang akan dilalui mereka, bersama-sama kelak.
"Semoga kita lulus ujian masuknya ya, Kak!" Doa Kania.
"Aamiin.."
***
Hari terus berlalu.
Semenjak perbincangan di balik selimut beberapa malam yang lalu, hubungan Ranum dan Kania kembali baik. Semakin baik malah.
Keduanya jadi sering mengobrol, jalan-jalan, ataupun mengerjakan kerjaan rumah bersama-sama dengan ceria dan tawa.
Pernah suatu kali, Ranum mengajak Kania main ke rumah Tari.
Jarak ke rumah Tari cukup jauh untuk berjalan kaki. Biasanya Ranum menempuhnya dengan berjalan sekitar 20 menit-an. Tapi karena rengekan Kania, siang itu ke duanya ke rumah Tari dengan menaiki angkot yang bisa ditempuhnya sekitar 7 menit saja.
Sesampainya di depan gang perumahan tempat Tari tinggal, Ranum dan Kania lanjut dengan berjalan kaki. Tak lama. Karena rumahnya adalah rumah pertama yang mereka lihat.
Rumah Tari berwarna hijau muda. Bergaya minimalis dengan hiasan pot-pot bunga yang berjejer rapih di halaman. Mama Tari memang seorang florist, jadi terdapat beragam bunga yang jarang ada di rumah-rumah lainnya.
Memasuki teras, Tari yang memang sudah mengetahui akan kedatangan tamu bergegas menyambut Ranum dan Kania.
"Lama amat, Num? Emangnya macet ya?"
"Iya. Maaf yaa.. tadi beresin rumah dulu. Plus anak yang satu ini nih, pake dandanan segala dulu. Jadi lama deh!" seloroh Ranum sambil menunjuk Kania.
Kania yang ditunjuk langsung membela diri.
"Gak papa kan dandanan. Gimana kalo di jalan kita ketemu calon takdir kita. Tapi terus gak jadi ngajak kenalan gegara ngelihat penampilan kita yang off. Lewat deh jodoh.."
Mendengarnya Ranum hanya bisa tertawa pelan. Nampaknya ia harus mulai menyeleksi bacaan novel adiknya ini. Bahasannya tak jauh soal cintaaa melulu.
"Heh, bocah! Yang namanya bocah tuh mikirnya belajar aja. Jodoh mah masih jauuh.. ujian masuk yang terdekat aja belum tentu lulus!" Tukas Tari.
"Heh! Temennya bocah! Kalo ngomong jangan asal jeplak yak! Gini-gini juga gua juara tiga se satu sekolah loh. Jadi belajar mah gak bakal kelewat lah. Coba lu, kemarin ranking berapa coba?" Tantang Kania.
Tari yang ditantang agak salah tingkah sebentar. Tapi kemudian ia menemukan balasan yang menurutnya cukup bagus.
"Heh, bocah! Pede amat lu ngaku-ngaku temen. Sejak kapan coba kita temenan. Yang ada tuh gua senior lu tahu. Gua kan temennya Kakak lu."
"Ya gak lah! Kita kan seumuran kalleee.. Kakak gua emang belet setahun makanya bisa se angkatan ama kita."
"Ehh.. ko sekarang Kakak ikut keseret-seret sih. Kalo mau ribut ya ribut aja berdua. Jangan seret-seret Ranum lah!" Ranum ikut menyahut.
"Kok gitu sih, Num. Orang mah nengahin kek. Kok malah ngebiarin," Ucap Tari.
"Tahu nih Kakak. Gak jelas.. ngomong-ngomong mana nih jus mangga. Haus tau!" Lanjut Kania.
"Sumpah! Baru kali ini tamu gue sesongong ini. Belum ditawarin malah udah nodong. Hii!" ucap Tari.
Kemudian Tari melangkah ke dalam rumah. Sementara Ranum dan Kania sudah sedari sampai tadi asik selonjoran di bale yang ada di teras samping.
"Woy! Tamu tuh raja. Keluarin semua makanan ya dayang!" Teriak Kania.
"Kania! Hushh.. jangan malu-maluin ah. Bertamu juga ada etikanya lho."
"Emang ya Kak? Tapi Nia kalo main ke rumah teman-teman Nia biasa aja sih. Ceplas-ceplos aja. Mau teriak atau nyanyi-nyanyi kenceng juga hayuk. Paling kadang suka ada yang negor sih.."
"Tuh kan. Itulah pentingnya menjaga etika dalam bertamu. Biar gak ada yang ngerasa terganggu. Etika nya kudu kamu inget nih, Ya!"
"Yang pertama, harus melihat waktu. Jangan bertamu di waktu-waktu ketika orang beristirahat. Kan kasihan kalo lagi enak-enak tidur terus dibangunin,"
"Yang kedua, ucap salam ketika datang. Maksimal tiga kali, kalo udah tiga kali ga ada jawaban, lebih baik pulang. Yang terakhir, jaga adab saat bertamu. Yaitu dengan tidak mengganggu keharmonisan suasana lingkungan."
"Maksudnya Kak?"
"Jangan berisik. Jangan merusak properti. Dan jaga pandangan. Maksudnya--"
"Hahahahah.. kena lo ceramahnya Ranum! Dia kalo udah ceramah tuh bisa satu jam-an loh.." ucap Tari yang keluar membawa nampan berisi minuman.
"Nasib gua dah. Gara-gara deket lu nih gua jadi kena ceramah. Biasanya mah enggak."
Melihat obrolan adik dan sahabat dekatnya itu, Ranum hanya bisa menggelengkan kepala.
Ketiganya asyik berbincang tentang banyak hal. Hingga tanpa disadari ikatan persahabatan yang tadinya hanya terbentuk di antara Ranum dan Tari pun mulai merengkuh Kania pula.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
mom mimu
kalo udh bahas ceramah jadi inget ustadzah Nunik deh... huaaaaa... 😭😭 aku belum bisa move on dari cerita lain sama bababng Erlan kak Mell...
2022-10-09
1
Jans🍒
ceramah stu jam😀
2022-09-23
1
Hulapao
jalan 20 menit cukup lama yaa apalagi kalo cuaca panas tuh udah kek dipanggang
2022-09-21
1