Richard masuk ke dalam kamar sang putra. Tentu saja ia ingin tahu alasan sang anak kabur dari rumah.
Terlihat Xavi sedang menangis dalam diam. Membuat hati Richard terasa tercabik-cabik.
"Papi sorry, Baby. Maafkan Papi. Oke!" ucap Richard sembari mengelus rambut sang putra. Xavi tidak menjawab, namun menganggukkan kepala.
"Bolehkah papi tahu, apa alasan Xavi pergi dari rumah? apakah rumah papi kurang nyaman?" tanya Pria tampan ini.
"No, Papi. Xavi hanya ingin sekolah lagi. Xavi ingin bermain bersama teman-teman. Xavi ingin bertemu guru-guru Xavi," jawab bocah tampan ini.
"Oke, Papi tahu Xavi kesepian di rumah. Tapi saat ini Xavi tidak boleh kembali ke sana, Sayang. Papi janji, Papi pasti akan cari sekolah terbaik untuk Xavi lagi oke," jawab Richard, lembut.
Xavi melirik tak suka pada sang ayah. Namun Richard tak peduli itu.
Usut punya usut, mengapa Richard tak mengizinkan sang putra kembali ke sekolah tersebut, itu karena mantan istrinya, yang tak lain adalah ibu kandung Xavi, telah kembali ke Indonesia dan mendaftarkan diri menjadi salah satu pengajar di sana. Richard tidak mau, wanita penghianat itu mendekati sang putra. Richard sangat tidak rela. Baginya, Xavi adalah putranya. Hanya miliknya. Sedangkan wanita itu hanya masa lalu. Masa lalu mereka. Tidak lebih dan tidak kurang.
"Papi ja ji sayang, papi akan berikan yang terbaik untuk kamu. Tapi, lain kali tidak boleh kabur, kalo Xavi tidak suka cara, Papi, Xavi bisa protes. Oke!" ucap Ricard lagi.
Xavi kembali mengangguk.
"Tidurlah, Sayang. Kamu pasti lelah. Sini Papi pijat kakimu," ucap Richard seraya naik ke ranjang sang putra. Lalu memijat kaki mungil itu.
Xavi memejamkan mata. Membayangkan yang memijat kakinya adalah Yunda. Karena nyatanya, Yunda lebih lembut memijat kakinya di banding tangan sang ayah yang kekar itu.
"Sudah Papi, pijitan Papi keras. Tidak enak," ucap Xavi lugu.
"Hah? masak? Biasanya kau suka. Kenapa sekarang jadi tidak enak?" tanya Richard, merasa aneh.
"Pijatan Kak Yunda lebih enak, Papi. Lebih lembut," jawab Xavi. Membandingkan.
Spontan, mata Richard pun membulat sempurna. Tak percaya jika sang putra bisa berucap demikian.
"Kak Yunda? siapa itu?" tanya Richard, sepertinya dia lupa bahwa hari ini sang putra telah mengenal orang baru dalam hidupnya.
"Kak Yunda yang tadi, Papi. Yang jagain Xavi hari ini," jawab bocah tampan itu, lugu.
"Jagain Xavi? Ohhh... gadis bodoh itu!" jawab Richard, santai.
"Ih, Papi. Kak Yunda tidak bodoh. Dia pandai sekali bahasa planet. Bahkan dia ngerti omongan Xavi. Tidak seperti bibi bibi di sini!" bela Xavi, kesal.
Richard tersenyum melihat kelucuan sang putra. Namun ia juga tak terima jika gadis yang baru saja di kenalnya, dibanding-bandingkan dengan papi tampannya ini.
"Benarkah? Apa saja yang dia lakukan padamu hari ini?" tanya Richard.
"Dia memberiku makan, memandikan ku, menggendong ku di punggung, lalu membuatkan ku susu. Membacakan cerita untukku. Pokoknya banyak, Pi. Dia baik, sungguh!" jawab Xavi, jujur.
"Oh, oke.. tapi menurut Papi, sebaiknya kamu tidak boleh percaya dengan orang baru. Bisa saja dia hanya memanfaatkanmu. Setelah kamu lengah, dia pasti akan menyuruhmu meminta-minta. Lalu akan memukulmu jika tidak mendapatkan uang. Mengerti?" ucap Richard.
"Benarkah?" tanya Xavi, lugu.
"Ya, kebanyakan orang-orang di luar sana seperti itu. Mendekati kita. Lalu baik. Setelah kita terlena, maka akan dia manfaatkan. Begitu!"
Xavi menatap sang ayah. Sepertinya ia tak setuju dengan ucapan ayahnya.
"Tapi, Pi.. Kak Yunda tidak seperti itu. Dia baik. Sangat baik. Walau pun kulitnya agak hitam," jawab Xavi, lalu ia terkekeh. Sebab kulit Yunda lebih gelap dari dirinya.
"Jangan menghina fisik orang, nanti kalo dia dengar, kami bisa dimarahinnya," ucap Richard sembari menggelitik perut sang putra.
"Hahaha... Papi, stop pleaseee... geli Papi, ampun!" ucap Xavi, terkekeh karena senang.
Melihat sang putra sudah kembali nyaman di dalam rumahnya, Richard pun merasa tenang. Tak ingin menganggu waktu istirahat sang putra, bapak satu anak ini pun berpamitan. Tentu saja untuk kembali memeriksa pekerjaannya yang sempat tertunda.
Selepas kepergian sang ayah, Xavi terlihat menangis. Bocah tampan ini ternyata masih belum mau berpisah dengan Yunda. Sebab menurutnya, hanya Yundalah yang bisa mengerti akan dirinya.
Mau mendengarkan setiap kata yang ia ucap. Tanpa berpura-pura memahaminya. Bukan hanya itu, Xavi juga merasa memiliki ibu ketika bersama Yunda. Mungkin, selama ini Xavi memang sedang mencari sosok itu. Dan kebetulan ia menemukan sosok tersebut di dalam diri Yunda.
***
Tak ubahnya seperti Xavi, Yunda juga merasakan hal yang sama. Saat ini, gadis manis berkulit sawo matang ini juga tak bisa tidur.
Ia teringat dengan tatapan kesedihan Xavi ketika ayahnya meminta dirinya untuk masuk ke dalam. kamar.
Dari tatapan tersebut, Yunda sangat yakin jika bocah itu tertekan. Tertekan hidup di dalam rumah besar itu.
"Ya Tuhan, kasihan sekali bocah itu. Dia pasti tertekan hidup bersama ayahnya yang kaku itu. Tolong jaga dia Tuhan, kasihanilah dia. Anak sekecil itu butuh kasih sayang. Bukan aturan-aturan yang bisa membuatnya tertekan," gumam Yunda sedih.
Tak dipungkiri, bahwa pertemuannya dengan bocah tampan itu telah memberikan kesan yang mendalam bagi Yunda. Yunda sangat menyayangi bocah itu. Pun sebaliknya. Dan kasih sayang yang terjalin baik itu ternyata menciptakan ikatan batin yang tidak bisa mereka cegah.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Aulia Finza
seru
2022-08-13
0
Dewi Ariyanti
lanjut
2022-08-05
0