Melody membuka mata, mencari handphone miliknya yang berada di samping bantal untuk melihat waktu. Sudah hampir pukul setengah enam pagi. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke SMA setelah libur selama hampir satu bulan. Walau matanya masih mengantuk tapi ini adalah hari yang sudah lama dia nantikan. Setelah mengelus Mimi kucingnya, Melody langsung bergegas bangun.
"Selamat pagi adikku yang cantik." senyum manis kakak kedua Melody yang bernama Prothos. Prothos duduk di meja makan sambil membaca buku pelajarannya. Melody tidak menjawab dan hanya duduk di salah satu kursi meja makan juga.
"Melo, kakak buatkan telur gulung kesukaanmu, nanti siang kau tidak perlu jajan karena makanan di luar itu sangat tidak baik untuk kesehatan." ujar kakak pertama Melody yang sedang sibuk di dapur. Namanya adalah Athos.
"Kau benar-benar keterlaluan ayah, kenapa menyiram dengan air dingin? kau memang ayah yang sangat kejam." gumam kakak ketiga Melody yang berjalan menuruni tangga sambil mengeringkan kepala dan wajahnya dengan handuk. Ayah baru saja membangunkannya dengan menyiramkan air dingin padanya. Namanya adalah Aramis. "AKU MASIH NGANTUK!!" teriak Aramis sambil duduk di samping Melody. Hal itu membuat Melody tampak kesal karena teriakan kakak ketiganya tersebut. "Kenapa lihat padaku?" tatap Aramis dengan galak pada Melody.
Athos, Prothos, dan Aramis adalah ketiga kakak laki-laki Melody yang hanya lebih tua dua tahun darinya. Nama yang aneh bukan? Nama itu diambil dari tiga tokoh jagoan berpedang pembela kebenaran ciptaan penulis klasik Perancis Alexandre Dumas, The Three Musketeers. Ayah Melody adalah penggemar berat cerita tersebut sehingga memberi nama pada ketiga anaknya seperti tokoh didalam cerita tersebut agar mudah di ingat olehnya.
Athos, Prothos, dan Aramis adalah saudara kembar dengan wajah dan sifat yang berbeda-beda. Satu-satunya kesamaan mereka hanya tinggi badan mereka 184 cm, sangat tinggi untuk ukuran pria di negara ini. Hal itu yang membuat mereka menjadi pusat perhatian dimanapun mereka berada, apalagi ketika berjalan bersama. Walau hanya seorang murid biasa, mereka bertiga sangat terkenal karena dengan kelebihannya masing-masing. Si Pintar, Si Tampan dan Si Kuat.
Athos Uno Sanzio yang tertua memiliki hobi memasak dan menjahit. Hampir semua pekerjaan rumah dikerjakan olehnya. Tapi percayalah, kemampuannya bukan hanya itu saja. Banyak hal mampu dilakukannya karena dia adalah orang yang sangat ambisius. Ketika sudah menetapkan suatu tujuan maka dirinya akan mati-matian untuk mencapainya. Selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal yang sudah dimulainya. Bahkan ayahnya pun tak akan mampu melarang keinginannya karena itu ayahnya selalu menyebutnya anak sombong dan angkuh. Motto hidupnya adalah menganggur adalah dosa. Dengan sifat yang kaku Athos adalah siswa terpintar di sekolah karena itu pula dia menjadi ketua OSIS, padahal dirinya hampir tidak pernah belajar. Penanggungjawab kedua kembaran dan adik perempuannya. Sangat dapat diandalkan oleh ayahnya yang sering berpergian karena kerjaannya. Dia juga penanggungjawab café milik ayahnya. Sering memenangkan Olimpiade matematika dan lomba pidato dalam bahasa Inggris, Jepang dan Rusia. Namun bukan ketiga itu saja bahasa yang dia kuasai. Dialah si Pintar Musketeers.
Sedangkan Prothos Due Sanzio memiliki julukan sang Casanova karena sifat Playboy-nya. Terkenal selalu berganti kekasih setiap satu bulan. Kata-katanya selalu manis pada semua wanita hal itu yang membuatnya menjadi idola banyak wanita. Selalu menebar pesona dengan senyum menawannya pada semua wanita yang melihat dirinya. Selalu menjadi pusat perhatian dengan aura seorang bintang. Namun siapa sangka kalau sifatnya sangat sensitif dan memiliki pandangan tidak biasa mengenai suatu hubungan. Dia adalah ketua klub basket. Prothos sangat benci kotor, yang membuatnya menjadi orang terbersih di rumah. Paling tampan dari kedua kembarannya yang juga tampan, namun dia yang paling lemah dalam hal berkelahi. Akan tetapi karena hidupnya selalu teratur, rajin berlari pagi dan olahraga lainnya, makan dan tidur tepat waktu, dan anti rebahan membuat tubuhnya jauh lebih berstamina. Dialah si Tampan Musketeers.
Terakhir adalah Aramis Tre Sanzio, memiliki sifat urakan dan malas. Kerjaannya hanya bermain game atau pun bergadang menonton pertandingan sepak bola. Karena itu nilainya selalu buruk. Hanya dirinya yang bertangan kidal. Dia sangat suka berkelahi. Tidak jarang dia membolos sekolah dan pulang dengan wajah yang lebam karena berkelahi. Hal yang paling dikuasai adalah berkelahi, karena sejak dulu Aramis menguasai setidaknya lima macam ilmu bela diri. Hal itu yang membuatnya menjadi sosok yang mengerikan di sekolah dan di kotanya. Selalu menatap dengan mata tajam dengan wajah galak karena itu ketampanannya menjadi hal yang sia-sia untuknya, setiap wanita yang menyukainya akan langsung ketakutan dan tidak berani padanya. Meski begitu dirinya yang paling naif di antara kedua kembarannya. Namun siapa sangka, dirinya memiliki suatu rahasia mengenai bakat terpendamnya. Selalu menyendiri di saat sesuatu mengganggu pikirannya. Dialah si Kuat Musketeers.
Mereka bertiga terkenal dengan sebutan The Three Musketeers.
"Ars, jangan galak dengan adikmu!" seru ayah berjalan ke dapur membantu Athos yang sibuk membuat sarapan.
Ayah Melody bernama Leonard Sanzio dan berusia 37 tahun, dan masih terlihat tampan. Saat menikah dengan ibu, usianya baru 20 tahun. Setelah sepeninggalan ibu, ayah tidak pernah berkeinginan untuk mencari pengganti ibu. Dia adalah seorang pelukis, dia juga memiliki sebuah café kecil bernama Three Musketeer Café yang dikelolahnya. Ketiga kakak laki-laki Melody yang membantunya, hal itu pula yang membuat ketiga Musketeers terkenal di kota mereka. Café tersebut buka pukul empat sore hingga pukul sembilan malam. Melody sangat sayang pada ayahnya, dan menganggap kalau dia adalah ayah terbaik di dunia. Tidak ada lagi ayah sebaik ayahnya.
"Ternyata kalian semua sudah bangun." Kakek hadir dan duduk dikursi utama di tengah-tengah. "Wah cucuku sudah cantik ya".kakek menatap Melody dengan senyum.
Tiba-tiba Paman Melody yang bernama Ronald Sanzio datang dan memberantaki rambut panjang Melody yang sudah di ikat rapi. "Kalau begini apanya yang cantik." ledek Ronald.
"Paman ini, seru Melody kesal. Pantas saja sudah usia 33 tahun tapi belum menikah. Walaupun paman dokter bedah tidak akan ada wanita yang suka pada paman karena sifat paman yang kekanak-kanakan ini. Sebagai wanita aku juga akan menjauhi pria seperti paman!" Seru Melody dengan kesal sambil mencoba merapikan kembali rambutnya.
Tanpa di duga Melody, semua tertawa mendengar apa yang di katakannya dan itu semakin membuat dirinya merasa kesal.
...***...
Melody membawa gitar kesayangannya berjalan keluar. Gitar itu adalah gitar milik ibunya dulu. Ibu Melody adalah seorang penyanyi namun di masa jayanya dia menikah dengan ayah Melody dan memilih meninggalkan karirnya. Bakat ibunya tersebut menurun pada Melody. Dengan gitar yang dia beri nama Gita, Melody sudah menciptakan lima belas lagu sejak kelas 2 SMP. Melody mahir memainkan gitar sejak usia 8 tahun. Cita-citanya adalah seperti sang ibu, menjadi seorang penyanyi, karena itu kemana pun dia pergi, Melody selalu mengajak serta gitar tersebut, bahkan ke sekolah sekalipun.
"Melo, tidak ada lagi tempat untuk gitarmu." ujar Athos menatap Melody yang baru saja keluar dari rumah. "Bisakah kau meninggalkannya di rumah saja dan tidak membawanya ke sekolah? Mobilnya terlalu sempit dan kita berenam, mobil paman Ron sedang rusak jadi dia berangkat bersama kita, sedangkan alat-alat melukis ayah sudah terlalu banyak." tatap Athos dengan harapan adik tersayangnya mau mengerti. "sudah tak ada lagi tempat. " lanjut Athos hendak menutup pintu bagasi mobil. "Tinggal saja di rumah ya?"
Melody menggeleng, "Aku harus membawanya." ucap gadis mungil itu memelas.
"Buat apa bawa gitar butut itu?" kata Aramis, Melody mulai naik darah mendengarnya.
"Ada apa pagi-pagi sudah ribut?" tanya nenek Arumi yang baru saja keluar dari rumahnya yang ada di sebelah kiri rumah Melody. Rumah mereka hanya di batasi dengan tembok setinggi satu meter, itu membuat mereka mudah berkomunikasi dengan tetangga di sebelahnya.
"Maaf ya nek kami membuat keributan pagi-pagi. Begini nek, Melo mau membawa gitarnya tapi mobil sudah penuh." Jawab Athos dengan tersenyum ramah yang merupakan ciri khasnya.
"Pokoknya aku harus bawa". ucap Melody.
"Jadi seperti itu... " nenek Arumi tersenyum ramah.
"Nenek, aku berangkat ya." pamit Lion seraya memakai helm dan keluar hendak berjalan menuju motornya yang terparkir.
"Lion, sini dulu sebentar. panggil nenek Arumi." Lion berjalan kembali mendekat pada nenek Arumi. "Bawakan gitar Melody ke sekolah."
"Apa? Kenapa aku nek?" protes Lion dengan wajah tidak senang.
Aramis mengambil gitar dari tangan Melody lalu melangkah melewati tembok pembatas. Dia memberikan gitarnya pada Lion. "Cepat bawa kalau masih ingin hidup." ancam Aramis.
Lion menatap Melody dengan tajam, tatapannya terlihat sangat kesal pada Melody, namun Melody tidak memedulikannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Tersungging senyum kepuasan di bibirnya. Puas karena melihat kesengsaraan dari musuh abadinya.
...***...
Sesampainya di sekolah, Melody memasuki kelas barunya yang ada di lantai dua setelah melihat daftar kelas untuk siswa kelas satu yang baru masuk. Melody memilih duduk di kursi paling belakang yang dekat dengan jendela yang bisa melihat suasana lapangan. Kelas sudah hampir di penuhi orang namun Melody hanya terdiam sendiri memperhatikan keluar jendela. Dia adalah gadis pemalu dan pendiam, dia sangat sulit bergaul dan selalu merasa tidak bisa memulai perkenalan karena itu sejak dulu dia tidak memiliki seorang teman. Kesendirian adalah satu-satunya teman baginya, itu menurut dirinya.
Lion datang dan meletakan gitar Melody ke atas meja, "Lain kali bawa gitarmu sendiri dan jangan menyusahkan orang lain." ujar Lion kesal.
Melody tidak berniat menjawab kata-kata Lion, namun Lion tetap tidak beranjak pergi darinya. Itu membuat Melody bingung. Dia segera mengangkat kepalanya melihat Lion yang berdiri di samping mejanya. "Kenapa?"
"Mana ucapan terima kasihnya?" tatap Lion.
Melody kembali menoleh keluar jendela, tidak ingin menanggapi kata-kata Lion. Melody selalu merasa tidak perlu mengucapkan kata itu pada Lion. Tapi dia tidak mengerti kenapa dia selalu begitu pada Lion. Hal itu yang selalu menjadi masalah untuk Lion. Karena sikap Melody yang acuh tak acuh pada Lion, membuat Lion kadang sangat kesal padanya.
"Percuma bicara dengan es melon." gumam Lion setelah itu berjalan menjauh dari Melody.
Pandangan Melody yang menatap keluar jendela tertuju pada sosok seorang siswa. Siswa itu adalah Felix, orang yang menjadi alasan kenapa dirinya masuk ke sekolah ini. Sejak setahun yang lalu Melody mulai tertarik dengan pria bernama Felix tersebut. Melody pernah melihat Felix di sebuah toko alat musik. Saat itu Felix sedang mencoba sebuah biola dengan memainkannya. Melody terpesona dan mencari tahu dimana Felix sekolah. Tanpa di duga Felix satu sekolah dengan ketiga kakak laki-lakinya. Melody tidak ingin berharap apapun, baginya cukup melihat Felix saja dari kejauhan. Dia sadar kalau dirinya tidak akan bisa mengenal Felix dengan sifatnya yang pendiam itu.
Tiba-tiba seseorang duduk di kursi sebelah Melody. Dia menoleh melihat siapa orang itu. Ternyata adalah Lion. Melody tidak mengerti maksud dari Lion yang duduk di mejanya.
"Semua kursi sudah terisi penuh, kau lihat kan?" ucap Lion menidurkan kepalanya ke atas meja dengan beralaskan tas miliknya. "Aku juga dengan berat hati duduk disini, ya ampun, kenapa aku sial begini." gumam Lion.
"Apa maksudmu? Sebentar lagi bel masuk, cepat pergi ke kelasmu!" seru Melody.
"Kau masih tidak mengerti ya, es melon. Lion mengangkat kepalanya. Aku juga ada di kelas ini. Yang benar saja, kita selalu satu kelas. Bisa-bisa aku mati karena bosan melihatmu terus." ujar Lion. "Baiklah aku akan pindah! Kau puas!?"
Namun tanpa mereka duga wali kelas mengatur tempat duduk. Setiap siswa harus duduk bersama seorang siswi agar terjalin keakraban satu sama lain dan tidak membedakan. Guru mengundi nomer dan membaginya. Jika seorang siswa dan siswi mendapatkan nomer yang sama maka mereka akan duduk dalam satu meja.
Setelah mengambil undian Melody segera membuka kertasnya dan melihat nomer tujuh tertulis di atas kertas. Dia tidak terlalu penasaran siapa yang akan duduk bersamanya, bahkan dia tidak peduli. Wali kelas menyebutkan tiap angka dan siswa-siswi yang mendapatkan angka tesebut mengangkat kertas di tangannya. Sampailah pada akhirnya wali kelas menyebutkan nomer tujuh, Melody dengan ragu mengangkat kertas di tangannya. Melody sangat terkejut ketika seorang siswa yang duduk di kursi sederetnya juga mengacungkan tangan. Dia benar-benar sial kali ini. Melody sangat kesal karena siswa yang mengacungkan tangan tersebut adalah Lion. Dia berpikir kalau lebih baik duduk sendiri saja seperti biasanya, dari pada harus duduk bersama orang yang selalu membuatnya kesal.
"Sepertinya kali ini aku benar-benar sangat sial." ucap Lion sambil memindahkan barang-barangnya ke tempat Melody dan duduk di sampingnya. "Padahal kau mengusirku tapi lihat sekarang?!" lanjutnya. Melody tidak menghiraukan kata-katanya dan hanya menatap keluar jendela. "Jangan menggangguku ya!!"
Melody menoleh pada Lion dengan kesal. Dia merasa kalau kata-kata itu seharusnya keluar dari mulutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
//
Athos tipe perfeksionis😁. Prothos alergi kotor😳. Si Aramis annu🤣. Mantap dah..
Pemalu, pendiam cocok dg Lion yg rese🤣🤣
2023-12-13
0
⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜
eh visual prothos itu idolaku 🤭🤭🤭...
knapa melo terlalu pendiam sih
2023-10-09
1
Gie
Ga kebayang sekeluarga visual semua
2022-10-14
1