Gavino ( Sistem Mafia )
Ingatan Gavino, pemuda kuat yang mendapat kekuatan sistem mafia, kembali ke masa kecilnya dulu.
Semuanya sangat berbeda dengan keadaannya yang sekarang. Karena untuk sekarang ini, semuanya bisa dia kendalikan.
Kekuasaan dan uang, sangat berpengaruh dengan kekuatan yang dimiliki seorang ketua mafia. Dan semuanya itu, dimiliki Gavino sekarang.
Sangat berbeda dengan keadaannya di masa lalu. Di mana pada waktu itu, dia bukanlah siapa-siapa. Karena keadaannya pada waktu itu sangatlah miskin.
*****
"Bambino inutile!"
"Anak tidak berguna!"
"Bambino inutile!"
"Anak tidak berguna!"
Riuhnya cacian yang keluar dari mulut anak-anak sepulang dari sekolah, membuat suasana siang hari menjadi semakin panas.
Apalagi, anak laki-laki yang menerima ledekan dan cacian tersebut, hanya bisa diam dan menunduk. Tanpa mau membalas ledekan dan cacian yang dia terima.
Anak laki-laki tersebut tidak mau menambah masalah, dengan membalas olok-olok mereka semua. Karena dia sangat tahu, bagaimana keadaan dirinya sendiri. Dan juga keadaan kedua orang tuanya di rumah.
Gavino, adalah anak laki-laki berumur sekitar delapan tahun. Dia hidup bersama dengan kedua orang tuanya, di kota kecil Monte Isola, yang ada di negara Italia.
Keadaan keluarganya miskin, dan jauh dari kata cukup.
Ayahnya bernama Giordano. Buruh bangunan, yang kadang-kadang hanya bisa bekerja pada musim panas dan musim semi. Karena negara Italia, ada empat musim. Yaitu primavera (Spring) atau musim semi, estate (Musim Panas), autunno (Musim Gugur) dan inverno (Musim Dingin).
Pada musim gugur dan musim dingin, Giordano hanya bisa mengerjakan pekerjaan yang ada di dekat rumahnya. Membantu pekerjaan tetangga yang meminta bantuan, atau membantu istrinya yang berjualan makanan.
Ibunya Gavino Mirele, adalah seorang wanita yang cantik. Meskipun keadaan mereka tidak bisa menegaskan kecantikannya. Tapi, guratan wajahnya tetap memperlihatkan bahwa dia memang cantik.
Bekerja membantu suaminya untuk bisa menghasilkan uang. Dengan berjualan makanan di depan rumah.
"Gavino brutto, puzzolente, sporco!"
"Gavino jelek, bau, dekil!"
Bully-an itu terdengar lagi sepanjang jalan. Dan itu dilakukan oleh anak-anak seusianya juga. Tapi mereka dari kalangan orang-orang kaya dan terhormat. Tidak sama seperti keadaan Gavino.
'Damn it!'
"Sialll!"
'Accidenti!'
"Sialll!"
Gavino kembali membatin. Dia hanya bisa mengumpat dalam hati. Karena tidak punya keberanian untuk melawan mereka semua.
"Huhuhu..."
Pletok!
Tak!
Tuk!
"Aduh! Aduh..."
Kepalanya yang terkenal lemparan batu, terasa sakit. Sehingga Gavino mengaduh, dengan menutupi kepalanya dengan telapak tangannya yang tidak seberapa.
"Hahaha..."
"Wek... Wek...Wek..."
Gavino hanya bisa berlari, untuk bisa menghindar dari bully-an teman-temannya itu.
"Madre! Madre!"
"Mama..."
Gavino berteriak keras, memanggil ibunya, saat tiba di rumah. Tangan dan kepalanya tampak berdarah. Akibat lemparan batu dari teman-temannya tadi.
"Sayang. Amore..."
Ibunya Gavino, Mirele tampak keluar dengan tergopoh-gopoh. Dengan memangil sayang pada anaknya itu.
"Kenapa kepala dan tanganmu?"
Dengan terbata-bata, Gavino menceritakan tentang kejadian yang dia alami tadi. Saat pulang sekolah.
Hal yang sebenarnya sering kali dia terima. Yaitu perlakuan buruk dari sebagian teman-temannya yang merupakan anak-anak orang kaya.
"Sabar ya Sayang. Kamu anak yang pintar. Suatu hari nanti, Kamu pasti bisa menjadi seorang yang kuat dan bisa mengalahkan orang-orang yang jahat."
Perkataan dan harapan ibunya, bagaikan sebuah doa yang terbaik. Dan itu memang diinginkan oleh Gavino selama ini.
"Ayo bersihkan dirimu. Nanti ibu bantu untuk mengobati luka-luka yang ada di tangan dan kepalamu."
Begitulah keseharian Gavino selama ada di sekolah dasar, yang ada di dekat rumahnya.
Dia selalu mendapat ejekan dan perlakuan tidak baik. Tapi dia dan keluarganya, hanya bisa menahan diri dengan diam. Berharap suatu saat nanti, Gavino bisa mengubah nasibnya sendiri. Dengan kecerdasan dan kepintarannya di sekolah.
Malam hari, di saat Gavino tertidur.
Dia seakan-akan bermimpi, ada di sebuah ruangan. Dengan banyak tombol di sebuah monitor yang ada di depannya.
( Selamat datang good father )
( Anda bisa cek in mulai sekarang )
Gavino tidak segera beraksi. Dia tidak tahu apa yang ada di depannya saat ini. Apalagi, dengan suara yang tiba-tiba memberikan perintah.
"Apa maksudnya?"
( Anda bisa memilih level sesuai keinginan )
( Level 1 : memukul dengan kekuatan 1 tangan )
( Level 2 : memukul dengan kekuatan 2 tangan )
Begitu seterusnya, hingga level 10.
( Silahkan di mulai dari sekarang )
Gavino yang tidak tahu apa-apa, mengeleng cepat. Dia yang selama ini memang tidak pernah berbuat kasar, tentu bingung dengan adanya sistem yang tiba-tiba datang ke alam mimpinya.
Dengan nafas ngos-ngosan, Gavino terbangun dari tidurnya. Dia merasa mimpi itu nyata.
"Apa tadi? sistem?" tanya Gavino pada dirinya sendiri.
*****
Hari terus berlalu, kemudian berganti dengan tahun. Hingga Gavino sudah ada di sekolah tingkat SMP.
Dia memang salah satu siswa yang cerdas. Sehingga bisa masuk ke sekolah dengan menggunakan beasiswa.
Sayangnya, kecerdasannya itu tidak diperhitungkan oleh teman-temannya yang memuja penampilan. Terutama mode pakaian. Sehingga Gavino tetap menjadi murid yang tersisihkan.
Gavino yang tidak pernah memakai pakaian baru dan mahal, sering kali diledek dan jadi bahan pembicaraan.
Bully-an juga dia terima di sekolah ini. Sama seperti saat ada di sekolah dasar, yang ada di dekat rumahnya.
Dan sekarang, sekolah SMP ini tentu saja ditempati oleh anak-anak dari berbagai sekolah dasar. Tapi itu tidak membuat Gavino dilirik secara intelektual.
"Lihatlah. Sepatunya saja sudah tampak seperti sepatu sampah!" ejek salah satu siswa putri, yang melihatnya dengan tatapan jijik.
"Baunya juga seperti tumpukan sampah. Bukan seorang murid sekolah."
Tapi dari semua ejekan dan bully-an yang dia terima. Membuat Gavino bertekad untuk bisa pergi sekolah ke kota. Yaitu Roma.
Kota besar Italia, yang banyak memberikan mimpi orang-orang seperti dirinya.
Menurut Gavino, kota besar memiliki segudang jawaban atas kesulitan yang dua miliki selama ini.
Kemiskinan, cemooh dari orang-orang yang mengenal mereka. Dan juga tidak dianggap sebagai seorang manusia, sesuai dengan hak asasi manusia.
Gavino ingin merubah nasib dan keadaan keluarga dengan bersekolah di kota besar.
Dia merasa sangat yakin jika, kepintaran dan kecerdasan yang dia miliki, bisa membawanya pergi ke sekolah besar di kota Roma.
Kota impian Gavino.
Bugh!
Plak!
Pletak!
Tiba-tiba, ada tangan yang memukul perut dan menampar pipinya.
"Auwwwhhhh..."
Gavino tersungkur dan kesakitan. Tapi itu tidak dihiraukan oleh orang-orang yang tadi melakukan kekerasan terhadap dirinya.
"Mata itu dijaga. Ngapain melotot melihatku? bosan hidup ya Kamu!" Salah satu dari mereka, memaki dan mengumpat Gavino.
Padahal Gavino tidak merasa melakukannya.
Mungkin ini adalah tadi, saat dia sedang melamun. Dia tidak memperhatikan keadaan, yang pada saat itu ada segerombolan anak-anak geng lewat. Sehingga menganggap Gavino sedang melihat ke arahnya.
Pulang dalam keadaan seperti ini, sudah biasa terjadi. Dan ibunya, selalu memintanya untuk tetap sabar dengan doa dan harapan-harapan yang dia ucapkan.
Setiap mengalami hal serupa, malam harinya Gavino selalu bermimpi, dengan adanya dia di dalam ruangan yang mirip dengan sebuah monitor. Dan tombol-tombol angka, ada di layar tersebut.
###
Hai gaesss...
Jumpa lagi dengan novel TK. Tapi kali ini dengan genre yang berbeda. Dan karena ini adalah novel pertama TK dengan genre sistem, dipastikan akan banyak sekali kekurangannya.
Oleh sebab itu, minta kritik dan saran yang dapat membangun novel ini menjadi lebih baik.
Terima kasih untuk semuanya 😍😍🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Erickson Manoy
semangat thor
2023-10-23
0
AitchAre
Godfather maksudnya?
2023-10-09
0
Saki
jauh amat bro sampe itali
2023-07-25
0