"Num, emang ga bisa ya kalo Anum ngelanjutin SMA-nya ke Pinang bareng Rie? Gak jauh-jauh banget kok. Cuma naik angkot dua kali doang?"
Rengekan Tari berdengung di telinga Ranum sedari Tari sampai di rumahnya satu jam lalu. Sahabat terdekatnya itu masih mencoba membujuknya tuk lanjut sekolah ke SMA di Pinang.
"Maaf Rie.. Anum ga bisa. Usaha jahit Ayah lagi sepi. Jadi Anum milih tuk sekolah yg deket-deket aja biar hemat. Ga perlu mikirin ongkos. Kasihan Bunda dan Ayah. Apalagi Kania juga masuk SMA tahun ini. Pasti Ayah Bunda lebih repot."
"Hhh.. iya juga ya."
Kania adalah adik perempuan Ranum. Usia mereka sebenarnya terpaut beda setahun. Tapi karena dulu Ranum sering sakit sewaktu masih kecil, jadi ia menunda sekolah setahun.
Jadi November nanti Ranum akan berumur 16 tahun. Sementara Kania baru berumur 15 tahun akhir Desember nya.
"Yaahh.. Rie nanti sendirian dong ke Pinang. Kayaknya angkatan kita ga ada yang ngelanjutin ke sana deh!" Keluh Tari.
"Ada kok. Itu Bobi kan ngikut Rie ke sana."
"Iih. Ampun. Iya ya. Tuh anak ngapain coba ngikutin Rie sekolah ke Pinang. Nyebelin banget kan!"
"Mungkin.." ucap Ranum ragu-ragu.
"Mungkin kenapa Num?"
"Mungkin selepas lulus di Pinang sana, dia mau meminang Rie? Hahaha!"
"Asem kecut! Ogah amit-amit Tari ama dia. Iih..benci sih iya."
"Hush.. gak usah benci-bencian segala deh Rie. Nanti kalo akhirnya kebalikan, kan Rie sendiri yang bakal malu nanti. Lagian Bobi anaknya baik kok. Cuma... agak kutu buku dikiit..," goda Ranum.
"Gak. Tetep gak. Tari mana bisa cocok sama kutu buku Num. Baca pe-er aja Rie udah kepuyengan."
"Itu sih beda neng geuliis.. ehh, tapi ko Rie cocok ya temenan sama Anum? Anum kan lumayan suka baca."
"Kamu mah udah ditakdirin jadi best friend nya Rie, Nuum.. jangan disamain ama si Bobi Sugara itu laahh.. Tari ama dia mah jauuuhh banget takdirnya."
"Duh. Istighfar Riee.. gak boleh ngedahuluin Allah lho.. lagian kan ada pepatah bilang, 'benci dan sukailah sesuatu sekedarnya saja. Karena bisa jadi yang kamu benci itu baik bagimu, juga sebaliknya. Bisa jadi yang kamu sukai itu justru tidak baik bagimu'. Gitu Rie.."
"Hhh.. susah ah ngomong ama Anum mah. Seringnya kalo gak main ceramah ya usulin pepatah.. Oh iya. Mana Kania? Emangnya belum pulang? Sekolah dia bukannya libur juga ya?"
Kania dan Ranum memang seangkatan. Tapi mereka sekolah di tempat yang berbeda. Ranum sekolah di SMP Negeri 23, jaraknya sekitar 15 menit jalan kaki dari rumahnya. Sementara Kania sekolah di SMP Baiturrahman yang bisa ditempuh setelah naik angkot sekali selama 15 menit.
"Libur sih. Tapi katanya ada acara kumpul ekskul PMR gitu deh."
"Ooh.. dia masih jealous-an ke kamu gak, Num?" tanya Tari hati-hati.
Ranum tertegun sejenak.
"Gak tau juga deh Rie. Mungkin..? Soalnya dia masih dingin gitu. Aku bingung."
"Udah gak usah dipikirin. Namanya juga masih bocah. Kalo emang dia sayang sama Anum, seharusnya dia lebih percaya sama omongan Anum dibanding pacarnya yang gak jelas itu. Udah jelas-jelas pacarnya playboy. Dia masih ama pacarnya itu gak, Num?"
"Yah.. iya. Kania masih jadian ama Tegar. Aku khawatir, Rie. Takut Tegar bikin jahat ke Kania. Waktu itu aja dia berani nyerang Anum. Padahal waktu itu Kania cuma pergi sebentar ke warung. Untungnya Anum bisa beladiri dikit-dikit. Jadi bisa lepas dari Tegar. Tapi sayangnya Kania.."
"Udah.. ga usah dipusingin Num. Kania aja belum tentu perhatian ama kamu kan?" Sergah Tari.
"Gak bisa gitu juga, Rie. Gimanapun juga Kania tuh adikku. Anum sayang Nia.."
Lirih Ranum perlahan.
Saat mengucapkan kalimat terakhir, Ranum tak menyadari kalau Kania baru saja pulang memasuki pekarangan rumah. Agaknya ia mendengar ucapan Ranum tadi karena ia sempat tertegun sebentar. Hanya sebentar saja.
Karena kemudian Kania kembali melangkahkan kaki dan masuk ke dalam rumah. Tari dan Ranum diacuhkannya begitu saja.
"Ih. Ampun! Tuh bocah ga ada sopan-sopan nya amat yak. Ucap salam kek atau salim kek. Kan gimana-gimana juga kita lebih tua darinya. Kudu diajarin etika lagi deh tuh anak," Gerutu Tari.
Ranum tersenyum kecut. Ia menyadari, sejak kejadian salah paham dengan Tegar sebulan yang lalu itu Kania jadi bersikap dingin padanya. Tapi hanya saat Ayah dan Bunda tak ada.
Jika ada Ayah dan atau Bunda, Kania bersikap seperti dulu layaknya kakak adik yang dekat. Entah bagaimana caranya agar ia bisa kembali dekat dengan Kania, adik satu-satunya itu.
Ranum ingin sekali seperti orang lain yang bisa akrab dengan saudara kandungnya. Sementara Kania seringnya mengacuhkannya. Padahal mereka berdua berbagi kamar yang sama.
Seingat Ranum, sewaktu SD kania masih bersikap manja padanya. Dalam keluarga, Ranum selalu bertindak sebagai kakak yang pengalah. Sementara jika Kania berbuat kesalahan dan ditegur Bunda, Ranum selalu siap sedia tuk membelanya.
"Assalamu'alaikum.." terdengar suara wanita menyapa.
"Wa'alaikumussalam warohmatulloh.. Bunda pulang? Sini Bun. Ranum bantu."
Nida datang membawa dua bungkusan di tangan kanan dan kiri.
"Hallo Tari.. apa kabar? Udah lama gak main? Kemana aja?" tanya Nida.
"Hehehee.. maaf Bunda baru main. Kemarin-kemarin kan lagi musim ujian jadi Tari disekap Mama di rumah. Belajar private gitu Bun.. ini aja baru boleh main ke luar."
"Oo.. ya gapapa. Maksud Mama Tari baik kok itu. Ujian nya oke kan?"
"Yahh.. lumayan lah Bun," Jawab Tari cengengesan.
"Eh, Num. Ini Bunda bawa gorengan. Makan bareng-bareng sana ama Tari. Kania udah pulang?"
"Barusan pulang, Bunda. Sekarang Nia lagi istirahat. Kayaknya kecapean.." jawab Ranum.
"Oo.. yaudah kamu makan aja ama Tari. Sisain aja yang adekmu suka ya."
"Iya. Bunda.."
"Makasih Bunda," ucap Ranum dan Tari bersamaan.
Obrolan dua mudi itu pun kembali lanjut.
"Bunda masih kerja di butik Almeer, Num?" Tanya Tari tiba-tiba.
"Iya. Kata Bunda gajinya lumayan. Walaupun Bunda jadi sering bawa buntelan baju pesanan pelanggan, sih.. kayak barusan.."
"Hmm..."
Menyadari ada yang aneh dari ekspresi sahabatnya, Ranum pun bertanya.
"Emangnya kenapa, Rie?"
"Mm.. aku pingin main ke butik Almeer. Nengokin Bunda gitu. Ngerepotin gak ya?" Tanya Tari ragu-ragu.
"Main ke butik?.. hmm.. ada angin apa nih yang bikin Rie pingin ke Almeer? Hayoo.. jujur sekarang juga. Apa yang kamu sembunyiin?"
"Mm..cuma pingin lihat-lihat doang koook.."
Mata Ranum memicing. Ada yang mencurigakan dari sikap salah tingkahnya Tari. Ia berpikir sejenak. Sampai akhirnya terlintas suatu dugaan.
"Tari mau lihat-lihat baju atau lihat-lihat anaknya Bu Darin ya? Ngaku!"
Bu Darin adalah Bos nya Bunda. Sekaligus juga pemilik butik Almeer.
Tertangkap basah, Tari pun mengaku kalah.
"Emangnya kenapa kalo aku pingin sekalian lihat Kak Bayyi? Orangnya enak dilihat juga kan."
Ups.
Kak Bayyi adalah Putra Bu Darin.
"Hihihi.. oo.. jadi namanya Kak Bayyi ya. Aku aja baru tahu namanya. Rie udah selidikin duluan yaa.."
"Iih.. Ranum nyebelin deh."
Dan dua pemudi itu terus asyik bercengkrama hingga langit berwarna mega kemerahan. Suasana sore di teras depan rumah itu pun jadi hangat karena keduanya.
Sampai jarum jam menunjuk pukul 6 kurang seperempat, barulah Tari pamit pulang dengan Honda Revo-nya..
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
mom mimu
nostalgiaan dulu ke zaman putih biru ya kak Mell 😅😁
2022-10-09
1
Ufika
Seneng deh pas baca ternyata orang tuanya menjadi ranum dengan baik malah sepeti anak sendiri
2022-10-09
1
Jans🍒
likee ka smngat
2022-09-15
2