Keheningan malam membangunkan Asyi dan Salman. Hati yang kuat mengantarkan mereka pada shalat istikarah. Sang lelaki terus melobi Allah agar proposal jodoh diterima, sedangkan sang wanita meminta di teguhkan hatinya pada pilihan yang tepat.
Di atas sajadah, sosok lelaki mengangkat tangan ke atas langit seiring dengan dagu di angkat penuh harap.
"Ya Rabbi, segala limpahan rahmat datang daripada-Mu, Tuhan semesta alam. Sang Pemilik hati ini. Ya Rabbi, wanita yang hendak hamba halalkan mungkin sedang memohon kepada-Mu seperti aku memohon kepada-Mu. Hamba memohon kepada-Mu, jika memang dia jodohku, satukan kami dalam ikatan pernikahan, bantulah dia memutuskan perkara yang terbaik disisi-Mu. Hamba mencintainya karena-Mu."
Dari tempat lain, Asyi pun memohon kepada Allah dengan air mata yang berlinang membasahi pipinya.
"Ya Allah, Ya Rabbi. Tiada Tuhan yang berhak kusembah kecuali Engkau, ya Allah. Engkau yang telah menciptakanku, Engkau yang telah memberiku taufiq dan hidayah-Mu hingga aku kembali kepada-Mu. Kini hamba memohon kepada-Mu. Tolonglah hamba-Mu ini, rasa ketertarikkanku kepada hamba-Mu, Salman telah mengacaukan pikiranku. Ya Allah, bantulah diriku, jika memang dia jodoh yang Engkau tetapkan di lauhul mahfudz untukku, maka kuatkan diriku untuk menerima pinangannya, namun jikalau dia bukan jodohku, bantulah aku untuk menolak pinangannya dengan baik tanpa menyinggung perasaannya. Amin ya rabbal 'alamin." Mengusap wajahnya, Asyi melirik foto yang ada di atas meja, tangan segera meraihnya.
"Papi, mami ... aku sangat rindu kalian." mengusap gambar wajah kedua orangtua. "Hari ini ada laki-laki datang meminangku, apa yang harus aku lakukan pi, mi? Aku takut ... aku merasa tak pantas untuk dimiliki dan dicintai, ini semua karena kesalahanku hiks
... hiks ... aku tak ingin membuat orang lain kecewa pi, mi. Aku takut lelaki ini nggak bisa menerima masa laluku dan malah meninggalkanku jika kami sudah bersama kelak," tak kuasa, Asyi mencium foto itu hingga kacanya basah.
...****************...
"Nak, janganlah kamu takut dan bersedih, Allah bersamamu, Nak." Suara yang dirindukannya mengangetkan Asyi dan segera bangun.
"Ya Allah ... ternyata ini hanyalah mimpi ... tapi kenapa begitu nyata," gumam Asyi saat mengingat ia bertemu dengan kedua orangtua di sebuah rumah yang ia tinggal di Jakarta, seakan ia sedang bercerita tentang keluh kesahnya pada mereka hingga mereka tersenyum dan memberikan sebuah nasihat yang begitu nyata terdengar di telinga.
...****************...
Hari berlalu begitu cepat. Salman dan Iqbal kembali menemui Asyi dan KH Mahmud untuk sebuah jawaban.
Jantung berdegup kencang dengan keringat dingin mulai terlihat di kening Salman. Melirik Asyi tampak begitu yakin dengan sebuah penolakan. Entah apa yang dipikirkan, Salman mengutuki pikiran jeleknya itu.
"Bagaimana Neng, apa kamu sudah memutuskan jawaban yang terbaik untuk Salman?" KH Mahmud membuka suara, langsung pada intinya.
"Insya Allah, sudah Abi," mengangguk pasti semakin mendebarkan.
"Alhamdulillah, kalau seperti itu utarakan semuanya di depan Ujang Salman."
Asyi menarik panas, melirik wajah Salman sekilas, hingga menetapkan pada posisi mata menatap tangan yang mengatup di atas paha. "Kak, saya menghargai niat baik Kakak, tapi saya bukanlah seorang wanita yang sempurna seperti yang Kakak pikirkan selama ini. Kehidupan saya sekarang berbanding terbalik dengan kehidupan masa lalu saya. Saya bukanlah seorang wanita soleha seperti yang lain. Saya tidak ingin mematahkan ekspektasi Kakak untuk meminang seorang wanita yang sholeha. Saya merasa insecure bilang bersanding dengan Kakak, seorang lelaki sholeh yang pantas mendapatkan wanita yang sholeha, sesuai dengan janji Allah dalam firman-Nya," papar Asyi.
"Asyi, saya ke sini bukan untuk mencari seorang wanita yang sempurna. Ketahuilah, kita yang diciptakan tidaklah sempurna, lelaki dan wanita bersatu saling melengkapi, begitu juga dengan saya, saya yakin kelebihanmu mampu menutup semua kekuranganku. Biarkan masa lalumu itu milikmu, dan masa depanmu jika kamu mengizinkannya akan menjadi milik kita. Tidak ada manusia yang lolos dari dosa, semua kita berdosa. Kamu ini lebih mulia disisi Allah karena kamu menganggap dirimu berdosa dan masih mau kembali mengingat-Nya daripada orang shaleh lainnya yang menyadari dirinya shaleh hingga mereka ria," balas Salman memberi keyakinan yang utuh. Asyi kembali terdiam.
"Asyi ... saya ridha denganmu. Izinkan saya meminangmu dengan karena Allah. Izinkan saya menjadi perantaraan untuk menuntunmu ke jalan-Nya. Biarkan saya mencintaimu karena Allah dan biarkan saya mencintaimu karena kekuranganmu." Salman kembali mendesak.
Asyi tertegun hingga meneteskan air matanya.
Jawaban yang belum pernah terucap dari mulut para lelaki sebelumnya. Salman datang dengan penuh persiapan.
"Bismillahirahmanirrahim ... saya menerima pinangan Kakal karena Allah."
"Alhamdulillahi rabbil 'alamin." Semuanya mengusap wajah.
"Tapi sebelum itu Salman harus melihat wajah dari Neng Asyi terlebih dahulu," sela KH Mahmud.
"Tidak usah, Abah. Saya menerima semua kelebihan dan mencintai kekurangannya," ucapnya tanpa ragu.
Asyi kembali terpesona dengan lelaki yang sudah lebih mirip dengan perawakan Timur Tengah.
...****************...
Kabar bahagia menyebar begitu cepat. Tak banyak dari para lelaki yang merasakan kekecewaan yang mendalam karena tak berhasil meminang Asyi.
Sementara dari pihak Salman, begitu kabar baik itu diterimanya, tanpa menyelediki siapa calon mantu mereka, mereka begitu yakin hingga memesan tiket pesawat langsung ke Bandung.
Sebelumnya Maira dan Mira sering menceritakan sosok ustadzahnya hingga menambah keyakinan Sara dan Yusuf untuk datang melamar putri angkat seorang Kyai.
Hanya khitbah sederhana dengan menyematkan cincin di jari manis oleh sang calon mertua, acara puncak langsung digelar setelah beberapa hari kemudian.
Tak ingin menunggu lama, pernikahan harus segera diselenggarakan agar hati tak memilih keraguan.
Acara yang begitu mendadak, tapi tetap mengutamakan kesakralan-nya.
Terlihat Aina sedang mengunjungi Asyi yang telah diberi riasan wajah duduk di depan meja rias.
"Ciee ... ciee ... Teteh, sebentar lagi mau jadi istri orang. Sudah sepi kamar ini," godanya melirik ke seluruh kamar.
"Apaan sih, Dik. Biarpun Teteh nanti nggak tinggal di sini lagi, tapi Teteh akan tetap ke sini kok temani Adik Teteh yang cerewet ini," balas Asyi menggenggam tangannya.
"Kalian jangan berlama-lama di sini, akad akan segera berlangsung," ucap Ummi Aminah.
Mereka langsung berjalan menuju tempat akad. Semuanya membentuk lingkaran.
Asyi duduk jauh dari mereka, tapi mampu menangkap sosok lelaki yang akan menjadi imamnya duduk berhadapan dengan ayah angkatnya yang akan menikahkannya.
Suasana hening, Salman dengan lantang menjawab, "Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq."
SAH ...
Suara itu terdengar riuk hingga menimbulkan haru pada setiap yang mendengarnya.
Salman datang menjemput istrinya, mengulurkan tangan yang tak kunjung disambut karena rasa deg-degan.
Tersipu malu, Asyi memberanikan diri untuk menyentuh tangan halal itu dan mencium punggungnya.
Tangan Salman tergerak menyentuh ubun-ubun Asyi dan berdoa dengan fasih, "Allahumma inni as aluka khayra haa wa khayra maa jabaltahaa 'alayhi wa a'udzubika min syarrihaa wa min syarrihaa jabaltahaa 'alayhi."
Semua orang larut dalam suasana, tersenyum bahagia atas kebahagiaan mereka.
"Kak, saya menyerahkan semua hati saya untuk Kakak. Tolong, jangankan patahkan hati saya!" ucap Asyi sungguh-sungguh.
"Kamu istriku, aku janji aku tidak akan mengecewakanmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
rey_ya
ya Allah aku terharu
2023-11-29
0
Selmawati Selma
h
2023-01-30
0
Khaerani Ahmad
Thor...aku terharu... kayak nyata gitu... sukses trus.....
2021-07-25
0