Game World

Aku tercengang melihat Iria sedang berada di apartemen Ryu.

"Bukankah kamu Iria?" Tanyaku kepadanya.

Iria mengangguk, "Kenapa Kei? Seperti melihat hantu saja. Masuklah." Katanya mempersilahkanku untuk masuk ke dalam seolah-olah Iria yang mempunyai ruangan ini.

Ryu sedang sarapan di meja kecilnya tempat ia biasa makan, "Loh, Ryu kamu sudah makan? Aku membawakanmu roti lapis dan roti bakar cokelat kesukaanmu." Aku mengeluarkan kotak bekalku satu per satu.

Iria mengambil kotak bekal dariku dan membukanya, "Apa ini bekalmu Kei? Kamu menghabiskan semuanya sendiri? Pantas saja kamu gendut." Katanya jahat kepadaku.

Aku melihatnya kesal! Airmataku sudah menggantung di pelupuk mataku, "Jahat sekali ucapanmu Iria! Ini bukan untukku, ini untuk Ryu. Ryu hanya makan bekal buatanku!" Aku membalasnya tak mau kalah.

Ryu yang sedang asik mengunyah melihat ke arahku, "Aku? Makan bekal buatanmu? Sejak kapan Kei? Kan dari dulu kamu juga tau Iria selalu membawakanku makanan." Sahut Ryu dan tanpa mempedulikan perasaanku dia melanjutkan kegiatan makannya.

Aku sangat kesal pagi ini! Apa ini cara Ryu membalas dendam karena kemarin aku membuat komputernya bermasalah?

Aku berangkat kerja dengan perasaan dongkol dan kesal, aku ingin segera bertemu dengan Jane dan menumpahkan segala kekesalanku.

Sesampainya di kantor, kenapa tidak ada yang menyapaku?

"Hai." Aku mencoba menyapa lebih dulu. Tapi dia tidak menyapaku.

Aku menyapa temanku yang biasa membelikanku kopi pagi, "Hai, apakah kamu mau kubelikan kopi untuk hari ini?" Aku bertanya dengan nada ceria kepadanya, tapi sekali lagi aku diacuhkan.

Betapa terkejutnya aku ketika orang-orang kantorku menoleh dan menyapa seseorang,

"Hai Iria."

"Iria, kenapa bisa kamu selalu cantik?"

"Iria, aku membelikan kopi favoritemu tiramisu mocacino."

Deg!

Itu favoritku, bukan favorit Iria!

Aku memperhatikan gerak gerik Iria yang benar-benar meniru gayaku.

Dengan kesal aku memasuki ruanganku, dan sekali lagi aku dibuat terkejut karena di mejaku tidak tertulis namaku, melainkan nama Iria.

Aku menggebrak meja,

Brak!

Ini tidak bisa dibiarkan! Aku mencari Jane di ruangannya, akan tetapi aku tidak menemukan Jane disana.

Aku kembali mencari Jane di pantri tapi Jane juga tidak ada. Aku hampir putus asa dengan keadaan ini. Dadaku mulai terasa sesak karena menahan emosi yang membuncah dan mendesakku untuk di keluarkan.

"Jane! Aaaa, kamu terlambat datang hari ini."

"Haaaaiiii Iria sayang. Iya, macet sekali dan lagi aku bangun kesiangan hari ini. Apa kamu tau tentang..."

Aku mengenali suara itu. Itu suara Iria, dan aku hapal dengan suara balasan yang heboh itu. Itu suara Jane. Aku merasakan hatiku seperti tertusuk jarum, pedih sekali.

Aku melangkahkan kakiku keluar, aku membuat senyumku senormal mungkin untuk menyambut Jane dan berharap mendapat simpati darinya.

Aku berjalan menghampiri Jane dan menyapanya, "Jane! Kamu kemana saja. Aku ingin bercerita tentang sesuatu saat makan siang nanti. " Sahutku

Jane menatapku seperti menatap orang asing, "Keira, tumben sekali kamu mengajakku biasanya kamu makan siang sendirian di mejamu." Katanya dingin

Aku mengerutkan keningku, "Aku? Selalu makan siang sendiri?"

Jane mengangguk, "Ya, disitu." Katanya sambil menunjuk meja kerja paling pojok di sudut kantor dan di bawah pendingin ruangan.

Aku menghampiri meja kerjaku, dan ya disitu tertulis namaku. Keira Ophelia.

Aku melihat sekelilingku, entah kenapa Iria yang menjadi pusat perhatian biasanya aku yang ada disana. Biasanya aku yang berada di tengah-tengah mereka, dan mereka yang akan selalu memandangku dengan kagum.

Aku menatap Jane dengan sedih, seperti patah hati rasanya jika kehilangan seorang sahabat sehebat Jane. Tak terasa airmataku bergulir jatuh dan menetes di pangkuan tanganku.

"Nih, ambillah." Seseorang memberikanku sehelai tissu. Aku mengambil tissue tersebut dan mengucapkan terimakasih kepadanya.

Pria itu duduk di meja depanku dan menghadap ke arahku, "Usap airmatamu dan tersenyumlah." Katanya.

Aku mengangkat wajahku, "Zen?" Tanyaku.

Ia mengangguk, "Siapa lagi yang akan menghiburmu kalau bukan aku?" Jawab Zen tersenyum lebar.

Aku tercengang menatapnya. Zen tampan sekali, matanya hijau kodok, senyumnya menawan, tubuhnya bagus, benar-benar sempurna sekali. Cerdas sekali Ryu bisa mengingat dengan jelas setiap detail kriteria pria idamanku.

...----------------...

Seusai jam istirahat, Iria menghampiriku. Aku sengaja menyibukkan diriku dengan berlembar-lembar dokumen yang ada di depanku.

"Bisa aku meminta waktumu sebentar?" Tanya Iria.

Aku memandangnya kesal, "Apa kamu tidak bisa melihat aku sedang sibuk?" Sahutku.

Iria menarik pergelangan tanganku tanpa mempedulikan teriakan kesakitanku. Dia terus menarikku hingga kami sampai di ruangan keluar tangga darurat.

"Ada apa sih?" Tanyaku.

Iria menatapku, "Kupikir kamu seseorang yang pintar ternyata kamu tidak tau apa-apa. Cih!" Katanya meremehkanku.

"Apa maksudmu?" Aku bertanya kepada Iria dengan nada tersinggung.

Iria menghela nafasnya, "Baiklah aku akan memberitahumu tentang situasi yang terjadi sekarang." Katanya

Jantungku berdegup kencang, "Katakanlah." Ucapku menegarkan suaraku.

"Saat ini kamu berada di dalam dunia permainan. Dunia permainan ini adalah duniaku. Di dunia ini aku yang menjadi tokoh utamanya, bukan kamu. Itu sebabnya mengapa orang-orang acuh kepadamu." Kata Iria memulai penjelasannya.

Aku berusaha menjejalkan segala informasi dari Iria ke kepalaku.

Iria berkata lagi, "Sewaktu listrik di apartemen Ryu mati, akulah yang menarikmu kesini. Dan yang mematikan aliran listrik juga aku." Katanya.

Aku hanya bisa ternganga mendengar ucapannya, "Bagaimana?" Tanyaku sambil mencubit-cubit pipi dan lenganku berharap aku akan terbangun.

"Tenang saja ini bukan mimpi. Di dunia ini Ryu sudah membuat setting tempat sama seperti di dunia nyatamu. Hanya saja di dunia ini aku adalah kamu di dunia nyata. Sifatku dan sifatmu sama, hanya saja Ryu membuat aku sesuai dengan kriteria wanita idamannya. Cantik, seksi, bermata biru, tinggi dan langsing. Aku juga tidak paham kenapa aku harus mempunyai sifat seperttimu." Sahut Iria.

"Jadi, karena ini adalah sebuah permainan maka tugasmu adalah memenangkan permainan hingga level akhir. Aku akan memberimu enam hati sebagai nyawamu. Misalkan kalau kamu terjatuh dan berdarah maka nyawamu akan berkurang setengahnya. Tugasmu mudah saja, membuat Ryu jatuh cinta kepadamu. Lakukan segala cara yang kamu punya sebelum nyawamu habis." Sambungnya lagi.

Aku mengangguk, "Hanya itu saja?" Tanyaku menggampangkan.

Iria mendengus tertawa, "Saat tiba waktunya nanti kamu akan segera menyesal telah berkata hanya." Jawabnya ketus.

"Di dunia ini Ryu tergila-gila kepadaku, begitu pula dengan Jane dan semua orang yang hidup di dunia ini. Kamu akan sulit mendapatkan Ryu. Dan lagi, Ryu menciptakan sosok pria yang menyukaimu bernama Zen. Dia adalah sosok pria idamanmu bukan? Kamu nanti diminta untuk memilih antara Ryu dan Zen, jika kamu memilih Ryu maka kamu harus mengalahkanku untuk bisa memenangkan permainan ini. Tapi jika kamu memilih Zen, kamu akan terjebak selamanya disini." Sahut Iria menjelaskan. Jari telunjuknya teracung di depan bibirku. Ia memintaku untuk mendengarkannya lagi.

"Kamu harus membangun duniamu sendiri disini, nanti Zen akan membantumu. Kamu bisa naik level jika kamu bisa mendapatkan terget poin. Di setiap level yang akan kamu naiki, kamu bisa mengupgrade Level Kemampuanmu, Level Cintamu dan Level Kehidupanmu. Tenang saja, akan ada senjata yang membantumu." Sambung Iria lagi.

Mendengar kata senjata aku menjadi bersemangat, "Benarkah? Kamu akan memberiku senjata?" Tanyaku.

Iria menatapku tak percaya, "Aku tidak akan sebaik itu. Senjatanya ada di dalam dirimu sendiri. Carilah dan pakailah kekuatanmu itulah senjatamu."

Aku mencerna ucapan Iria. Apakah aku bisa memenangkan game ini dan kembali ke duniaku atau aku akan terjebak disini? Ah, aku pusing.

"Bagaimana cara memulai permainannya?" Aku bertanya kepadanya.

Iria menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Kamu sudah menekan tombol play di layar jadi sekarang sudah mulai permainannya." Jawab Iria.

"Aku sudah terlalu banyak membantumu! Sisanya, lakukanlah dengan caramu kalau kamu ingin kembali. Aku tidak akan membantumu lagi, dan ingatlah permainan ini sudah dimulai. Bersemangat lah Kei untuk bisa memenangkan permainan ini." Pesan Iria kepadaku.

...----------------...

Terpopuler

Comments

tintakering

tintakering

salam kenal thor. cerira yang menarik😊

2022-08-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!