Tantangan pertamaku adalah meningkatkan level kemampuanku. Jadi aku harus mampu memiliki 5 orang teman. Apa yang harus kulakukan? Sedangkan di dunia game ini aku sendirian, bahkan Ryu pun tidak mempedulikanku.
Selagi aku duduk berpangku tangan sambil merenung di sebuah kafe kopi, Zen menghampiriku.
"Hei, kamu tau tidak kalau terlalu banyak mikir rambut putihmu akan bertambah." Katanya menggodaku sambil menyodorkan sepotong brownis full cokelat.
Aku mengangkat wajahku, "Darimana kamu tau ini kue favoritku?" Aku bertanya kepadany.
"Karena aku suka sama kamu. Sesimple itu Kei rasa sukaku ke kamu." Jawabnya tersenyum lebar.
Deg..
Jantungku tidak aman! Kenapa aku jadi berdebar? Ryu jahat sekali, dia benar-benar menciptakan Zen sesuai kemauanku. Bagaimana kalau pada akhirnya aku jatuh cinta kepadanya dan aku tidak bisa kembali ke duniaku?
Aku merebahkan kepalaku di atas meja, airmataku mengalir dengan cepat. Kenapa di dunia aku seperti keran bocor sih?
Tiba-tiba Zen memelukku, "Aku tidak tau apa yang terjadi kepadamu Kei. Akan kusewakan bahuku dengan gratis khusus untukmu." Katanya. Dia membelai rambut panjangku dengan lembut sambil terus mengoceh.
Bagaimana ini Zen benar-benar pria idamanku?
Aku menceritakan masalahku kepada Zen tentu saja aku tidak mengatakan kepadanya bahwa Iria menarikku ke dunia ini.
"Oh, jadi kamu mau berteman dengan yang lain?" Tanya Zen memastikan.
Aku mengangguk, "Cobalah untuk ikut mengobrol bersama mereka atau bawakan mereka snack favoritenya. Iria itu menyukai tiramisu mocacino, Jane aku kurang tau. Aku juga tidak terlalu dekat dengan mereka. Tapi aku akan membantumu." Kata Zen.
"Benarkah?" Tanyaku dengan mata berbinar.
Zen mengangguk tersenyum sambil menepuk pucuk kepalaku, "Senang melihatmu ceria kembali Kei." Ucap Zen.
Blush!
Wajahku terasa panas, dan kurasa sekarang warna pipiku berubah menjadi merah muda hanya karena ucapan Zen.
Keesokan harinya Zen menjemputku, aku cukup kaget karena dia mengetahui alamat apartemenku. Ryu saja tidak pernah menjemputku, kalau mengantar pernah tapi untuk menjemput? Big no! Dia tidak akan melakukan mobilisasi dari kursi kesayangannya ke apartemenku.
"Hmm, bau wangi apa ini?" Tanya Zen begitu aku membukakan pintu untuknya.
"Masuklah. Aku sedang membuat spaghetti brulee, tadinya akan kuberikan kepada seseorang tapi seseorang itu pasti sudah dapat dari orang lain, jadi makanlah bersamaku." Ucapku.
"Benarkah? Asik, aku bisa menghemat uang makan." Katanya sambil berjoget-joget.
Dia memakan masakanku dengan lahap, "Wah, kamu pintar memasak Kei. Buatkan untuk teman-teman yang lain dan bagikan saat makan siang nanti, bagaimana?" Sahut Zen.
"Benar juga. Bagus idemu itu Zen." Balasku tersenyum, "bantu aku yah Zen." Pintaku.
Zen mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya kepadaku. Selesai sarapan, aku dan Zen mulai menyiapkan kembali bahan-bahan untuk membuat spaghetti brulee.
Zen menyenangkan, dia selalu bisa membuatku tertawa dan dia membiarkanku terus bercerita. Zen pendengar yang baik. Berbeda sekali dengan Ryu, aku yang selalu mendengarkan segala keluh kesahnya dan pembicaraannya tentang games. Aku senang berada dekat dengan Zen.
"Sudah jadi deh." Kami mengucapkannya bersamaan lalu tertawa bersama.
Zen membantuku membawakan loyang spaghettinya. Sesampainya di kantor, Zen memintaku untuk membawanya dan menawarkan kepada teman-teman yang lain.
"Morning everyone. Hari ini Kei membawakan kita makan siang." Ucap Zen.
Semua yang mendengarnya mendekati Zen. Zen memintaku untuk membuka loyang makanan itu.
"Apa ini Zen?"
"Apa benar Keira yang membuatnya?"
Zen dengan cekatan membagi-bagikan spaghetti brulee buatanku kepada mereka.
Padahal ini belum jam makan siang tapi mereka sudah memakannya. Dan wajah mereka menunjukan kepuasan, aku rasa misi ini berhasil.
Aku menggenggam erat tangan Zen, "Bagaimana Zen?" Tanyaku.
"We'll see Kei tapi aku rasa ini berhasil." Jawabnya antusias.
"Thanks Kei untuk sarapannya. Besok-besok lagi yah."
"Kei, kamu benar-benar pintar membuatnya." Seru yang lain.
Aku membalas mereka dengan senyuman, paling tidak sistem permainan ini akan menghitungnya.
Zen dan aku kembali ke meja kami masing-masing, aku belum melihat Iria dan Jane sedari tadi. Targetku adalah Jane dan Bern. Tapi mereka belum datang sepertinya.
Ah, mr. Sean!
Aku berlari menghampiri mr. Sean, targetku selanjutnya adalah membuat mr. Sean mempromosikanku menjadi asisten pribadinya. Di dunia ini, Iria yang menjadi asisten pribadi dan termasuk di dalamnya asisten favorit mr. Sean.
"Good morning mr. Sean. I brought you spaghetti brulee for breakfast this morning. Please take it." Sahutku.
Mr. Sean memandangku, aku cepat-cepat menambahkan, "I made by myself."
Mr. Sean mengambii, "Okei. I'll take it. Thank you, ummm. What's your name?" Tanya mr. Sean.
Aku tidak percaya! Mr. Sean yang selalu membanggakanku sekarang melupakan namaku.
"Kei, just call me Kei." Aku menjawabnya.
Kemudian mr. Sean memberikanku senyuman kecil dan berlalu memasuki ruangannya.
Aku menghela nafas panjang meratapi nasibku. Aku tidak boleh menangis lagi. Airmataku terlalu berharga untuk itu.
Tak lama aku mendengar suara Bern, Jane dan Iria memasuki ruangan. Aku memandang mereka dengan iri, biasanya aku yang berada di tengah-tengah mereka bukan Iria. Hatiku terasa sesak sekali melihat mereka.
Iria menatapku, "Hei Keira! Mana salam selamat pagimu! Kami ini seniormu kan harusnya sudah ada kopi tersedia disini." Tukasnya.
Aku berjalan ke pantry untuk membuatkan mereka kopi. Aku melewati mereka, dan tiba-tiba saja Bern menarik kepangan di rambutku.
"Lepaskan saja! Kamu seperti orang yang tidak punya peradaban jika di kepang seperti itu." Tukasnya dan melepaskan ikatan rambutku. Kemudian mereka bertiga tertawa, dan sekarang seisi kantor menertawaiku.
Aku mengibaskan rambut ikal panjang yang tadi aku jalin dengan rapi.
Mataku sudah mulai digenangi oleh airmata yang aku tahan untuk kuturunkan, namun pandanganku menjadi tidak jelas dan tiba-tiba,
Bruk!
Aku terjatuh, lututku lecet. Bagaimana ini? Aku tidak boleh terluka.
Iria tersenyum licik ke arahku, dan memintaku untuk melihat ke atas kepalaku. Aku mendongakan kepalaku, dan melihat satu hati telah retak dan warna kemerahannya berkurang setengah. Aku kesal sekali!
Aku segera berlari dari sana dan menuju atap kantor kami. Setelah sampai di atap aku berteriak mengeluarkan segala kekesalanku,
"Iria sialan!" Aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku tidak peduli ada yang mendengarku atau tidak.
Aku kembali menangis tersedu-sedu. Sesak sekali rasanya. Karena terlalu sakit, aku tidak sanggup lagi menopang tubuhku, aku terjatuh dan kupeluk diriku sendiri erat-erat.
Tak berapa lama ada lengan hangat yang memelukku. Dis tidak bicara, dia tidak tertawa, dia hanya menepuk-nepuk punggungku.
"Zen?" Ucapku.
Zen memelukku erat sekali seakan tidak boleh ada orang lain yang bisa merebutku darinya.
Aku menangis sepuasnya di dalam pelukan Zen, "Te..terimakasih Ze..Zen. Ka..karena ka..kamu sela..selalu ada di sa..sampingku." ucapku terbata-bata.
Zen mengangkat wajahku dengan kedua tangannya yang besar, dan dia memandangku tajam, "Kamu boleh membalas mereka Kei. Kalau kamu kesal, lawanlah mereka." Katanya.
Aku mengangguk, kemudian ia mendekatkan wajahnya ke arahku dan menciumku dengan lembut. Ini ciuman pertamaku dan rasanya asin karena airmataku masih terus mengalir.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
tintakering
zen pria idaman😁
2022-08-20
0
Sophia
serba salah juga jadi Kei
2022-08-13
0