BAB 5
"Pak, aku mau beli es krim itu?" ucap Cici sambil menunjuk si penjual yang tak jauh dari taman.
"Yaudah, kamu tunggu disini. Jangan pergi kemana-mana ya?" ucap Putra dan di angguki istrinya.
Putra berdiri dari duduknya meninggalkan istrinya seorang diri. Sampai di tempat si penjual es krim, Putra membeli dua buah es krim rasa stroberi.
Sedangkan Cici duduk di kursi taman menunggu sang suami yang kini tengah membeli es krim. Rasanya Cici sudah tidak sabar untuk mencicipi dinginnya es krim tersebut. Tampak mengiurkan.
Tak berselang lama Putra datang dengan membawa dua buah ea krim. Satu untuk Cici dan satu lagi untuk Putra.
"Nih es krimnya, tapi maaf saya tidak tau rasa apa kesukaan kamu, jadi saya beli aja rasa stroberi seperti kesukaan saya," ucap Putra sambil menyodorkan ea tersebut pada Cici.
"Makasih Pak, ini rasa kesukaan saya juga Pak," balas Cici dengan senyuman. Dia menjilati es krim tersebut karena bagian atasnya agak meleleh.
"Wahhh, berarti kita sehati dong, pantasan kita di jodohin ya?" ucap Putra sambil tersenyum dan memperlihatkan deretan gigi putihnya pada Cici.
"Heheh, Bapak bisa aja," ucap Cici sambil mencubit pinggang Putra.
"Aiih, sakit tau," ucap Putra yang menahan rasa sakit di pinggangnya akibat cubitan istrinya yang dirasa sangat sadis.
"Maaf deh Pak," balas Cici sambil cengigiran.
Selanjutnya mereka menikmati es krim yang dibeli Putra beberapa saat lalu. Nikmat sangat nikmat rasanya. Manis yang pas serta sangat cantik karena bewarna pink muda.
Saat sedang menikmati es krim, timbul ide jahil di otak Cici. Cici mengambil dengan ujung jari telunjuknya es krim yang sedang di makan Putra. Memoleskan es krim yang baru saja dia ambil pada wajah suaminya. Cici tergelak setelah berhasil dengan ide jahilnya. Gadis itu langsung saja berdiri, kabur dari hadapan Putra dengan gelak tawa yang keluar dari mulut gadis itu. Putra yang tak terima atas perlakuan istrinya terus mengejarnya di sepanjang taman. Tanpa rasa malu dengan banyaknya pengunjung yang tengah menatap mereka dengan berbagai argumen.
Banyaknya pasang mata yang menatap mereka, sepasang suami-istri itu masa bodo dengan apa anggapan mereka semua. Toh taman ini bukan milik mereka. Asalkan tidak melakukan hal negatif saja disana.
"Wahhh, romantis banget sih mereka, aku jadi iri melihat mereka," Salah satu pengunjung menatap kagum pada Cici dan Putra. Dia juga ingin melakukan hal yang sama, namun kini dia tengah duduk seroang diri sambil menikmati popcorn yang masih tampak penuh.
Cici terus berlari dengan sekuat tenaganya agar Putra tidak mendapatinya. Tetapi ini semua mustahil, karena Putra berlari dengan sangat kencang dan itu membuat Cici tertangkap suaminya dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Ahhhh, capek banget nih. Ternyata lari kamu keceng banget ya?" ucap Putra sambil memegang ke-dua tangan Cici agar tidak terlepas lagi. Nafas mereka tampak ngos-ngosan terlihat dari dada mereka yang naik-turun.
"Iya dong, bahkan Bapak saja kalah sama aku kan? Buktinya saja sudah lima kali putaran baru bapak mendapatkan aku," ucap Cici dengan bangganya. Memang benar apa yang dikatakan Cici. Lapangan yang memang tidak terlalu luas, namun terlihat sedang. Yang bagian pinggirnya ditumbuhi batang sakura.
"Hahahha, iya deh saya ngalah sama kamu," balas Putra dan mencubit pipi Cici dengan gemes. Istrinya itu tampak lucu dimatanya.
***
Saat ini sepasang suami-istri itu sudah sampai di hotel tempat mereka menginap untuk beberapa hari ke depan. Sebelumnya mereka juga sudah membersihkan diri. Badan mereka terasa lengket, karena terlalu lama kejar-kejaran di taman.
Waktu berlalu begitu cepat, malam sudah menyambut mereka. Tampak bintang-bintang tengah menghiasi langit hitam. Sangat indah, bahkan dihias pula dengan bulan sabit yang tampak tersenyum dengan sinarnya yang sangat terang.
Cici dan Putra duduk di balkon kamar. Menikmati secangkir kopi panas. Udara terasa sangat menusuk tulang. Putra maupun Cici tidak lupa memakai jaket untuk menghangatkan tubuh mereka. Mereka duduk saling berdempetan, mengurangi rasa dingin yang menerpa diri mereka. Masuk ke dalam kamar rasanya juga tidak mungkin, lantaran hari belum terlalu malam. Apa lagi suasana kota ini sangat enak untuk dilihat pada malam hari. Rugi saja jika tidak menikmati hari-hari yang tak akan lama di sini. Apa lagi waku satu minggu itu tidaklah lama. Bahkan bisa di hitung jam saja.
Meskipun rasa cinta Cici kepada suaminya itu belum ada, namun dia tidak akan mungkin melanggar apapun yang berhubungan dengan rumah tangga. Bahkan cepat atau lambat, Cici yakin jika cinta itu akan tumbuh seiring waktu.
Pagi hari, seorang gadis berparas ayu terbangun dari alam mimpinya, karena sinar surya telah menembus ventilasi kamar mereka.
Ia mendapati sangat suami yang masih tertidur pulas di sampingnya dan perlahan ia mendekati telinga suaminya untuk membangunkannya.
"Bangun Pak, sekarang udah pagi," ucap Cici perlahan di telinga Putra.
"Hmm," Hanya deheman yang mampu keluar dari mulut Putra tanpa membuka matanya. Rasa kantuk membuat laki-laki itu malas membuka matanya.
"Bangun! Sekarang udah jam delapan pagi Pak," ujar Cici di telinga Putra dengan lembut. Sebelumnya dia melihat waktu pada gawainya yang semalam dia letakkan di atas laci nakas.
Putra langsung membuka matanya perlahan dan ia menatap setiap inci wajah cantik istrinya yang sangat dekat berada di atas wajahnya.
Cici yang baru sadar akan dirinya sudah sangat dekat dengan putra langsung menjauh dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sedangkan Putra, ia senyum-senyum sendiri di atas ranjang tak kala di pagi hari yang cerah ini ia mendapatkan wajah cantik istrinya berada tak jauh dari wajahnya.
Cici keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk selutut dan itu membuat Putra tak berkedip sedikitpun melihat istrinya. Tak sadarkah istrinya itu, jika dirinya sudah bangun.
"Ehh Pak, ngapain ngeliatin aku segitunya sih?" tanya Cici pada suaminya dengan pandangan kurang suka. Pasalnya Putra melihatnya tanpa berkedip sedikitpun.
"Hmm, ngak apa-apa lah, kan kamu istri saya," balas Putra dengan senyuman yang tidak bisa di tebak sang istri.
"Ya, aku tau kok Pak, jadi jangan ngeliatin aku segitunya, kayak Bapak mau memakan aku saja." balas Cici yang langsung mengambil bajunya di lemari.
"Saya memang mau memakan kamu," balas Putra melangkah turun dari ranjang.
Cici yang melihat Putra berjalan mendekat ke arahnya, langsuang saja menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Takut Putra akan berbuat yang tidak-tidak kepadanya.
" Bapak jangan macam-macam sama aku ya? aku masih suci Pak dan aku belum di sentuh sama siapa pun." ujar Cici yang merasa ketakutan.
"Hahahaha, emang siapa juga yang mau nyentuh kamu sekarang, lagian kamu masih sekolah. Dan saya hanya mau ngambil handuk ini." balas putra sambil menunjukkan haduk yang berada di belakang Cici.
Cici merasa malu atas penuturan dari Putra dan ia memalingkan wajahnya dari hadapan Putra. Wajahnya memerah lamaran apa yang dia pikirkan sangat berbeda.
Selesai mengambil handuk, Putra langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Tak lama kemudian, Putra keluar dari kamar mandi dan ia tak mendapati istrinya di sana. Lalu, Putra pergi ke balkon kamar hotel dan ia melihat Cici yang merentangkan tangannya sambil menutup ke-dua matanya menikmati hembusan udara pagi.
Putra mendekat ke arah Cici dan ia menyatukan tangannya dengan tangan Cici. Hal itu membuat Cici tersentak dan langsung membuka matanya dengan spontan.
"Sejak kapan Bapak ada disini?" tanya Cici dan melepaskan tangannya ke bawah.
"Barusan," balas Putra dengan santai.
Cici hanya menganggukkan kepalanya petanda ia mengerti.
"Oh ya, saya mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap Putra.
"Emang mau ngomong apa Pak?" tanya Cici dengan bingung.
"Mulai dari sekarang kamu ngak boleh lagi manggil saya dengan sebutan Bapak," ucap Putra menatap sang istri.
"Lah, terus aku harus manggil Bapak siapa cobak?" tanya Cici sambil melirik wajah tampan Putra yang kini juga tengah menatap dirinya.
"Terserah kamu, mau manggil saya Mas, Sayang, Husband, atau apalah yang penting bukan Bapak, emang saya sudah kelihatan tua apa?" tutur Putra.
"Yaudah, aku akan manggil Bapak kakek aja gimana?" tawar Cici dengan senyuman termanisnya.san jangan lupakan jika dia sempat terkekeh dengan ucapnya.
"Emang kamu pikir saya sudah punya Cucu," ucap Putra dengan tatapan sinis kepada Cici.
"Hehehe, kan Bapak bilang tadi sama aku jangan panggil Bapak dengan sebutan Bapak, yaudah aku pilih aja Kakek. Lagian Bapak kan ngak bilang kalau aku ngak boleh manggil Bapak dengan sebutan kakek kan?" tanya Cici dengan polosnya.
"Ihhhh, Cici... Saya ini suami kamu bukan Kakek kamu, jadi panggil saya dengan sewajarnya." jawab Putra dengan kesal. Dia sangat kesal dengan istrinya yang sangat suka bercanda.
"Yaudah deh Pak, aku akan manggil Bapak dengan sebutan Mas atau Sayang aja deh." balas Cici dengan senyuman dan di balas anggukan oleh Putra.
Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Putra dan Cici sudah merasa sangat lapar dan mereka menghubungi pelayan hotel untuk mengantar makanan ke kamar mereka.
Sekitar lima menit, seseorang mengetuk pintu kamar Putra dan Cici. Lalu Cici bergegas membukakan pintu dan ia mendapati seorang pelayan perempuan membawakan dua buah nampan berisi dua piring makanan beserta dua gelas susu.
Cici menerima kedua makanan tersebut dan membawanya ke dalam kamar dan menutup kembali pintu kamar mereka dengan rapat. Sebelum itu tak lupa Cici mengucapkan terimakasih.
Cici membawa makanan tersebut ke balkon kamar, karena mereka akan makan bersama di sana sambil menikmati cuaca yang sangat cerah pagi ini.
"Sayang, aku boleh nyuapin kamu ngak?" tanya Putra dengan lembut.
Cici yang baru pertama kalinya di panggil sayang selain kedua orang tuanya langsung
Saja tersedak. Putra yang melihat itu denagn segera menyodorkan air susu yang berada di samping makanan Cici.
"Hati-hati makannya." ucap Putra pada Cici yang sedang meminum susu. Tak lupa laki-laki itu menu sapu-sapu lembut punggung istrinya.
"Iya Pak, ehh maksudnya Mas," balas Cici dengan sedikit canggung. Masalahnya dia belum terbiasa memanggil Putra dengan sebutan Mas. Lantaran selama ini dia memanggil Putra dengan Bapak.
"Mas boleh ngak nyuapin kamu?" tanya Putra sekali lagi dengan senyuman. Dan dibalas anggukkan oleh Cici.
Putra menyuapi Cici dengan penuh kasih sayang, sampai-sampai Putra tak sadar bahwa nasinya sudah di berikan kepada Cici seluruhnya.
"Habis." ujar Putra sambil menatap piringnya.
"Ini masih ada Mas, kamu bisa makan punyaku, dan aku juga akan menyuapimu seperti kamu menyuapi aku," balas Cici dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Sekarang Cici sudah menyuapi Putra sampai makanan yang ada di piringnya juga sudah habis
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
mereka bulan madunya jalan jalan aja gitu🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️ga ngapa ngapain
2022-09-08
1
Rhiedha Nasrowi
bener bener manten baru ya😁😁
2022-08-29
1
Maulana ya_Rohman
so swet😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
2022-08-08
2