Di dapur, Kania dan Ranum mencuci piring bersama. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga semua piring kotor selesai dicuci.
Sebenarnya Ranum ingin berbincang dengan adik perempuannya itu. Tapi ia bingung harus memulainya dari mana. Sampai ketika Kania masuk ke kamar tidur pun Ranum hanya termangu menatap sosok adiknya itu..
Setelah beberapa menit menguatkan diri, Ranum pun menyusul Kania ke dalam kamar.
***
Memasuki kamar, Ranum melihat Kania sedang asik mendengar musik lewat earphone. Kepalanya mengangguk-angguk pelan sambil menatap layar HP nya. Untuk sejenak waktu, Ranum fokus mengamati Kania.
Kania bertubuh tinggi dan sedikit ramping. Tinggi mereka hampir sama sekitar 153 cm.
Rambut Kania kala itu tergerai bebas hingga sepanjang lengan. Kulitnya agak sawo matang dan wajah yang tampak manis dengan adanya tahi lalat di sudut atas kiri mulutnya.
Untuk orang yang tak mengenal baik Kania, ia akan tampak jutek. Tapi jika sudah kenal dekat, Kania adalah pribadi yang ceria, sedikit cerewet, dan perhatian.
Tapi Ranum sudah dua bulan ini tak melihat sikap ceriwis dan perhatian adiknya itu.
"Nia, kakak mau ngomong. Bisa tolong cabut dulu earphone nya?" Panggil Ranum sambil menyentuh pelan lengan Kania.
Namun tanggapan Kania membuat Ranum sedih. Kania menepis lengan Ranum dan sekilas melirik ke arahnya sebelum akhirnya merebahkan badan dan membelakangi Ranum.
"Dek.." bujuk Ranum kembali sambil menepuk kaki Kania.
"Apaan sih!? Gak tahu apa orang pingin tidur!"
Ranum meringis. Tapi ia meneguhkan hatinya lagi.
"Kakak mau ngomong. Lepas dulu ya earphone nya. Kita ngobrol dulu yuk," Ajak Ranum.
"Gak mau. Nia ngantuk!" Sergah Kania sambil menutupi seluruh badannya dengan selimut bermotif Winnie The Pooh.
Ranum mendesah.
"Hhh.. yaudah. Tolong dengerin kakak aja deh ya sambil Nia tiduran. Gapapa kalo Nia ga mau ngomong apa-apa ke kakak. Kakak cuma harap kamu mau denger ucapan kakak ini.."
"Kakak minta maaf kalau ada sikap atau kata-kata Kakak yang bikin Nia sebel sama Kakak. Walau sebenernya Kakak bingung juga sih salah Kakak apa. Pinginnya Nia coba kasih tahu Kakak, salah Kakak di mana. Mau marah-marah ke Kakak juga gak apa-apa. Yang penting Nia jangan mendem amarah di hati. Gak baik juga lho buat kesehatan. Nanti cepet tua lagi. Hii.."
Ranum mencoba berkelakar. Berharap suasana di antara mereka jadi lebih santai.
Tapi usaha Ranum bernilai percuma. Hanya dengusan pelan yang terdengar dari tubuh di balik selimut Winnie The Pooh itu saja.
"Nia.. Kakak sayaaang Nia. Nia inget gak, waktu pertama kali Nia belajar naik sepeda roda dua terus Nia jatuh. Nia nangis dan ngomel-ngomelin Kakak karena diam-diam ngelepasin pegangan kakak di boncengan sepeda," Ranum lalu mengajak bernostalgia.
"Kamu ngomel-ngomel gitu gak bikin Kakak marah, Nia. Malah Kakak nangis karena ngelihat kaki kamu yang lecet dan berdarah-darah. Bikin Kakak trauma kalo ngelihat darah ampe sekarang. Hii.."
"Tapi Kakak langsung gendong kamu. Walau kamu waktu itu tuh lumayan lho, berat banget. Kamu dulu kan agak gendut sih yaa--"
"Bukan gendut! Cuma chubby dikit!" Sergah Kania tiba-tiba dari balik selimut. Untuk kemudian kembali bersembunyi di bawah selimut. Membuat Ranum tersenyum melihatnya.
"Iya. Chubby.. walau kamu berat karena agak chubby.. tetep Kakak kuat-kuatin gendong kamu sampai rumah. Terus kamu jerit-jerit kesakitan pas diobatin Bunda pake Betadine. Terus Kakak ikutan nangis ngelihat kamu jerit-jerit kesakitan. Ujung-ujungnya kita berdua kena omel Bunda karena kelewat berisik."
Ranum berhenti bicara. Seulas senyum menghias wajahnya. Terbayang kenangan lama ketika ia masih kelas 2 SD dulu. Masa-masa ketika ia dan Kania masih sangat akrab.
Tak lama senyuman itu menghilang. Berganti oleh pandangan sendu dan rasa sedih yang tertahan di mata.
"Kania.. Kakak sayang Nia. Dari dulu, Kakak akan selalu ngasih apapun yang Kania minta selagi Kakak punya. Kepunyaan Kakak apapun itu juga punya kamu. Kakak mau ngalah soal apapun yang penting kamu bahagia. Kamu tersenyum ceria lagi. Soal Tegar.. "
Ranum berhenti sejenak. Ia meneguhkan hatinya lagi sebelum bicara.
"Kakak beneran gak pernah ada rasa suka sama Tegar. Apalagi goda-godain dia seperti yang dia bilang. Dia kan pacar kamu.. Kakak gak pernah kan minta apapun yang jadi milik kamu. Walau sebenernya Kakak pingin banget bilang, kalo Tegar lelaki yang gak baik, Nia," ucap Ranum dengan nada tegas.
"Sore itu, Tegar lah yang terus-terusan godain Kakak pas kamu pergi ke warung. Dia malah mau maksa masuk ke kamar kita. Tapi keburu Kakak injek kakinya dan Kakak kunci pintu kamar kita. Sampe akhirnya kamu pulang dan dia cerita yang macam-macam," Ranum kembali memberi jeda pada kalimat nya.
"Dia bohong, Nia. Kakak harap Nia bisa percaya sama Kakak. Selama ini Kakak gak pernah kan bohongin Nia?"
Ranum kembali berhenti. Ia mendesah pelan.
"Atau coba Nia cek dan tanya deh ke teman-teman di sekolah Nia. Tegar kayak gimana. Kakak harap Nia bisa lihat sifat asli Tegar yang sebenarnya."
Hening..
"Kania udah putus ama Tegar."
Tiba-tiba saja suara Kania memecah keheningan yang ada.
"Apa?"
Ranum tertegun. Ia merasa terkejut dan sedikit senang karena akhirnya Kania mau bicara padanya. Kania melanjutkan ceritanya dari balik selimut.
"Kania udah putus ama Tegar minggu lalu..Kania ngelihat dia mesra-mesraan sama Sesil, temen sekelas Nia. Kita ribut. Rame banget. Terus dia putusin Nia. Katanya Nia gak asik. Gak mau diajak begituan ama dia.."
"Begituan..?" Bingung Ranum.
"Iya.. itu Kak.. making love.." lirih Kania perlahan.
"Astaghfirullah..emang dasar ya Tegar itu! Gak bener itu Dek. Bunda kan udah bilang, kalo yang kayak gitu tuh zina namanya. Dosa!"
"Iya..iya.. Nia juga tahu! Gak usah bawel napa. Makanya Nia putus ama Tegar. Cowok playboy. Payah. Nyebelin. Jelek. Hiks.."
Tubuh di balik selimut itu terlihat bergetar. Ranum terenyuh. Perlahan ia buka selimut itu dan dilihatnya Kania sudah bersimbah air mata.
Disisihkannya rambut yang menutupi wajah Kania. Dan diusapnya air mata yang membasahi wajah. Sementara Kania hanya terisak dalam diam.
"Ini semua gara-gara Kakak!"
Ranum mengerjap kebingungan.
"Lho? Salah Kakak gimana, Ya?"
Kania langsung bangun dan duduk. Ia lalu mengomel panjang lebar.
"Gara-gara Kakak aku jadi putus sama Tegar. Gara-gara Kakak aku gak punya pacar. Kakak nyebelin!"
"Tapi akhirnya kamu tahu juga kan kalo Tegar tuh playboy."
"Iya. Tapi kan... Tapi kan.. Nia sayang banget ama Tegar Kak.. Kakak mana ngerti perasaan Nia. Kakak kan gak pernah pacaran!"
"Iya.. Kakak memang gak pernah pacaran, Ya.. Tapi Kakak tahu untuk menghargai orang yang juga menghargai kita. Kakak juga tahu untuk menyayangi orang yang juga menyayangi kita,"
"Buat apa kita cape-cape kasih sayang dan perhatian kalau ujung-ujungnya malah bikin kita korban perasaan. Hargai dirimu sendiri, Dek.. jangan jadiin penting, orang yang gak anggap kamu penting juga dong.. kamu tuh cantik. Manis. Cerdas. Walau agak cerewet.."
"Iih.. Kakak!!" Sekilas tawa keduanya berderai.
"Lha iya kan. Kamu emang cerewet. Karena kamu perhatian. Jadi perhatiin juga orang yang bener-bener perhatian ama kamu. Bukan perhatian karena ada maunya doang. Dan yang utama nih ya. Keluarga itu nomor satu, Dek.. please deh, jangan sampe ke depannya kita ribut cuma gegara cowok gak jelas. Bikin Kakak sedih tahu.."
Kania tak langsung menjawab pintaan Ranum. Ia terus menundukkan kepalanya dan menatap jari-jemarinya yang sibuk meremas tepi selimut.
"Janji ya, Dek! Gak bakal ribut lagi lho!"
"Iya.. janji.." Jawab pelan Kania akhirnya.
"Bener ya!"
"Iyaa bener.. bawel amat sih. Udah ah. Nia ngantuk pingin bobo. Sana Kak!"
"Iih.. adek Kakak yang satu ini emang ya rada-rada. Oke lah. Met tidur yaa.. udah. Jangan nangis lagi. Masih banyak kok cowok lain yang lebih super duper baik dan ganteng. Kamu cuma perlu buka mata kamu lebar-lebar aja ya!"
Setelah jeda beberapa detik, tiba-tiba saja Ranum mengoreksi ucapannya dengan terburu-buru.
"Eh, tapi mending jangan pacaran dulu deh. Soalnya punya pacar malah bikin kamu baperan. Bikin bete suasana hati berbulan-bulan. Mending kamu jadi jomblo aja bareng Kakak. Fokus belajar dulu. Kasihan lho Ayah Bunda cari uangnya.."
"Iya neneekk.. udah sana. Nia beneran ngantuk ini."
Dan Kania kembali bersembunyi di balik selimut. Membuat Ranum hanya bisa menggelengkan kepalanya berkali-kali.
Ranum pun kembali ke tempat tidurnya. Kali ini dengan perasaan yang jauh lebih tenang dibanding malam-malam sebelumnya.
Diraihnya tombol lampu mode malam, dan kemudian cahaya dalam ruangan pun jadi meredup.
Setelah beberapa lama waktu berlalu, Ranum hampir transit ke alam mimpi. Samar-samar didengarnya suara Kania lirih berkata.
"Maafin Kania ya Kak. Kania sebenarnya malu sama Kakak. Kakak memang Kakak terbaiknya Kania. Kania sayang Kakak."
Dan Ranum pun segera melesat ke alam mimpi. Dengan buncahan rasa bahagia yang memenuhi seluruh isi hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Hwaiting Kk Mel
Time Travel Lia mampir
2022-10-12
1
mom mimu
keluarga no satu 👍🏻
2022-10-09
1
Hulapao
wow dah tau arti making love aja nih mereka
2022-09-21
1