bab 04

Hatma melepaskan pelukannya begitu sadar siapa yang tengah dirangkulnya, selagi gadis ini berbunga-bunga meleleh karenanya, Hatma memegangi kepala seperti sedang kesakitan. Pada waktu yang sama bibi masuk kamar memanggil Hatma keluar.

Sebelum Hatma beranjak dari ranjang, bibi memberi sebuah tongkat padanya. Hatma melihat kedua kakinya dibalut perban. Lebih-lebih lagi dia bertanya-tanya apa yang tengah dilakukan perempuan ini di kamarnya, tanpa sepengetahuannya sama sekali.

"Kamu dibawa ayahku kemarin lusa, udah dua hari loh kamu nggak sadarkan diri.. aku rela nungguin kamu di rumah sakit satu hari dua malam," katanya Silvi membusungkan dada berbangga diri.

Menyadari satu hal, Hatma menyentuh keningnya sendiri pertama mengetahui jawabannya. Sekarang Hatma mencoba tegak berdiri, justru malah terjatuh akibat lemas yang begitu memerihkan dirinya hingga serasa ingin menangis disitu juga.

...[Skill: penyembuhan]...

Cahaya hijau mengelilingi kedua kakinya, membuat Hatma terkesiap kaget tidak merasakan apapun kembali. Namun, saat melihat bibi tiada secuil reaksi buat Hatma lega bahwa efek sihir tidak terlihat oleh orang lain, begitu pula Silvi terlihat tak tahu menahu.

Walaupun demikian Hatma berpura-pura memakai tongkat penyangga, layaknya pohon pisang yang disangga agar tidak roboh. Dalam perjalanan menuju dapur, Hatma melihat jikalau di ruang tamu terdapat orang lain selain bibi dan dirinya karena tiada orang yang tinggal di rumah ini selain mereka berdua.

"Hmm? Kok.. ada darahnya, tadi perasaan nggak ada darah apapun deh.." batin Silvi melihat belati yang dibawa Hatma kemarin malam. Saat dirinya kembali pulang dari rumah sakit belati itu tidak memilki noda darah pada bilah belatinya sama sekali.

"Hatma, apa kamu nyoba lukain diri sen--" semasa hendak bertanya pada yang bersangkutan. Hatma sudah pergi keluar kamar bersama bibinya.

"Ada orang di ruang tengah, bibi?" Tanya Hatma.

"Ish makanlah dulu, kamu belum makan dua hari bisa begitu? Gak lapar apa!" Sahut bibinya mencuaikan pertanyaan Hatma barusan. Membuat ia hilang akal mendapati bibi tidak menanggapinya.

...***...

Sesudah melahap makanannya Hatma disuruh untuk menemui seseorang di ruang tengah, tanpa secuil pun perasaan bingung menghilang dari sanubarinya, Hatma menemui mereka berdua. Perkara kecil akan dibuat menjadi perkara besar, bagi orang besar yang memiliki otoritas dan sifat jahat.

"Reza, apa kita perlu membahas perkara ini sampai alam baka?" Cakap Hatma mengawali pembicaraan yang mengundang amarah pria pendek dan gemuk di hadapan Hatma menggetarkan gigi.

Selagi bibi tiada Hatma mengoceh tentang anaknya membuat pria gemuk ini menuruti amarah dan hendak baku hantam terjadi, walaupun terlihat jelas siapa yang akan menang. Wanita yang mengurus Hatma dari kecil datang dari dapur dengan teh.

Mereka duduk saling berhadapan, Hatma pula hanya membuang muka meski remaja laki-laki berambut pirang dengan anting simpai pada daun telinga Reza melukiskan sedikit cara bergaulnya. Jauh pada lubuk hati Hatma saat ini, ia begitu enggan dan sukar meminta maaf kepada mantan perundung saat SD.

"Hatma tidak sudi meminta maaf padanya," ujarnya sambil menjeling ke arah ayah Reza. Sedangkan pria ini tidak terima dengan memulai bentakan keras.

"Hatma.. gue bener-bener minta maaf, nanti kalo.."

"Reza! Jangan angkat bicara saat ayahmu bicara, itu sangat tidaklah sopan!" Teriak ayahnya menunjuk muka anaknya bersama mata sinis kepada Hatma.

Tatapan tajam netra Hatma pada tangan kiri Reza mengambil perhatian gadis yang baru datang, mereka masih saja adu mulut. Dia terus menantang ayah Reza tanpa henti, sedangkan bibinya bergeming tanpa melakukan apapun, begitu pula Reza.

Silvi tiba-tiba duduk di sofa sembari menuangkan teh panas dari teko, gadis ini hanya menuangkan air untuk tiga orang. Bibi membuang napas saat Hatma menggencarkan kata-kata hinaan. Sementara Silvi terlihat senyam-senyum, Reza pula sedari tadi cukup lama memegangi kening menonton perihal ini.

"Didik anak bapak dengan benar! Jangan sedikit-sedikit dibilang durhaka hanya karena dia mengutarakan pendapat," ujar Hatma tanpa jeda.

"Itu membuatnya berani melawan!" Bantah pria ini.

"Ayah busuk macam apa kau? Saat ini Hatma---!"

"Diam!" Teriak Silvi menyela. Dia menarik napas dan panjang mengatakan, "biarpun ngeliat Hatma marah-marah jadi membangkitkan gairah se---maksudku kesenangan tersendiri.. ini udah cukup!"

"Woi.. diamlah sebentar, cewek bebal. Hatma lagi menegaskan sesua--"

"Cobalah sedikit dewasa, Reza datang ke sini untuk minta maaf pada Hatma, bukan? Menurutku juga sih tindakan Reza saat kecil pada Hatma itu keterlaluan sekali.. jadi wajar bila Hatma tak terima dan masih punya dendam pada anak bapak."

"Nona, saya bukan tengah membahas hal semacam itu melainkan luka pada tangan anak saya ini! Bukankah ayah anda berniat menjodohkan kalian berdu--" ucapan pria ini terjeda seketika begitu muka Silvi bertukar drastis 180° berbeda.

Gadis ini angkat kaki dari rumah dengan marah yang meruap-ruap, dengan pelan Silvi menutup pintu kemudian melangkah menuju kediaman. Sedangkan disisi lain bapaknya merasakan ancaman seperti tengah diincar hewan buas, bagaikan harimau ganas.

Hatma tau jikalau mereka itu dalam perusahaan atau bisnis yang sama, tidak aneh jika ingin saling menjodohkan keturunan. Lelaki ini tak menginginkan hubungan lebih dekat dengan dua keluarga ini, Hatma menarik Sord Kembar dengan sembunyi dari belakang tubuhnya dan menariknya dari belakang.

"Napa ada sekelebat cahaya di belakangnya?" Batin Reza menyadari tindakannya.

Sesudah menyimpan pedang di atas meja membuat mereka bertiga hilang akal, seusainya Hatma mengulurkan tangan. Dia mengigit bibir, pertukaran durja dingin melantas amarah yang menjadikan durja Hatma begitu tertampak bengis, hanya itu satu-satunya emosi yang dimilik Hatma.

"Nggak, gue gak mau lakuin itu ke kamu lagi.." ujar Reza mengepalkan tangannya dengan geram.

...[Tugas opsional: menerima permintaan maaf]...

...[Hadiah: nyawa kedua]...

Menerima permintaan maaf secara tulis memanglah tidak mudah, tetapi sekedar lisan sangatlah gampang. Apatah gunanya mendengar permintaan maaf Reza, bila dirinya tidak kuasa mengampuni dirinya jauh pada sanubarinya, pikir Hatma begitu melihat tugas opsional semacam ini.

Hatma tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepala, selaku orang tidak peduli lagi dengan kehidupan dia menundukkan kepala begitu rendah nyaris mencapai lantai. Tidak lama seusainya ayah Reza pergi, dengan terpaksa setelah menjumpai remaja kurang waras, pikirnya sekarang.

"Lain kali jangan bawa pisau ke luar saat malam, bibi nggak izinin apapun alasannya.." ungkap bibi sambil pergi angkat kaki menuju dapur.

"Maaf," balas Hatma pendek. "Baiklah Reza, aku maafin kamu kok.." cakap Hatma menaikkan pandangannya ke atas menemukan Reza sedang kelihatan merasa sungguh teramat bersalah.

Sesudahnya Hatma tidak melihat hadiah yang diberi membuatnya sedikit kecewa, mereka berdua saling tertunduk diam, tanpa sekelumit cerita ataupun percakapan. Begitu hening nan sunyi, decak jam pun menguasai seluruh ruangan membuat keduanya enggan bicara dan bertanya.

Walaupun begitu Hatma menjeling ke dapur melihat kalau bibi tengah sibuk, tangannya mengambil Sord Kembar dan menggores lengan di hadapan Reza, membuat Reza terkesiap kaget. Bukan karena luka maupun darah yang mengucur, melainkan sesuatu hal lain yang sekiranya mustahil untuk dilakukan oleh manusia.

Terpopuler

Comments

Dewa Tegar Jati Pratama

Dewa Tegar Jati Pratama

kagak jelas konsep maupun alur ceritanya

2022-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!