Keesokan harinya Cansu meminta Rukmana untuk membawa Farel ke rumah sakit. Memeriksa keadaannya dan kesehatan mentalnya pasca mengalami kecelakaan kemarin.
"Kau bilang kita ada meeting penting hari ini?" tanya Farel mengingatkan Cansu.
"Bukankah aku sekarang bekerja sebagai asisten pribadimu? Jadi aku harus mengikuti kamu ke manapun, memastikan kebutuhanmu aman," Cansu menatap lekat mata Farel, memastikan keadaan pemuda tampan yang sejak kemarin mencuri perhatiannya.
"Apa kamu merasa sehat? Aku rasa lebih baik kamu ke rumah sakit dulu. Memastikan kesehatan dirimu itu jauh lebih penting. Aku bisa pergi dengan sekretaris ku nanti." Cansu sudah bersiap pergi ke kantor. Farel masih ingin protes tapi Cansu melotot melihat dirinya.
"Kau periksalah keadaan dirimu ke rumah sakit bersama Rukmana. Nanti bisa menyusulku di sana." Keputusan Cansu sudah bulat dan tidak bisa di ganggu gugat lagi.
"Benar Den Farel, bahaya kalau tidak di obati dengan benar, kita harus memastikan bahwa kamu baik-baik saja," mendengarkan penjelasan Rukmana yang masuk akal, Farel tidak bisa banyak rewel lagi.
"Baiklah. Kita ke rumah sakit dulu," Farel menatap Cansu dan memberikan senyum terbaiknya. Cansu menundukkan kepalanya.
"Kalau lama-lama dekat dia, jantungku bisa-bisa maraton terus ini," Cansu bermonolog sendiri.
"Kamu kenapa? Apa ada masalah denganku?" tanya Farel kebingungan melihat Cansu memegang dadanya sambil menggelengkan kepala. Tampak frustasi di matanya.
"Tidak apa-apa, Rukmana jangan lupa periksa semua aspek di tubuh dia. Pastikan tidak ada masalah, aku masuk dulu ke kantor. Nanti aku pergi dengan sekretarisku dan sopir perusahaan. Kamu baik-baik jaga Farel." Cansu keluar dari mobil setelah Rukmana membukakan pintu untuknya. Farel menatap gedung perkantoran yang sangat besar dan menjulang tinggi di hadapannya. Ada rasa takjub di hatinya.
"Kalian hati-hati, jangan ngebut. Utamanya adalah keselamatan." Cansu mengingatkan Rukmana sekali lagi.
"Oh ya, gunakan ini untuk membayar semua tagihan rumah sakit. Kalau membutuhkan rawat inap, pesankan kamar VIP, agar Farel merasa nyaman di sana." Cansu memberikan black card miliknya pada Rukmana.
"Baiklah, jangan kwatir kan dia. Pergilah nanti kamu terlambat." Rukmana pergi setelah melihat Cansu masuk ke gedung milik perusahaan keluarganya.
"Cansu memang majikan yang baik hati, kamu jangan heran dengan kepribadian dia," Rukmana menjelaskan pada Farel yang masih takjub dengan instruksi terkait dirinya pada Rukmana.
"Kemana orang tua Cansu? Aku lihat semalam, di mansion itu sangat sunyi." Rukmana menarik nafas pilu. Kehidupan majikannya memang penuh dengan liku dan kepedihan.
"Mereka sudah meninggal sejak Cansu masih berusia 15 tahun. Selama ini Cansu hanya hidup bersama denganku. Pamannya, adik dari papahnya selama ini yang mengurus perusahaan sampai usia Cansu 17 tahun." Rukmana menerangkan kepada Cansu pada Farel.
"Pasti dia sangat sedih. Dia wanita yang hebat. Walaupun tanpa orang tua, dia bisa tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa. Tidak banyak loh, gadis kaya dengan hati emas seperti dia." Farel memuji Cansu yang selama dia bersama dengan Cansu, tidak pernah sekalipun melihat Cansu berteriak-teriak kepada pembantu atau Rukmana.
Bukankah biasanya Putri kaya selalu bertindak sesuka hati dan tidak menghargai bawahan mereka? Farel diam dan memilih tidur sampai mereka di rumah sakit.
"Dokter, dia baru saja mengalami kecelakaan mobil yang sangat parah. Mobil dia meluncur dari tebing dan kepalanya terbentur ke batu besar. Saat saya menemukan tubuhnya, banyak luka dan darah yang sangat banyak dari tubuhnya." Rukmana menjelaskan kondisi Farel pada dokter.
"Apa yang Anda rasakan saat ini?" tanya Dokter dan memeriksa badan Farel dengan seksama.
"Aku tidak ingat masa lalumu Dokter. Setiap mencoba mengingat sesuatu, kepalaku sakit dan pusing sekali." Farel memegang kepalanya yang masih di perban.
"Nanti kita periksa semuanya, saya rasa Anda mengalami Gegar Otak dan Amnesia. Kita akan lihat hasil pemeriksaan nanti. Untuk sementara jangan lupa obatnya di minum secara teratur." dokter menyerahkan resep pada Rukmana.
"Apa tidak perlu di rawat dokter? Mungkin ada tulang patah atau apa gitu. Saya kwatir dokter." Rukmana melihat Farel yang duduk dengan tenang di kursinya.
"Tidak perlu. Luka-lukanya sudah diobati dengan benar. Kepalanya juga sudah diobati dengan benar. Kita tunggu hasil pemeriksaan nanti, baru kita ambil keputusan apakah perlu rawat inap atau tidak. Kalau yang saya perhatian, pasien dalam keadaan baik dan kuat." Dokter tersenyum pada Farel yang saat itu kebetulan melihat dirinya.
"Baiklah Dokter. Terima kasih, kami permisi." Farel dan Rukmana ke apotek dan menebus obat yang diberikan oleh Dokter.
"Betul kamu gak mau di rawat?" tanya Rukmana.
"Betul! Aku baik-baik saja. Selain tidak ingat siapa aku. Yang lainnya baik-baik saja." Rukmana merasa lega mendengar pengakuan Farel.
"Sebaiknya kamu pulang ke rumah saja ya. Istirahatlah. Badanmu membutuhkan itu." saran Rukmana tapi Farel menolak. Dia ingin berada di samping Cansu. Entah kenapa, baru berpisah sebentar hatinya sudah merasa rindu.
"Ayo kita menyusul Cansu saja. Tadi kita janji bukan?" pinta Farel dengan keras kepalanya.
"Baiklah, tapi kamu kalau merasa sesuatu yang tidak enak, istirahat ya. Jangan memaksakan diri. Kami tidak menuntut kamu untuk kerja keras." Farel mengangguk dan merasa senang dengan perhatian Rukmana kepadanya.
Saat Farel tiba di tempat meeting, mereka sudah bersiap untuk pulang. Mereka dikejutkan oleh teriakan orang yang meeting dengan Cansu saat ini. "Pak Farel?" semua melihat ke arah pria paruh baya tersebut yang langsung memeluk Farel.
"Anda siapa yah? Apa kenal dengan saya?" Farel yang kebingungan berusaha melepaskan diri dari pelukan pria tersebut.
"Tentu saja saya mengenal Anda. Lihatlah," pria itu membuka hapenya dan memperlihatkan sebuah artikel di sana.
"Farel Bramantyo seorang CEO ternama dari Bramantyo Groups menghilang selama dua hari dan saat ini belum ada kabarnya." Farel mengambil ponsel pria paruh baya itu, lalu membaca artikel tersebut.
Seketika kepalanya merasa pusing dan dia jatuh pingsan. Rukmana dan Cansu panik dan langsung membawa Farel ke rumah sakit yang tadi mereka kunjungi. Bapak paruh baya yang bernama Arifin tersebut merasa panik juga. Dia ikut serta ke rumah sakit. Cansu yang merasa penasaran juga membaca artikel yang baru saja di tunjukkan oleh Pak Arifin barusan.
"Jadi dia adalah CEO dari Bramantyo Groups?" tanya Cansu kaget.
"Dari foto yang ada di artikel itu, kemungkinan 100% benar." ucap Pak Arifin di kursi depan.
Farel di pangkuan Cansu di kursi belakang. Sampai mereka di rumah sakit, Farel masih belum sadarkan diri. Farel dibawa ke ruang IGD dan menerima perawatan di sana.
Pak Arifin berpamitan karena istrinya dari tadi menelpon dirinya. Ada keperluan mendadak.
"Terima kasih informasinya Pak, berkat Anda kami jadi tahu identitas Farel yang sebenarnya." Cansu menjabat tangan kliennya tersebut.
"Semoga Pak Farel baik-baik saja Bu. Kasihan dia. Sejak kehilangan dia, perusahaan tampaknya kacau. Adiknya yang menggantikan sementara, sepertinya tidak sehandal Pak Farel." Cansu paham dengan perkataan Pak Arifin. Setelah Pak Arifin pergi Farel juga keluar dari ruang IGD dan masuk ke ruang perawatan.
Cansu menyiapkan kamar VIP untuk Farel. Bagaimana dengan identitas Farel yang baru dia ketahui, Cansu merasa tidak bisa berlaku sembarangan pada pemuda yang kemarin di temukan oleh Rukmana itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
@Kristin
Aku tambah di favorit Thor 😁
2022-10-15
0