2.2

Hari ini Sisil kembali dikejutkan akan kedatangan seorang pria tampan dengan stelan jas formal seperti pengusaha dan eksekutif muda yang kerap ia tonton di acara televisi. Pria itu mencari dirinya, sehingga di sinilah dia sekarang. Duduk berhadapan di meja pojok restoran.

"Apa yang kamu katakan pada istriku?" tanya pria tampan di hadapan Sisil.

"Apa maksud, Tuan?" Sisil melontarkan  pertanyaan balik, karena tak paham apa yang diinginkan oleh pria di hadapannya itu.

"Jangan mengelak! Kemarin istriku menemuimu, kan? Apa yang kalian bicarakan?" Suara lelaki itu dingin dengan ekspresi datar di wajahnya.

"Tunggu... maksud Tuan Ibu Andin Syahira?" tanya Andin memastikan.

Sayangnya, pria di depannya tak menjawab. Hanya menatapnya tajam dengan tatapan penuh intimidasi. Sisil menghela napas, mencoba menahan rasa gugup dan takut yang sedikit menyelimutinya.

"Kenapa tidak Tuan tanyakan saja pada Ibu Andin sendiri? Saya tidak punya hak untuk menceritakan apa yang kami bicarakan kemarin siang," ucap Sisil datar.

"Kamu berani bermain-main dengan saya?"

"Iya. Kenapa saya harus takut?" tantang Sisil berani. Dengan senyum miring mengejek. Dia sudah hapal kesombongan orang-orang berpakaian rapi seperti ini.

"Istriku memintamu menikah denganku, kan? Tolak saja permintaannya itu. Karena sampai kapanpun saya tidak akan bisa menerima perempuan manapun selain istri saya," ucap pria itu dingin.

"Dengar, Tuan Galuh... Putra... Kanendra, saya juga tak berminat pada pria sombong dan angkuh seperti Anda!" ujar Sisil mengeja dengan setiap penekanan pada penggalan nama pria di depannya itu. Ah, dia tentu tahu siapa pria di depannya ini.

"Kamu...."

Sisil bangkit dari tempat duduknya.

"Maaf, Anda sudah menyita waktu kerja saya. Saya per--"

Sisil terkejut karena sebuah tangan menahan lengannya kasar. Dia menatap sosok pria yang masih menahan lengannya itu.

"Jangan berani melawanku, jika kamu tidak tahu konsekuensi dari sikap sombongmu ini, perempuan!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Galuh pergi dengan langkah lebar keluar dari restoran itu. Meski ada beberapa pasang mata yang amat penasaran dengan pembicaraan Galuh dan Sisil, tapi mereka hanya mencuri-curi pandang saja.

"Pria gila!" gumam Sisil mengelus lengannya yang sedikit memerah karena Galuh mencengkramnya tadi.

Galuh Putra Kanendra. Pria berusia kepala tiga itu adalah seorang pewaris dari sebuah perusahaan tekstil dan impor dari keluarga Kanendra. Tidak perlu diragukan lagi akan kecakapan pria muda itu dalam menjalankan bisnis keluarganya hingga terkenal hingga mancanegara itu.

Dering ponsel Galuh yang diletakkannya di atas meja kerja, membuat fokus pria itu teralihkan dari kertas di tangannya. Segera ia menyanbar handphonenya, menekan tombol jawal pada panggilan dengan ID number 'Mama'.

"Ada apa, Ma?" tanyanya setelah mengucapkan salam pembuka.

"Andin kritis, Nak. Segera ke rumah sakit sekarang!"

Berusaha mengendalikan diri yang bergetar mendengar apa yang Mamanya ucapkan, Galuh menjawab ucapan Mamanya.

"Baik, Ma."

Setelahnya Galuh bergegas mengantongi handphonenya, menyambar kunci mobil dan melesat keluar dengan langkah lebar. Hampir dua puluh menit dia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, hingga sampai di sebuah rumah sakit milik keluarga mereka. Dia segera menuju ruang UGD di mana di sana sudah ada keluarganya dan juga kedua mertuanya.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Galuh pada Mamanya.

"Masih ditangani dokter," sahut Nina Andriani--Ibu Galuh.

Galuh menghela napas, menyandarkan diri di dinding samping pintu. Mengusap wajahnya kasar dengan tubuh gemetar. Dia khawatir, cemas, dan takut menjadi satu menyelimutinya.

Hampir sepuluh menit Galuh berdiri dengan menunduk, hingga suara pintu UGD di sampingnya yang terbuka membuat ia segera menegakkan diri, dan menghampiri sang dokter.

"Bagaimana kondisi istri saya, Dok?"

Dokter wanita paruh baya itu menghela napas, "amat mengkhawatirkan, Pak Galuh. Semua usaha sudah dikerahkan, hanya Tuhan yang menentukan umurnya," jelas sang dokter prihatin.

Galuh dan semua keluarga yang mendengar ucapan sang dokter langsung merasa lemas. Bahkan ibu mertua Galuh sudah menangis terisak di pelukan suaminya. Tak terkecuali Galuh yang juga menangis dengan menangkupkan tangan di wajahnya. Bahu pria itu bergetar menahan isakan tangis. Dia sakit, perih, dan terluka. Kenapa harus istrinya yang menderita? Kenapa tidak dirinya saja?

"Nak, ayo kita temui Andin dulu!" Mamanya mengajak Galuh berjalan menuju ruang VVIP mengikuti para perawat yang mendorong brankar Andin yang masih belum sadarkan diri. Galuh menurut, mengusap sisa airmatanya dan berusaha kuat.

.............

Setelah hampir dua jam Galuh menunggui sang istri di ruang rawat, akhirnya wanita yang ia cintai itu membuka netranya. Memberikan sebuah senyum tipis untuk Galuh yang diliputi kecemasan.

"Sayang!"

Galuh mengecup singkat kening sang istri. Setelahnya menekan tombol panggilan untuk dokter agar memeriksa kondisi istrinya.

"Mas...."

"Sstt! Nanti saja ngomongnya, ya! Tunggu dokter periksa dulu," ucap Galuh menghentikan istrinya yang hendak berbicara.

Andin mengangguk. Tak sampai lima menit, dokter Anita masuk ke ruangan itu bersama seorang suster. Galuh memperhatikan saksama sang dokter yang fokus memeriksa istrinya.

"Untuk saat ini, kondisi Ibu Andin sudah cukup membaik."

Galuh mengangguk. Setelah Dokter Anita berpamitan dan mengatakan akan meminta suster mengantarkan makananan dan obat yang harus diminum.

"Jangan buat aku khawatir, sayang!" bisik Galuh lirih mengecup tangan kiri sang istri yang tak diinfus.

"Maaf ya, Mas...."

"Mas, kumohon kabulkan permintaanku!" ujar Andin menatap memohon pada Galuh.

Galuh menggeleng. Kenapa istrinya terus saja membahas hal itu? Untungnya keluarga mereka sedang makan di kantin rumab sakit sehingga tak perlu mendengar apa yang akan mereka bahas ini.

"Mas hanya mencintai kamu. Mas mohon kamu paham dan mengerti jika Mas tidak bisa memasukkan perempuan lain dalam kisah kita...."

"Mas, aku ingin kamu bahagia saat nanti aku pergi. Aku ingin ada perempuan yang akan selalu menemani langkahmu di dunia ini saat nanti aku tak bisa lagi menemanimu. Komohon, Mas! Menikahlah lagi dengan perempuan yang kupilihkan...."

"Sayang...."

"Please! Aku sudah lelah menanggung sakit ini, Mas. Biarkan aku tenang dan melihatmu bahagia...."

Galuh terdiam. Menundukkan kepala dengan denyut sakit di dalam dada. Kenapa kisah cintanya harus semiris ini?

"Mas!"

"Baik. Mas akan menikahi perempuan yang kamu pilihkan itu, tapi dengan syarat kamu harus punya motivasi untuk sehat dan bertahan untuk Mas," ucap Galuh pada akhirnya. Menerima permintaan sang istri.

Andin tersenyum dan mengangguk dengan netra berkaca-kaca. Dia terharu, tapi juga merasa sakit di satu sisi yang lain. Ya, tentu saja. Dia wanita berperasaan yang tak akan rela melihat suaminya menikah lagi, meski itulah permintaannya. Namun, untuk kebahagiaan pria yang ia cintai, dia rela. Rela melihat suaminya akan kembali mengucapkan ijab dengan nama wanita lain.

"Terima kasih, Mas!"

...Bersambung.......

Terpopuler

Comments

Bunda Aish

Bunda Aish

hmmmn😟

2024-02-05

1

faridah ida

faridah ida

masih nyimak ...

2023-12-22

0

Wardah Juri

Wardah Juri

nyimak nih

2023-08-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!