3.3

"Ada perlu apa lagi Tuan Galuh Yang Terhormat menemui saya?"

Pricilia Anggraini berdiri dengan dagu terangkat menatap datar pria berstelan jas yang duduk di salah satu kursi di meja restoran.

"Duduk!" Suara pria itu datar dan dingin seperti biasa.

Sisil menghela napas. Menurut, dan duduk di kursi berhadapan dengan Galuh Putra Kanendra.

"Saya harus bekerja. Jadi, cepat Tuan katakan apa keperluan Tuan menemui saya?" ucap Sisil judes.

"Baca ini!" Galuh mendorong map cokelat ke hadapan Sisil.

Sisil mengerutkan kening. Mengamati map cokelat di depannya sejenak dan membuka map tersebut. Menemukan selembar map yang di dalamnya terisi selembar kertas.

Sisil membaca setiap baris kata dan kalimat di kertas phtih itu dengan saksama. Membacanya dengan teliti, takut jika ada hal yang terlewat.

Surat Perjanjian Pernikahan

1. Pihak Pertama akan memberikan imbalan uang 100  juta pada Pihak Kedua jika pihak Kedua bersedia menjadi istri Pihak Pertama.

2. Jika Pihak Kedua setuju, ia akan mendapatkan sebuah rumah dan salah satu cabang restoran AG'S, yang akan dipindah namakan atas namanya.

3. Pihak Pertama akan melepaskan Pihak Pertama setelah dua tahun pernikahan, dengan kehadiran seorang anak atau tidak.

4. Setelah menjadi istri Pihak Pertama, Pihak Kedua harus bersedia dan siap atas ketentuan dan aturan yang nanti akan diberikan oleh Pihak Pertama.

Tertanda.

Pihak Pertama

Galuh Putra Kanendra

Pihak Kedua

Pricilia Anggraini

"Apa-apaan ini?" ujar Sisil kesal setelah membaca tuntas dari kata pengantar hingga penutup dari sebuah surat perjanjian itu.

"Saya harap kamu menyetujuinya karena ini menyangkut kesehatan istri saya," sahut Galuh dingin.

"Tuan tidak berhak memerintah dan memaksa saya!" Sisil balas menatap tajam dan dingin pria yang ia akui tampan di hadapannya itu.

"Oh ya? Kalau begitu silahkan kamu angkat kaki dari kontrakan yang kamu tempati sekarang dan saya juga bisa memecat kamu dari pekerjaanmu ini," ucap Galuh dengan sebuah senyum sinis dan licik yang tersumir di bibirnya.

"A--apa?"

Sisil tergagap. Apa-apaan ini? Pria ini mengancamnya? Ck, benar-benar licik.

"Pikirkan! Saya tunggu telepon kamu lusa. Jika lewat dari itu, bersiaplah hidup gelandangan di jalan... anak buangan!" Galuh berbisik licik di depan wajah Sisil.

"Anda!" Sisil kontan bangkit dari posisi duduknya, menunjuk wajah pria di depannya dengan deru napas memburu menahan kemarahan.

"Sampai berjumpa lagi nanti!"

Galuh langsung berlalu tanpa menghiraukan kemarahan di raut wajah perempuan muda itu. Untungnya, tempat pembicaraan mereka agak menjorok ke sudut dan tersembunyi dengan dipisahkan oleh pembatas kaca, sehingga para pengunjung restoran yang lain tak melihat dan mendengar obrolan mereka.

"Ya Allah! Jauhkan aku dari orang-orang seperti itu," gumam Sisil menarik dan mengembuskan napasnya, mencoba menenangkan diri.

****

Nyatanya, doa Sisil tak menemukan muara. Ini sudah dua hari berlalu dari sejak pertemuannya dengan pria sombong bernama Galuh itu. Oh Tuhan, entah kenapa hidup Sisil seolah tak pernah tenang dan damai sejenak saja. Dia ingin bahagia. Kenapa seolah banyak sekali rintangan yang ia lalui?

"Sil! Ibu Andin ingin menemuimu."

"Eh!" Sisil terperanjat dari lamunananya yang memikirkan nasibnya.

"Sana cepat! Kasihan beliau nungguin kamu dari pagi," ucap Rina--teman kerjanya di restoran itu.

Sisil mengangguk. Menaruh tasnya di balik meja kasir, dan berlalu menuju ruangan lantai dua. Ruangan khusus untuk tamu VVIP yang ingin suasana damai dan tenang.

"Duduk, Sil!"

Sisil mengangguk. Duduk di sofa single berhadapan dengan Andin Syahira, yang hari ini wajahnya kian pucat. Sisil makin meringis iba melihat wajah tak bercahaya dan mata sendu wanita cantik di depannya itu.

"Kamu sudah bertemu suami saya, kan?" tanya Andin tanpa basa-basi.

Sisil mengangguk, dengan menundukkan kepala. Memilin jemarinya gelisah.

"Bagaimana? Kamu setuju?"

Sisil mendongak. Menatap wajah wanita di depannya. Ia tatap lekat netra penuh permohonan dari wanita di depannya itu. Ia menghela napas, sebelum mengangguk kaku.

"Alhamdulillah!"

Andin Syahira mengusap sudut matanya yang berair. Ia meminta Sisil mendekat, yang dituruti oleh perempuan muda itu. Andin memeluk erat Sisil, mengucapkan terima kasih dan mengusap punggup perempuan muda itu. Sisil hanya terdiam kaku, dengan kedua tangan terkulai di sisi tubuh.

"Terima kasih, Sisil. Aku akan menyiapkan pernikahan kalian secepatnya. Seminggu ke depan kamu akan resmi jadi adik maduku."

Sisil kembali tergagap. Secepat itukah? Dia tak siap. Sungguh, umurnya bahkan baru 23 tahun. Dia masih amat buta akan laki-laki, apalagi berumah tangga? Oh tidak! Membayangkannya saja sudah membuat Sisil bergidik ngeri.

"I--iya, Bu...."

"Eh sekarang kamu harus biasakan panggil aku Mbak, Sil. Karena kamu akan jadi adik maduku dan kita akan tinggak bersama. Jadi, jangan panggil aku dengan panggilan 'ibu' lagi."

Sisil mengangguk, "iya, Mbak."

Setelah pertemuan hari itu, esok lusanya Sisil diberitahu oleb Ibu Anis jika dia sudah dicutikan. Dia bingung, tapi Ibu Anis segera mengatakan jika itu atas perintah dari Ibu Andin Syahira--pemilik restoran ini. Sehingga hari ini, kerjaan Sisil ya bersih-bersih di kontrakannya. Mencuci pakaiannya yang sudah menumpuk, juga memangkas rumput-rumput liar di halaman depan kontrakannya.

Ketika ia sedang menjemur pakaian di halaman depan, sebuah mobil BMW hitam berhenti di depan pagar kontrakan yang Sisil tempati. Sisil melongokkan kepala, menunggu gerangan siapakah yang datang pagi-pagi begini dengan mobil mewah itu.

Begitu si pengemudi keluar dari mobil BMW hitam itu, Sisil kontan membelalakkna mata  karena ternyata yang datang adalah Tuan Galuh Putra Kanendra, si pria angkuh yang amat membuat kemarahan Sisil menggebu mengingat ucapan pria itu tempo hari.

Dengan menenteng ember bekas pakaiannya tadi yang sudah selesai ia jemur, Sisil berdiri di depan pagar kontrakannya tanpa repot-repot membuakakannya atau menawarkan pria itu untuk masuk.

"Perlu apa?" tanya Sisil cuek.

Galuh menatap tajam perempuan muda dengan tampilan rumahan di depannya. Menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki penampilan Sisil yang hanya mengenakan daster rumahan bergambar bunga-bunga sepanjang betis, dan rambut yang dicepol asal-asalan. Galuh sempat terpana, karena dengan tampilan seperti itu perempuan muda di depannya ini tampan terlihat... seksi. Ah tidak dia segera menepiskan pikiran itu dan segera menetralkan raut wajahnya.

"Mandi sana! Sepuluh menit, saya tunggu di sini," ucap Galuh datar.

"Ngapain? Saya sibuk!" sahut Sisil hendak berbalik pergi, tapi seseorang menarik kerah belakang dasternya hingga dia berhenti dan menatap datar pelakunya.

"Lepasin!"

"Mandi sekarang! Kita harus fitting baju hari ini. Jangan lama, sepuluh menit! Istri saya sudah menunggu di butik...."

Sisil hendak membantah, tapi tatapan tajam pria itu membuatnya menghela napas dan mengangguk. Sisil masuk ke dalam kontrakan sederhanannya itu, segera mandi dan berganti pakaian terbaik yang ia punya. Sebuah stelan rok tutu dan kemeja bunga-bunga. Hanya ini baju terbaik yang ia punya. Belinya juga diskonan di pasar malam.

'Ah, biarin kalau dia malu ajak aku dengan baju gak berkelas ini. Siapa tahu dengan ini mereka berpikir ulang untuk menjadikan aku madu si Tuan Galuh itu!'

...Bersambung.......

Terpopuler

Comments

anita

anita

wah blum2 tuan galuh dh trpsona

2024-03-10

1

faridah ida

faridah ida

semangaatt ya Sisil ....😁😁🤭

2023-12-22

0

Siti Aminah

Siti Aminah

seru thor....

2023-11-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!