Desa Bunge terlelap. Namun gerhana bulan darah membuat desa seperti diintai petaka besar.
Dan benar saja kesunyian itu terusik oleh jerit tangis seorang wanita minta tolong. Disusul kentungan desa bertalu-talu.
“Ada apa Ibu Kerimasih?”
Warga desa berdatangan membawa senjata tombak, keris, parang, hingga sabit. Mereka belum tahu apa yang sebenarnya dialami wanita tua itu.
“Tolong pak... Tolong!”
“Tolong apa, ada apa?” kata warga.
“Anak saya Serinah,” ibu Kerimasih gelagapan. Nafasnya yang terengah-engah karena panik, membuatnya kesulitan bercerita.
“Tenang Bu. Ceritakan dengan benar,” saran warga lain.
“Anak saya Serinah, diculik Selaq pak,”
“Astaga!"
Seketika semua wajah diliputi ketegangan. Para ibu dan anak yang mengetahui alasan Ibu Kerimasih ikut panik.
Desa Bunge, geger seketika!
***
Kepanikan menyebar ke seantero desa. Warga pria segera berjaga-jaga di depan rumah, sebagian lain berkelompok menjaga titik strategis, dan lainnya patroli keliling desa.
Baloq Darwire yang telah mendapat laporan salah satu warganya diculik Selaq mengumpulkan pasukan elitenya.
“Akhirnya waktu ini tiba,” gumamnya seakan telah tahu peristiwa ini akan terjadi.
Ia telah bersiap. Berpakaian serba hitam, Sapuq atau Udeng hitam, kemudian menyelipkan sebilah keris di pinggang.
Pria yang paling dihormati di desa itu, kemudian berjalan mendekati sebelas pasukan elite yang menunggu di balai desa.
“Siapa kalian?” teriak Baloq Darwire merobek keheningan balai desa.
“Darah Desa!” timpal sebelas pasukan elite menjawab kompak, lugas.
“Siapa kalian?” pekik Baloq Darwire sekali lagi.
“Darah Desa!” jawab mereka, mengujam.
“Untuk apa kalian ada?”
“Hidup dan mati demi desa!” jawab mereka kompak.
Darwire mengangguk pelan. Ia kemudian melangkah ke ujung kanan syaf pasukan elite. Mendekati pimpinan pasukan elite yang berdiri perkasa.
“Pulanglah,” kata Baloq Darwire.
“Siap! kami belum menerima misi dari Kepala Desa!” jawab pria perkasa itu lantang. Menolak perintah pulang dari Baloq Darwire.
“Pulanglah, jaga anak istri. Mereka pasti sangat membutuhkan kehadiran kalian melindunginya malam ini,” kata Baloq Darwire.
“Siap! kami masih menunggu misi dari Kepala Desa!” jawab pria itu mengulangi jawabannya.
“Apa kalian tidak khawatir, anak istri diculik Selaq?” tanya Baloq Darwire
Tetapi untuk kesekian kalinya jawaban pimpinan pasukan elite itu sama: “Siap, kami belum menerima misi dari Kepala Desa!” tegasnya tanpa ragu.
“Kondisi desa saat ini berbeda dari berbagai level kegentingan yang pernah kalian pelajari di Perguruan,"
Sejenak Baloq Darwire mengatur nafas. Dadanya terasa sesak.
“Desa yang aku bangun 50 tahun lalu, bersama empat sahabat yang telah mendahuluiku pergi ke alam Baka. Mereka berpesan, agar aku menjaga desa ini dengan nyawaku,” suaranya berubah serak.
“Tapi perjanjian itu adalah antara aku dan mereka. Bukan dengan kalian. Jadi, pulang dan segera selamatkan anak istri kalian dan bila situasinya tak terkendali, segaralah mengungsi!"
Sebelas pasukan elite itu bergeming. Berdiri tegap di posisi masing-masing.
“Mereka kemungkinan memberontak malam ini dengan alasan aku mengingkari perjanjian. Jadi sesungguhnya tidak ada misi malam ini. Aku hanya ingin melihat pasukan elite yang telah aku bangun susah payah,"
Baloq Darwire meninggalkan sebelas pasukan elite yang mematung. Langkahnya tegas menerobos kegelapan malam.
“Para Selaq itu mencariku, bukan mencari warga,” katanya pelan.
Sebelum pergi Baloq Darwire memerintahkan warga Desa berjaga di beberapa titik strategis. Beberapa warga yang menawarkan untuk mengawalnya ditolak halus.
“Hanya aku sendiri yang bisa menyelesaikan ini, jika kalian ikut, malah nanti jadi beban,” jawabnya.
***
“Hoaaam ... ngantuk senior,”
“Selaq kok ngantuk,” sahut Mopol Kesur.
“Sampai kapan kita di sini?”
“Sampai rencana berhasil,”
“Terus anak ini bagaimana, apa bisa kita santap sekarang?”
“Goblok, kalau kau santap, lalu siapa yang jadi tawanan?”
“Tinggal menculik anak lagi. Gampang!”
“Punya kepala tapi gak ada otak,” gerutu Mopol Kesur.
“Lah kok ngegas?”
“Kau pikir warga desa akan sukarela menyerahkan anaknya sebagai tawanan? Mereka sekarang pasti waspada tinggi dan lebih solid menghadapi ancaman, setelah salah satu warganya kita culik,”
Mopol Kesur melirik ke arah Ngeres Koneng. “Apa setiap seniman otaknya kosong sepertimu?”
“Otakku bukan kosong. Tapi hatiku yang terlalu perkasa menguasai otakku. Ketahuilah seni itu membuat orang kagum tanpa logika,”
“Rumit,” sahut Mopol Kesur.
“Apa yang rumit senior, kau pernah jatuh cinta?”
Mopol Kesur yang ditanya tak menjawab.
“Saat cintamu hadir tanpa logika, maka itulah manifestasi seni yang ada di dalam jiwamu,” gestur Ngeres Koneng begitu semangat menjelaskan maka seni.
“Sampai kapan mulutmu ngoceh. Visi kita berbeda, percuma kau yakinkan aku dengan teorimu. Mau bagaimanapun seniman dan pedagang tidak akan pernah sejalan!” tukas Mopol Kesur.
***
“Mana anak itu?” ujar Baloq Darwire.
Pria sepuh itu telah berdiri di hadapan empat sosok misterius tak jauh dari Gubuk Tua.
“Anak yang mana Darwire, bukankah kau yang justru menyembunyikan Jumindri?” kata sang Raja Selaq Bunge.
“Kelompokmu, menculik anak desa,"
“Menculik? tidak mungkin kami menculik warga desa sendiri,” tolak Selaq Bunge.
Ngeres Beaq sosok misterius dengan cahaya merah di keningnya mendekati Selaq Bunge.
“Ampun Paduka Raja, sepertinya Mopol Kesur dan Ngeres Koneng melakukan sesuatu di luar yang kita rencanakan,” ujarnya.
Selaq Bunge menggeram. “Ngeres Beaq, Mopol Ngeros, dan kau Kembang Tereng, cari Ngeres Koneng dan Mopol Kesur. Biar aku bermain-main dengan Darwire,” perintahnya.
Baloq Darwire mencabut kerisnya. Menghalangi langkah tiga kasta Selaq yang akan pergi meninggalkannya.
“Tua-tua begini, naluriku masih tajam membaca strategimu,” kata Darwire bersiap menyerang.
“Maksudmu?” kata Selaq Bunge menyelidik.
“Sudahlah sebelum kau menganut paham Selaq kita dulu seperguruan. Aku tahu bagaimana cara berpikirmu. Percuma kau mengelabuhiku dengan mengatakan mereka akan pergi menjemput dua Selaq yang lain. Aku tahu maksudmu,”
“Apa yang kau tahu tentang rencanaku?”
“Setelah aku berdiri di sini, artinya kau berhasil memancingku jauh dari warga Desa, kan? Kau sengaja menyusupkan dua anggotamu memancingku keluar. Kau sudah bisa menebak aku akan menggunakan ilmu Halimun menyembunyikan rumah dan keluargaku, karena kita seperguruan,”
“Lalu?” tanya Selaq Bunge, tertarik.
“Dan rencanamu berhasil. Setelah menjauhkanku dari warga desa, sekarang kau bermaksud mengirim 5 Selaq mengacau di desa saat kita bertarung,”
“Luar biasa, Darwire. Pantas pilihan sebagai kepala desa tidak jatuh padaku melainkan padamu. Bahkan setelah setua ini, analisamu masih tajam. Sayangnya, sekarang kau hanya sendirian, tidak mungkin dapt menghalangi rencana kami,” Selaq Bunge tertawa menggelegar.
“Aku sudah mengira, perjanjian tentang Jumindri, hanya akal-akalanmu memberontak pada desa,”
“Bhwahaha ... Pintar. Jenius Darwire. Aku pikir kau tertipu, tapi rupanya aku terlalu meremehkanmu. Ah... sayangnya desa ini akan kehilangan sosok jenius yang dimilikinya. Setelah kematianmu aku yang akan memimpin desa ini dengan caraku sendiri. Kau terlalu lembek!”
Setelah berkata begitu, Selaq Bunge melompat menyergap Baloq Darwire. Pria sepuh itu segera bergerak lincah jauh ke belakang. Menghalangi usaha tiga Selaq lainnya yang ingin masuk ke desa.
Kibasan keris pusaka yang dipegang Darwire, menyemburkan hawa panas luar biasa yang dirasakan para Selaq. Mereka mundur, cukup jauh mengurangi hawa yang membakar.
“ ... Mas kuncinat, langit tepong pituq rampih ...”
Darwire tengah merapal mantra. Tubuhnya perlahan-lahan ringan, seringan kapas. Gerakannya luwes dan lentur.
“Darrrwirrre... kau memang murid kesayangan guru, tapi bukan berarti selamanya lebih hebat dariku. Selaq tidak akan pernah kalah oleh manusia,” geramnya.
Selaq Bunge kembali melanjutkan perkataannya, “Kalian manusia sibuk membelenggu diri dengan norma-norma dan aturan yang membatasi kemerdekaan menguasai kekuatan besar ,” serunya.
“Kami penganut paham Selaq menempatkan kekuatan sebagai tujuan utama. Dan dengan kekuatan yang besar kami akan membangun dunia yang lebih baik!”
Setelah berkata seperti itu, Selaq Bunge bergerak cepat. Secepat kilat. Tanpa disadari Darwire, tubuhnya telah terpental, kemudian terbanting berdebam di atas tanah hingga darah segar mengucur dari mulutnya.
Keris pusaka di tangan Darwire dalam sekejap berpindah tangan ke Selaq Bunge.
“Bagaimana Darwire, masih mampu menandingiku? Bhahaha, kau sama sekali tidak berkembang. Darwire, kekuatan adalah segalanya dan hanya dengan menganut ideologi Selaq kekuatan tertinggi bisa kita dicapai,”
“Bagaimana selanjutnya paduka Raja?” tanya Kembang Tereng.
“Aku mengira dia akan sedikit menghiburku, tapi sepertinya guru terlalu memujinya. Habisi saja,”
Baloq Darwire susah payah berdiri. Dia merasakan nyeri sekaligus panas di ulu hati. Gerakan Selaq Bunge yang sangat cepat bahkan tak bisa diimbangi dengan ilmu meringankan tubuh.
Tiga Selaq bersiap melancarkan serangan pamungkas bersamaan. Tapi tiba-tiba sejumlah sosok hitam bergerak cepat melindungi Darwire.
“Kenapa kalian tidak menuruti permintaanku,” Darwire menyadari siapa yang datang.
“Kami masih menunggu misi dari Kepala Desa,” kata pimpinan sosok hitam yang ternyata sebelas pasukan elite.
“Tidak ada misi, desa mau dihancurkan oleh pemberontak,” ujar Darwire terengah-engah.
“Desa tidak akan hancur sebelum kami dihancurkan. Sumpah setia kami sebagai Darah Desa. Kami tidak punya keluarga, tidak punya anak, tidak punya apapun, kecuali desa!”
Dalam keadaan terluka parah Baloq Darwire menyelipkan senyum, mendengar jawaban khas doktrin pasukan elite. Tangannya menepuk-nepuk pundak pimpinan pasukan elite yang siap bertempur melawan para Selaq.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
wiih pasukan elit,,warbiyasah..👏👏
2022-09-16
3
Surati
ayo pasukan elit semangat gempur dan lawan sampai titik darah penghabisan. semangaaaattt
2022-09-16
2