"Wanita sholeha," gumam Salman tersenyum mengetuk-ngetuk jari di atas meja kala memikirkan mata indah Asyi.
"Kenapa atuh? Mulai gila?" Iqbal datang dari depan, langsung memegang kening Salman.
Salman menggeleng kepala. "Bal, Asyi itu wanita seperti apa sih ?" menatap rasa penasaran.
Iqbal bersandar di meja sambil mengingat Asyi. "Asyi ... Asyi itu wanita yang nyaris sempurna. Sholeha, cerdas, cantik, baik hati. Tapi satu hal yang bikin aku heran, kenapa atuh Asyi menolak semua pria yang melamarnya? Apa dia mau jadi seperti rabiatul adawiyah yang tidak menikah seumur hidupnya ya?"
Salman tertegun. "Jika dia berpegang prinsip seperti Rabiatul adawiyah, lalu bagaiman denganku? Haruskah aku tidak usah penasaran lagi dengan dia?"
"Kalau dilihat jaman sekarang tidak ada yang seperti Rabiatul adawiyah dulu, seorang wanita ahli sufi."
Salman memandang dengan serius.
"Sungguh beruntung laki-laki yang mendapatkan istri seperti Asyi."
"Tapi kalau dilihat-lihat, sepertinya Asyi ada trauma psikologis. Kalau tidak, tidak mungkin atuh wanita secantik dia tidak berhasrat untuk menikah," timbah Iqbal begitu yakin.
"Hush .... nggak boleh suudzon terhadap orang," sela Salman.
"Iya juga sih. Oh ya, sekarang kamu teh kenapa belum nikah?"
"Belum ada jodoh."
"Saha atuh? ... Jangan terlalu memilih! Kamu kasep, pintar, gampang cari istri, cepat nikah!"
Salman menggeleng kepala. "Bukan terlalu memilih, tapi memang belum ada niat menikah. Banyak anak gadis orang yang dikenal sama mama, papa, teman-teman yang di Jakarta, tapi mau gimana lagi, sama sekali buka kreteria aku," jelas Salman.
"Tapi ada satu wanita yang bikin aku penasaran sampai sekarang," sambung Salman tersenyum lepas.
"Siapa?" mulut dan mata ikut terbuka menatap penuh semangat.
Salman tersenyum hingga Iqbal ikut tersenyum. "Rahasia."
"Ya Salam. Kamu gitu atuh sama Iqbal, sahabat sendiri," memanyunkan bibir.
"Dia Asyi," sahutnya spontan sukses membuat Iqbal terkejut.
"Waduh, bakalan susah menaklukkan hati dia," bahu mendadak merosot pesimis. "Tapi tidak apa-apa, kamu teh tetap semangat. Jodoh tidak akan ke mana," tuturnya menghentakkan gelapan tangan ke depan, sebagai wujud semangat 45.
"Diterima ataupun ditolak mah urusan belakangan. Yang penting sebagai seorang pria harus tetap maju sampai garis finish," papar Salman penuh percaya diri.
Jauh dari lubuk hati, mereka sudah mulai merasakan signal yang berbeda. Jika pertemuan pertama sukses membuat mereka saling penasaran, pertemuan kali ini sudah mampu menyisakan rasa rindu.
Kerinduan tak sanggup ditahannya lagi, Salman memantapkan hatinya dengan bantuan shalat malam, ia datang bersama dengan Iqbal ke kediaman KH Mahmud.
Tangan yang menggenggam membentuk gepalan, mengetuk pelan pintu rumah pemimpin pesantren.
Tok ... Tok ... Tok ....
Suara ketukan pintu yang diiringi salam disambut hangat oleh sosok gadis yang datang membukakan pintu.
"Eh, Akang Salman, Akang Iqbal. Mencari Abi?" tanyanya seakan paham maksud mereka.
"Aduh, Adik Aina tau saja," Iqbal menyeringai.
"Masuk atuh!" Aina membuka lebar pintu rumahnya, membiarkan mereka masuk menyapa KH Mahmud yang sedang mengobrol santai dengan Asyi di ruang tamu.
"Ada apa gerangan kalian datang ke mari?" tanya KH Mahmud menunding alis saat melihat binar mata penuh maksud tertentu.
Duduk dengan santai setelah diizinkan duduk, Iqbal angkat bicara, "Begini Abah, maksud kami datang kesini, kami ingin meminang Asyi untuk Salman." Iqbal langsung to the point.
Semua yang mendengar ikut terperanjat, Asyi menoleh dengan sorotan mata tak percaya.
"Benar, Abah." Salman mengangguk pelan. "Jika Abah mengizinkan, saya ingin menjadikan Asyi sebagai istri saya. Jika seandainya Asyi berkenan, saya akan langsung menghubungi orangtua saya untuk mengurus semuanya," papar Salman membenarkan ucapan Iqbal.
"Subhanallah, ini sebuah niat yang bagus," KH Mahmud tersenyum bahagia. Sementara Asyi menundukkan pandangan, masih dalam kebingungan.
"Tapi karena sudah ada oranganya di sini, bagaimana menurutmu, Neng?" semua orang menatap Asyi menanti sebuah jawaban yang memuaskan.
Asyi membelalak, mulut mengaga yang terhalang kain tipis. Menari napas dalam-dalam ia berkata, "Begitu cepatkan bagi Kakak ingin meminang saya? Sementara kita baru mengenal sekilas tanpa tegur sapa, bagaimana Kakak bisa yakin terhadap saya?" Ia terlalu berhati-hati, tidak mudah baginya untuk percaya dengan laki-laki begitu saja.
"Ini memang terkesan mendadak. Tapi jujur saja, saya sudah tertarik padamu saat awal pertama bertemu. Setiap saat saya berdosa karena telah memikirkan gadis yang belum halal bagi saya. Saya tidak ingin melibatkan hati ini terlalu dalam dalam dosa, karena itulah saya memberanikan diri untuk melamarmu. Niat saya tulus lillahi ta'ala. Insya Allah saya akan menerima apapun keputusanmu," ungkapan penegasan seorang pria pada hati yang terkukuh keyakinan.
Asyi tertegun, Salman begitu memukau hingga ia hilang kata-kata untuk menolak lamarannya seperti yang telah diucapkan pada banyak lelaki yang datang.
"Bagaimana, Neng?" tanya KH Mahmud.
Asyi menarik napas panjang seraya memejamkan mata sekilas. "Saya belum bisa memberi jawab sekarang. Beri saya waktu 3 hari 3 malam untuk saya bermunajah kepada Allah."
Salman mengangguk pasti. Ia yakin, proposal jodoh yang dilayangkan pada sang Khaliq tidak akan mengecewakannya. Meskipun ditolak berarti masih ada stok wanita yang tepat untuk dirinya.
"Setelah 3 hari kemudian, saya akan kembali. Saya harap saya mendapatkan jawaban yang memuaskan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Naila nuraisah
bagus banget ceritanya 😊😊♥️
2021-05-21
0
Eka Mawar Sakura
bagus bgt alur y
2021-05-14
1
ZILPA CULES
Good 👍👍
2021-05-11
0