Episode. 3. Kantin Sekolah

“Ciee, Win malu malu nih!” seru Aj yang kurang ajarnya ikut-ikutan.

“N-nggak lah, ya kali gue demen si Olive.” elak Win dengan alasannya.

“Bokong ya, lo! …” tebak Jj mengacungkan jari telunjuk menggoda temannya.

Mendengar bacotan temannya itu akan percuma saja jika terus mengelak, lagi pula sudah sering ia diperlakukan seperti ini. Ia juga tahu Olive sudah mengetahui perasaannya dan hanya berpura-pura tidak peka, huh menyebalkan. Win hanya menganggukkan kepala tanda setuju sebelum ia berpikir ….

“BOONG BEGO! BUKAN BOKONG!” teriak Win membenarkan. 

“Ya maap,” balas Jj malas, perasaan apapun itu Jj selalu salah di mata teman-temannya.

Olive hanya menatap malas ketiga kelinci ini. Jika bukan karena sayang sudah ia buang di rawa-rawa. Eh, sayang deng buat makan kucing tetangga. 

“Temen.” Olive meluruskan semua kesalahpahaman mereka terhadapnya dan Be. Ia tahu pasti mereka mencurigainya dan Be.

Sekarang, Win yang menatap jengah teman perempuannya ini. Jujur, Olive satu satunya teman perempuan yang akan selalu ia jaga dan ia jauhkan dari fakboy maupun fakgirl. Bahkan kadang Win suka tidak sadar diri, bahwa dirinya sendiri juga seorang Fakboy.

Jj dan Aj hanya ber Oh ria. “Tapi kemarin gue liat lo ngobrol akrab sama tu cewek–”

“Kemana yang ngajar?” Olive celengak celinguk. 

Bukannya mengalihkan pembicaraan. Cuman aneh saja, biasanya dia datang ke kelas, di kelasnya udah keduluan guru. 

“Guru-guru ada rapat mendadak, jadi sekarang jamkos dulu,” sahut Jj. 

“Ouh ….”

Setelah itu Olive berdiri dari kursi dan berjalan keluar kelas, ketiga temannya hanya menatap heran dan tidak ada pilihan lain selain mengikuti gadis itu, sedari tadi mereka memang sudah bosan di kelas. 

Jj, Aj, dan Win memang berasal dari keluarga yang bisa disebut kaya raya, jadi mereka bebas di sekolah walaupun sebenarnya itu tak patut di contoh.

Hanya saja mereka berteman selayarnya saudara. Saling menjaga satu sama lain. Jika satu terluka masa semua merasakan sakitnya. 

Semua orang yang berlalu lalang di area kantin seketika menjadi riuh histeris karena kedatangan ice girl mereka, Olive, dan ... 3 teman konyolnya. Kenapa jam pelajaran banyak siswa siswi diam di kantin? Alasannya karena ingin memotret aktivitas geng itu.

Mereka berempat duduk di kursi yang masih kosong. Sebentar lagi jam istirahat, pasti kursi akan segera penuh oleh pelajar, pikirnya. Olive tidak memperdulikan teriakan teriakan histeris para hawa dan gombalan-gombalan anak laki-laki yang melihat mereka. 

Berbeda dengan Jj dan Aj yang malah memberi smirk serta sedikit kedipan mata pada gadis-gadis itu. Tentu akibatnya semakin panjang lolongan-lolongan anjing yang kurang belaian. Di pastikan hanya Win dengan Olive saja yang waras saat ini. 

“Aduh … laper banget,” ringis Jj dengan perut keroncongan.

“Yaelah ... tinggal mesen makan aja susah amat. Kita ini konglomerat, jangan sok miskin lo,” balas Aj pada saudaranya.

“Makanya pesenin Sat, gue lemes gak bisa berdiri,” keluh Jj. 

“Ogah, Pesan aja sendiri. Punya kaki tuh gunakan. Lo sebenernya sehat sehat aja, cuman kelaparan. Tampang kek orang kena kanker stadium 4 aja.”

“Tega bener lu sama kembaran sendiri, gue mati siapa yang kelonin lo malem-malem, hah?” timpal Jj menaikan intonasi bicaranya. 

“Berisik banget lu pada,” lerai Win marah sambil melotot. 

“Ya, maap,” sahut Jj menunduk. 

“Gue maafin,” sahut balik Aj, Win, dan Jj balik memandang Monyet berperawakan orang hutan itu. 

‘Pletakk!’

“Wey, monyet!!” teriak Aj tak terima dengan 2 jitakan di kepalanya. Ia sangat kesal pada Jeje.

“Siapa yang minta maaf sama lu sih goblok,” jawab Jj kesal. Win menanggapi dengan mengangguk. 

“Barusan kan lu minta maaf, dari pada nggak ada yang jawab, yaudah gue yang jawab.” Aj membela diri. 

“Please lah ya! Kalau bisa ditukar, gue mau Jin BTS aja yang jadi kembaran gue,” sahut Jj. Win tertawa mendengar penuturan Jeje. Sedangkan, Olive tersenyum tipis menanggapi. Ada ada saja, pikir gadis itu.

Bel pulang sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Olive berjalan menyusuri area lorong kelas dengan santai. 

Brukk!

Olive meringis sakit di pantatnya, seseorang menabrak dia tanpa melihat jalan apa bagaimana? Pastinya itu cukup sakit. Ia mendongak ke atas hendak melihat siapa orang itu, tapi seketika matanya yang memejam sakit jadi melotot.

“Eh, kok gue kayak kenal?” batin Olive terduduk di lantai.

Orang yang menabrak olive langsung sigap membantunya dengan berjongkok. “Sorry! Sorry, gue gak sengaja. Lo gak papa kan?” tanya orang itu. Olive berdehem. 

Olive berdiri merapikan baju dan roknya yang kotor. Dia hendak pergi sebelum ada tangan yang mencegahnya. 

“Tunggu! Nama lo siapa?” Olive melepaskan tangan kekar itu, pergi dengan santai. 

“Menarik ….”

Olive mengayuh sepeda dengan peluh lumayan deras di dagunya. Sesampai di rumah ia menepikan sepeda pink miliknya di depan rumah sederhana. 

“Loh, loh, itu rumahnya? Dia sendirian kan di rumah?”

“Itu rumahnya kecil tapi nyaman lah buat tinggal berdua sama gue.”

“Gak apa-apa sederhana yang penting guenya yang kaya, iya gak bro?”

“OLIV!—bsssbbppb.” teriak salah seorang laki-laki, sebelum dibekap oleh salah seorang temannya yang lain. 

Dia tahu ada yang mengikutinya sampai rumah atau selalu? Tapi ia tak perduli, selagi tidak mengganggu ia tidak akan memperdulikannya. 

Olive sudah mengganti seragam dengan baju tidur, tentu sebelum itu ia mandi. Malam begitu sunyi, Ia benci kesunyian ini. Karena, dengan semua itu pikirannya tiba-tiba saja selalu membayangkan kejadian-kejadian yang memilukan. Bahkan ia tak pernah sekalipun menceritakannya pada siapa pun. 

‘Derrrt … dreeet’

Handphone bergetar tanda ada panggilan, lamunan Olive buyar, tergantikan dengan ekspresi kebingungan menatap layar handphone.

‘Win? Untuk apa ia menelpon!’

“Hallo!! Ol, ntar malem on club ok!” Suara menginterupsi itu terdengar lancar dalam signal 4G. 

“Ogah, mending rebahan sambil mesen seblak,” ucap Olive. 

“Yaelah, Kali-kali lu weekend kerja main ke club, gk minum-minum kok … cuman ngedugem doang, na ... na ... na …”

“Hemm, ngajak sesat terus lo ah!” Setelah itu ia mematikan sambungan telepon itu sepihak. 

‘Tringg!’

Suara notifikasi handphone bergetar. Olive membuka pesan dari seseorang. 

“Jam 8 malam, Tempat biasa.”

Begitulah isi pesannya, Olive kembali menaruh benda pipih tersebut dan tertidur di kasur. Hahh! … Sesungguhnya Olive malas sekali keluar rumah, apalagi libur kerjanya tidak setiap hari. Ia akan sangat kekurangan stamina, apalagi olahraga. Beruntungnya, selama ini dia tak pernah sakit parah selain demam dan pilek.

“Kesana jangan ya! Tapi males,” gumam Olive menimbang-nimbang.

“ARRGHHHHH MALESSSSSS!” teriaknya, frustasi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!