( Selamat datang good father )
( Anda bisa cek in sekarang )
( Lakukan cek in aktifkan sistem mafia )
( Level 1 : memukul dengan kekuatan 1 tangan )
( Level 2 : memukul dengan kekuatan 2 tangan )
Begitu seterusnya, hingga level 10.
( Silahkan ditentukan mulai sekarang )
Gavino terdiam dan tidak mau melakukan apa-apa yang diperintahkan. Dia tidak tahu, apa yang saat ada di depan matanya.
"Sebenarnya, siapa yang bicara ini?" tanya Gavino seorang diri.
"Apa yang aku dapat, jika Aku memilih?"
Gavino mengajukan satu pertanyaan, yang dia miliki. Karena dia memang benar-benar tidak tahu dunia sistem.
( Good father akan menerima kekuatan )
"Kekuatan?" tanya Gavino lagi, dengan tidak percaya begitu saja.
( Silahkan pilih, dan tentukan. Kekuatan level yang good father inginkan )
Gavino yang masih ragu, dan juga tidak percaya, mulai mengerakkan tangannya. Untuk menekan tombol angka pada monitor yang tepat di depan wajahnya.
Click!
"Hosh... hosh... hosh..."
Nafas Gavino memburu. Ternyata dia baru saja terbangun dari tidurnya. Ini karena mimpi yang dia tampak sangat nyata untuknya.
"Hufhhh..."
Gavino menghembuskan nafas lega, karena semua tadi hanyalah sebuah mimpi.
Dia kembali menghela nafas panjang, kemudian membuangnya perlahan-lahan. Setelahnya, dia turun dari tempat tidur. Keluar dari dalam kamar, kemudian mencari keberadaan ibunya yang biasanya sudah ada di dapur di jam pagi seperti ini.
"Mama. Ada yang bisa Gavin lakukan untuk membantu Mama?"
Mirele menolehkan kepalanya, melihat keberadaan anaknya. "Kamu sudah bangun?" tanya Mirele pada akhirnya.
Gavino hanya mengangguk saja. Kemudian duduk di kursi kayu yang sudah renta, tak jauh dari tempat ibunya beraktivitas di dapur.
"Tidurlah kembali. Atau belajarlah sana! Bukannya Kamu ada ujian akhir?"
"Bagaimana dengan pengajuan beasiswa ke Roma?"
Gavino menjawab pertanyaan dari mamanya, satu persatu. Dia juga bilang pada mamanya itu, jika dia akan bisa sukses dikemudian hari. Dengan semua yang dia miliki.
"Iya Sayang. Kamu harus optimis dengan kemampuanmu sendiri. Ubahlah nasibmu, dengan tangan yang Kamu miliki."
*****
Beberapa minggu kemudian.
Gavino pulang ke rumah dengan senang hati. Dia membawa selembar kertas yang diberikan oleh pihak sekolah tadi, saat waktunya pulang sekolah.
Di keras tersebut dinyatakan bahwa, Gavino lulus dalam seleksi penerimaan beasiswa ke sekolah besar di kota Roma. Dengan demikian, dia juga mendapatkan jaminan biaya hidup. Selama Gavino bisa mempertahankan prestasi belajarnya.
"Cih! Dasar miskin. Yang di cari hanya gratisan saja!"
"Cupu!"
"Bau sampah!"
Sepertinya cacian dan bully-an yang diterima Gavino tidak berubah. Meskipun dia sudah bisa membuktikan bahwa, otaknya mampu bersaing, bahkan lebih unggul dari mereka-mereka yang merupakan anak-anak orang kaya.
Tapi Gavino juga tetap diam. Dia tidak mau membalas ledekan tersebut, dengan sebuah perkataan ataupun tindakan yang bisa membuat mereka jera.
Dia hanya membenarkan posisi letak kacamatanya, yang sudah tampak memudar bingkai dan juga lensanya.
Beberapa hari kemudian, Gavino benar-benar pergi ke kota Roma. Kota impian setiap orang, yang ingin merubah nasib dan keadaan mereka.
Sama seperti yang dilakukan oleh Gavino. Dia ingin bisa merubah keadaan keluarganya, dengan mendapatkan pendidikan di sekolah besar yang ada di kota Roma.
Dia seakan-akan melupakan semua tentang keadaannya yang memang serba kekurangan.
Dengan bersemangat, Gavino berangkat ke kota Roma, hanya dengan berbekal baju-baju miliknya yang sudah lusuh. Bersama dengan sepatunya yang sama lusuhnya.
Gavino tidak mempermasalahkan soal itu. Dia beranggapan bahwa, kepintaran otaknya bisa menutupi kekurangan dirinya dalam hal penampilan.
Namun sayangnya, di kota besar Roma tidak sama seperti yang ada di dalam bayangannya selama ini. Penampilan seseorang, sangatlah diperhatikan. Bahkan hal kecil sekalipun, seperti jepit rambut, bisa menjadi bahan perbincangan untuk kelas model.
Orang-orang yang mengagungkan sebuah mode, atau cara berpakaian yang harus trendy, bermerek, dan yang pastinya mahal juga harganya.
Di sekolah barunya ini, Gavino justru mendapatkan bully-an yang lebih parah di banding saat berada di kotanya sendiri. Yaitu Monte Isola.
Di sekolah ini, Gavino yang sudah berada di tingkat SMA, mendapat celaan bukan hanya dari pihak teman-temannya. Bahkan, dari wali murid atau orang tua siswa.
Mereka, para orang tua, merasa khawatir dengan keadaan Gavino yang tampak tidak sehat.
Tubuhnya yang kurus kering, dengan baju dan sepatu yang sudah tidak layak untuk dipakai, membuat merasa risih, ilfill dan harus jauh-jauh dari keberadaan Gavino.
"Da dove viene questa strana creatura?"
"Makhluk aneh dari mana ini?"
Begitulah mereka memperlakukan Gavino. Mereka semua, tidak ada yang mau berteman ataupun berdekatan dengan Gavino.
Mereka takut jika, ada virus atau penyakit yang di bawa Gavino. Sehingga mereka akan tertular nantinya.
Mereka lupa jika, Gavino adalah siswa terbaik yang bisa mendapatkan beasiswa full, bersama dengan jaminan hidup nya di kota besar seperti Roma ini.
Sayangnya, geng Alano, yang merupakan kumpulan dari anak-anak orang kaya dan pejabat, tidak menyukai Gavino. Dengan semua keadaan yang ada padanya.
Mereka berencana untuk membuat Gavino tidak bisa melihat dunia lagi. Apalagi, di saat ada teman cewek mereka, yang tampak berbicara dengan Gavino. Mereka salah paham. Sehingga mengajar Gavino saat pulang sekolah di malam hari.
Bugh!
Bugh!
Dug!
Pletak!
"Auhhh..."
"Spiacente!"
"Spiacente!"
"Ampun!"
"Ampun!"
Jeritan ampun yang keluar dari mulut Gavino, seakan-akan merupakan musik yang membuat mereka semakin ingin menghabisi nyawa Gavino.
Padahal, Gavino tak sekalipun membalas mereka semua. Dia hanya menutupi wajahnya, atau bagian-bagian tertentu yang terkena pukulan dan tendangan dari orang-orang yang mengeroyoknya kali ini.
Kesadaran Gavino mulai samar. Dia juga sudah jatuh tertelungkup, dan tidak tahu, bagaimana dengan barang-barang bawaannya tadi.
Yaitu buku-buku pelajaran yang ada di dalam tas lusuhnya.
Untungnya, tas tersebut ada tak jauh dari tempatnya berada saat ini. Mereka semua tentu saja tidak ada yang tertarik dengan tas gembel.
Karena mereka adalah anak-anak orang kaya, untuk bisa membeli apa saja yang mereka inginkan.
"Payah!"
"Harusnya mati Kamu ke neraka!"
Keadaan Gavino yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa, tidak menjadikan mereka berhenti untuk meledek dan menghinanya.
Bahkan mereka masih tetap menendang-nendang kaki dan tubuhnya Gavino, yang terbaring tak berdaya dalam keadaan tengkurap.
Kesadaran Gavino mulai hilang. Dia tidak bisa melihat dengan jelas, karena tubuhnya yang sudah sangat payah.
( Ting )
( Selamat datang good father )
( Anda bisa cek in sekarang )
"Siapa kalian?"
"Pergilah..."
"Pergi! Aku tidak peduli."
Suara Gavino yang dalam keadaan seperti ini, membuat teman-temannya mengira dia sudah tidak waras.
"Sepertinya otaknya bergeser saat Kamu pukul tadi!"
"Dasar memang dia gila!"
"Bertambah lagi populasi orang gila di Roma."
Apa yang dialami oleh Gavino, dijadikan sebagai bahan candaan untuk mereka semua.
Mereka semua tidak tahu, apa yang akan terjadi beberapa detik setelah mereka menutup mulutnya. Karena tiba-tiba, pusaran angin datang tanpa sebab dan tidak diketahui dari mana datangnya.
Gavino mulai melakukan hal yang selama ini belum pernah dia coba. Pada sistem yang ada pada dirinya sedari dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Nino Ndut
lg mimpi dpt sistem malah bengong..padahal klo gw yg kayak gitu y milih aj toh cm mimpi..malah dibawa puyeng
2023-01-20
1
sasip
ini maksudnya menghajar kale ya thor? bukan mengajar.. 😉🤭
2022-12-11
2
sasip
sirik bener² tanda tidak mampu ya thor? 🤨😠
2022-12-11
2