"Ayah pulang!" Terdengar suara Nanda dari luar rumah.
Ranum bergegas membukakan pintu dan salim pada ayahnya.
"Kania mana, Num?" Tanya Nanda.
"Di kamar, yah. Tumben ayah pulangnya lewat magrib. Biasanya bareng sama Bunda? Lagi banyak jahitan kah, Yah?"
Nanda juga bekerja sebagai penjahit di konveksi rumahan yang letaknya tak jauh dari butik Almeer.
"Alhamdulillah.. lagi ada pesenan jahitan seragam sekolah lagi. Biasalah. Awal tahun ajaran baru memang banjir orderan seragam sekolah."
"Oo..iya ya. Alhamdulillah..makan yuk Yah bareng-bareng!" Ajak Ranum.
"Ayah mandi dulu ya."
"Ya, Ayah.."
*****
"Tadi Bu Darin ngasih bahan kain, Yah. Alhamdulillah.. katanya udah ga kepake. Jadi Bunda bawa pulang. Rencananya mau Bunda jahit jadi masker," Cerita Nida di meja makan.
"Wah. Kreatif itu, Bun. Bunda memang cerdas," Puji Nanda.
Nida tersenyum sejenak sebelum akhirnya mengaku.
"Sebenarnya ini idenya Ranum, yah.."
"Iya, Num?" Nanda menoleh ke Ranum.
"Mm.. sebenarnya lebih ke idenya Tari sih, Yah. Dia kan tangannya kreatif banget ya. Dia ngasih ide, kalo bahan kain yang ga kepake tuh bisa dibuat jadi kain lap, masker dan lain-lain. Terus Ranum sampein deh ke Bunda."
"Oo..gitu. salam makasih ya buat Tari. Idenya oke."
"Ya Ayah.."
Beberapa menit berikutnya, hanya terdengar suara denting sendok dan piring di ruangan itu. Sampai kemudian...
"Ayah, tadi Kania ketemu Kak Rina waktu acara kumpul anak-anak PMR lho!" cerita Kania.
"Mm.. Rina mana ya?"
"Itu lhoo.. Kakaknya Yudha. Temen SD Kania waktu kita masih tinggal di kota X.."
Klang..
Sendok yang tadinya dipegang Nida tiba-tiba saja terjatuh. Sementara Kania terus bercerita tanpa menyadari suasana yang tiba-tiba mendingin.
"Kania pangling banget pas ngelihat Kak Rina tadi. Soalnya dia cantiiikk banget. Tapi pas Nia iseng sapa, eh ternyata beneran Kak Rina. Kak Rina cerita kalo sekarang dia jadi model. Keren deh.. Nia pingin--"
"Kania. Selesaikan makannya dulu. Habis itu bantu Ranum cuci piring," Ayah Nanda memotong.
Sementara Kania cemberut karena ceritanya tak ditanggapi dengan baik.
Nanda melirik Nida. Dilihatnya Nida agak melamun.
Ketika Kania menyebut nama Kota X tadi, Nanda sudah khawatir bila istrinya itu mengingat kembali trauma yang dialaminya 4 tahun silam. Kejadian yang membuat mereka sekeluarga pindah ke kota Y kini.
****
Flash back.
Hari itu musim hujan. Ranum berumur 11 tahun. Sementara Kania 10 tahun.
Saat itu Ranum dan Kania bersamaan sakit DBD. Memang kala itu sedang musim penyakit itu. Membuat Nanda dan Nida sibuk bolak-balik pergi ke rumah sakit.
Biasanya, Nida menemani anak-anak dan Nanda yang pulang ke rumah untuk mengambil baju salinan. Namun suatu hari, Nanda yang kelelahan karena menjahit akhirnya dipaksa Nida untuk menjaga anak-anak. Sementara Nida yang akan pulang ke rumah.
Nida pulang ke rumah mereka di Perumahan kumuh Dukuh Sawit sekitar jam 5 sore. Saat itu jalanan masih sangat ramai.
Memang, jika cuaca bagus, selalu ada saja lalu-lalang orang yang datang dan pergi di sana. Karena banyak dari warganya yang menyambi jadi wanita malam.
Menyedihkan memang. Kota X sebagai ibukota negara nyatanya tak mampu memberikan lapangan pekerjaan yang layak hingga harus membuat sebagian kecil penduduknya mencari nafkah melalui bisnis esek-esek.
Nanda dan Nida sebenarnya sempat terpikirkan untuk pindah tempat tinggal. Mereka khawatir dengan kondisi lingkungan yang kurang baik bagi perkembangan jiwa anak-anak mereka.
Bukankah dari lingkungan pula manusia membentuk kepribadiannya. Apalagi memberikan lingkungan hidup yang baik juga menjadi salah satu kewajiban mereka sebagai orangtua.
Yang membuat Nida merasa berat hati untuk pindah adalah karena rumah yang mereka tempati saat ini adalah peninggalan orangtua angkat Nida.
Terdapat penyesalan dalam hati Nida karena ketika orangtuanya meninggal, ia tak ada di samping mereka.
Saat itu Nida sedang mengabdi di pesantren. Usianya belum genap 17 tahun ketika staf TU mengabarkan padanya kalau orangtuanya kecelakaan. Ia bergegas pulang ke Dukuh Sawit.
Tapi apalah daya, maut lebih cepat menjemput keduanya. Tak ada kata perpisahan. Tak ada wasiat hati yang sempat tersampaikan. Mereka berpisah begitu saja dalam kebisuan. Itulah sebabnya Nida amat menyayangi rumah itu.
Kembali ke hari itu.
Nida tak lama membereskan baju salin untuk dibawa menginap ke rumah sakit. Tapi sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk mandi.
Usai mandi, Nida bergegas memakai baju. Namun kemudian ia mendengar suara pintu depan terbuka. Ia yang masih sibuk memakai baju pun berteriak dari dalam kamar.
"Ayah? Kok nyusul ke sini? Kasihan kan anak-anak di rumah sakit sendirian.."
Selama beberapa detik Nida menunggu namun tak ada jawaban sahutan nya.
Baru ketika ia hendak membuka pintu kamar, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Dan tampak seorang pria di muka pintu. Pria itu bukan Nanda, suaminya.
"Siapa--mm..!!!mm!!"
Teriakan Nida terpotong oleh sekapan tangan pria asing itu di mulutnya. Ia berusaha berontak, tapi tenaganya tak mampu melawan lelaki bertubuh gempal itu.
Nida berusaha memukul, menendang, menggigit, tapi usahanya bernilai percuma. Batinnya menjerit tatkala tubuhnya dihempas ke atas kasur. Ia kian merasa takut saat kilat nafsu birahi berkobar di mata pria asing itu.
'Allah! Tolong aku!!' jerit batin Nida. Kegentaran pun menggoncang batin Nida tatkala melihat pria asing di depannya yang kian mendekat.
Flashback selesai.
***
"Nida!" Panggilan Nanda yang agak keras membangunkan Nida dari lamunan buruknya akan kejadian empat tahun silam.
Nida mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum akhirnya tersadar kalau ia sedang menjahit saat itu. Dilihatnya jahitan maskernya sedikit kacau. Karena benang jahitan terkumpul di titik yang sama.
"Nida, sayang. Kamu tak apa-apa?" Panggilan berikutnya dari Nanda semakin menyadarkan Nida kalau ia benar-benar melamun terlalu lama tadi.
Ditatapnya Nanda, dan Nida melihat kekhawatiran di matanya. Ia sedikit merasa bersalah.
'Seharusnya aku tak terlalu terpengaruh saat mendengar cerita Kania tadi. Ia hanya menyebut nama Kota X saja padahal,' Sesal Nida.
"Nid, kamu gapapa kan, sayang?"
Nida tersadar kalau ia belum menjawab pertanyaan Nanda sedari tadi.
"Iya, Yah.. maaf.. aku hanya melamun tadi. Jadi gak ngedenger panggilan Ayah."
Sejenak Nanda terdiam menatap lekat-lekat istrinya.
"Kamu keingetan kejadian 4 tahun lalu itu ya?"
Nida tertegun. Ia merasa terharu karena Nanda selalu tahu apa yang ia rasa tanpa perlu baginya bercerita. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri.
'Seharusnya aku bisa berdamai dengan masa laluku. Lagipula..'
"Aku gak apa-apa, Yah. Maaf ya udah buat khawatir. Tadi memang aku sempet keingetan aja. Tapi gak apa-apa. aku oke kok," Jawab Nida.
"Tapi..."
"Beneran, Yah. Aku oke."
Nanda segera memeluk Nida. Diciumnya kepala Nida dengan penuh cinta. Direngkuhnya tubuh ringkih istrinya itu dengan penuh kasih. Sebelum akhirnya kembali berkata.
"Maafkan aku yang membiarkan malam itu terjadi. Jika saja aku yang pulang ke rumah saat itu, mungkin kamu tak akan memiliki mimpi buruk seperti ini. Maafkan--"
"Nanda Wiraguna," potong Nida.
"It's okay.. aku beneran gak apa-apa. Aku cuma selintas keingetan aja. Jadi kamu jangan nyalahin diri. Gak ada gunanya menyalahkan takdir. Kita cuma bisa merencanakan segala sesuatunya. Sementara Allah yang jadi penentu segalanya,"
"Selalu ada hikmah atas setiap segala sesuatu. Sayangnya seringkali mata batin kita tertutup untuk melihat hikmah-hikmah itu. Aku beneran gak apa-apa, Yang.. lagian, gak ada hal buruk yang benar-benar terjadi juga padaku kan di malam itu?"
"Beruntung ada Pak Kiman yang kebetulan lewat dan ngedenger suara jeritan tolongku. Jadi aku selamet. Iya kan?"
"Ya.. benar. Aku berhutang banyak pada Pak Kiman," Nanda menghembuskan nafas lega.
Sejenak suasana hening. Tampaknya Ranum dan Kania sudah selesai mencuci piring. Karena mereka tak lagi mendengar suara denting piring dan sendok yang dicuci.
Saat itu hanya detak jarum jam di dalam kamar yang terdengar di telinga. Dan kedua pasangan itu menikmati momen kebersamaan mereka dalam hening dan rasa syukur.
Bersyukur atas segala kebaikan yang mereka terima. Bersyukur atas setiap pertolongan di kala mereka dalam kesukaran. Juga bersyukur atas kesadaran dalam hati untuk senantiasa melingkupi diri dalam kebaikan.
"Alhamdulillah.. 'alaa kulli haal," lirih Nida perlahan.
***
*Alhamdulillah 'alaa kulli haal \= puji syukur kepada Allah atas setiap hal.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
mom mimu
ehhh ketemu pak kiman lagi di sini... pak kiman hebat ya ada d tiga cerita kak Mell...😅😁
2022-10-09
1
Ufika
Seharusnya sejak awal pindah aja karena lingkungan seperti itu juga sudah gak buat nyaman apalagi sampai seperti itu pasti membuat trauma mendalam di sebut aja nama kotanya seakan kembali teringat mimpi buruk
2022-10-09
1
Ameyas Rayman
dunia itu kadang memang terat kejam untuk kita yg kurang harta selalu ditindas dan selalu jadi tersangka walaupun kita adalah korban kekejaman dan ketidak adilan tersebut karena didunia ini siapa berharta, tahta dan jabatan maka dia akan jadi raja
2022-09-17
3