Membawa Syahira

Malam itu Syamir membopong Syahira pergi jauh dari rumah Bi Inem. Syamir sudah sering melihat orang-orang yang seperti Bi Inem. Dulu, desanya juga begitu, masih percaya pada tradisi leluhur yang menyimpang dari agama. Semenjak islam mulai masuk perlahan desanya mulai meninggalkan tradisi itu. Itu juga yang membuat Syamir kembali dari perantauannya. Ia sebelumnya pergi jauh ke negeri Mesir untuk menimba ilmu agama. Ia lalu memutuskan untuk kembali dan mengabdikan dirinya pada desanya dengan ilmu yang telah ia peroleh.

Sekarang Syamir bingung harus kemana. Ia tak hapal daerah ini, ia juga belum shalat maghrib. Hatinya merasa bersalah dan tak tenang, ia berharap ada tempat berteduh malam ini untuknya dan Syahira. Ternyata doanya di dengar oleh Allah, Syamir mendengar suara sayup-sayup adzan. Syamir lalu menghampiri dari mana suara itu berasal. Ternyata suara itu berasal dari sebuah surau di tengah kampung kecil. Syamir lalu masuk ke surau itu. Orang-orang yang ada di surau kini telah menyelesaikan shalat berjamaah mereka. Ia yang tengah membopong Syahira kini menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di surau itu. Syamir lalu membaringkan Syahira di bagian shaf perempuan lalu pergi untuk mengambil wudhu. Syamir lalu melaksanakan shalat maghrib yang terlewatkan dan isya di satu waktu.

Selepas shalat Syamir lalu kembali menghampiri Syahira.Syahira ternyata sudah sadarkan diri, ia kini dikelilingi oleh beberapa anak gadis yang sepertinya mengaji di tempat ini. Syamir lalu duduk di samping Syahira.

“Alhamdulillah, Sya sudah sadarkan diri.” Ucap Syamir.

Sya tidak berbicara, wajahnya masih tampak lesu. Sepertinya ia masih kepikiran soal kejadian di Villa tadi sore.

“Sya minum dulu ya agar lebih tenang.” Syamir lalu mengelurkan botol minumnya dari dalam tas.

“Where are we now?” Syahira kini bicara.

“Kita ada di sebuah surau. Persisnya, Syam tidak tahu.”

Syahira lalu meminum air dibantu oleh Syamir.

Dari arah shaf lelaki muncul seorang pria paruh baya yang mengenakan baju koko dan sarung serta sorban yang terkalung di lehernya. Ia mendekati Syamir dan Syahira. Nampaknya ia adalah seorang imam surau ini. Syamir lalu tersenyum padanya.

“Assalamualaikum.” Sapa pria itu. Ia lalu duduk di samping Syamir.

“Wa’alaikumsalam warahmatullah.” Jawab Syamir.

“Jika boleh saya tahu, sampean karo Mbaknya iki dari mana asale?” Tanya pria itu.

“Kami dari Villa xxx Pak. Ini isrti saya, jenenganne Syahira. Kalo saya Syamir.”

“Saya Darman, panggil saja Mbah Darman. Mas Syamir karo Mba Syahira ini ada maksud apa datang ke kampung kami?” tanya pria itu.

“Kami kebetulan lewat saja Mbah, sebenarnya tujuan kami ke Jakarta.” Jawab Syamir.

“Walah, jauh tenan to. Mau naik apa ke Jakarta?”

“Saya juga masih bingung Mbah. Mbah tahu ndak angkutan yang menuju ke terminal Kabupaten?”

“Kalo dari kampung sini paling angkutan umumnya cuma Elf, itu pun esok pagi baru narik. Wes, lebih baik malam ini Mas karo Mbae tidur di mesjid saja. Insya Allah aman, di belakang mesjid ada satu kamar, itu kamar buat marbot tapi sekarang wes tak kepake. Masnya karo Mbanya tidur di situ saja. Besok baru lanjutin perjalananne.”

“alhamdulillah, matur suwun Mbah.” Syamir kini terlihat gembira, hatinya juga lebih tenang. Malam ini ia dan Syahira bisa berteduh di masjid kampung ini.

“Enjeh, sami-sami.”

Kamar itu hanya berisi sebuah kasur kecil dan sebuah meja. Syahira baru saja hendak membaringkan tubuhnya di kasur itu kemudian Syamir mencegahnya.

“Sya, sebelum tidur Sya shalat dulu ya. Sya kan belum shalat maghrib dan Isya. Syam  temani Sya Wudhu ya.” Syamir memegang tangan Syahira.

“Gak mau. Kamu gak liat apa aku masih lemas begini. Malah disuruh shalat lagi.” Sya melepaskan tangannya dari genggaman Syamir.

“Sya, meski kamu sedang sakit pun kamu masih tetap harus shalat. Shalat itu wajib Sya, gak boleh ditinggal. Terkecuali jika kamu sedang berhalangan atau nifas.” Jelas Syamir.

“Syam! Aku capek teru-terusan diatur dan diceramahin sama kamu terus. Aku pengen tidur sekarang, aku capek.”

“Ya sudah, kalau Sya capek Syam gendong ya ke tempat wudhunya. Tapi kalau sudah wudhu Sya harus jalan sendiri ya, kalau Syam gendong nanti batal wudhunya.” Syamir membujuk Syahira.

“Gak mau! Aku bilang gak mau!” Syaira menolak mentah-mentah.

“Maaf Sya, aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai suamimu.” Syamir lalu menggendong paksa Syahira ke tempat wudhu.

“Aaaa, nooo!” Syahira terus memberontak tapi pada akhirnya ia sampai juga di tempat wudhu.

“Hehe, sampai juga kan sekarang. Nah, sekarang Sya wudhu ya.” Ucap Syam.

“No!” Syahira mencoba kabur.

“Eits, jangan coba kabur Sya.” Tapi Syamir berhasil memegang lengannya, Syahira akhirnya dengan berat hati menuruti perintah Syamir.

Syahira lalu melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dengan dijamak. Syamir menuntunnya dalam melaksanakan shalat tersebut. Setelah selesai shalat Syahira lalu marah-marah pada Syamir. Syahira kesal karena telah dipaksa shalat oleh Syamir.

“Kamu gak boleh maksain ibadah ke seseorang, ibadah tuh harus dari hati.” Ucap Sya.

“Kalau menunggu kesadaran dari Sya maka sampai kapan Sya mau melaksanakan shalat? Ibadah juga perlu dipaksakan, apalagi ibadah shalat. Mau tidak mau, suka tidak suka karena Sya seorang muslim Sya harus melaksanakan shalat 5 waktu.” Jawab Syam.

“Bla-bla-bla-bla. Aku gak peduli, aku capek. Aku mau tidur. Eh by the way kamu tidur di mana? Kasurnya kan sempit. No, no, no. Awas ya kalo kamu berani tidur seranjang bareng aku.”

“Tidak Sya, tenang saja. Meski ini malam pertama kita sebagai suami istri Syam tetap tidak akan menyentuh Sya sedikitpun. Syam akan jaga kesucian Sya, Syam akan hormati privasi Sya. Sya datang kepada Syam dalam kondisi masih suci dan Syam akan memulangkan Sya dalam kondisi suci juga.”

Syahira terenyuh saat mendengar perkataan dari Syamir. Ia ternyata sudah berpikiran yang tidak-tidak pada lelaki itu.

“Syam tidur di atas sajadah saja. Syam sudah terbiasa tidur di atas sajadah, dulu waktu mondok Syam juga tidur di atas sajadah. Apalagi Syam seorang lelaki dan Sya perempuan, Syam harus memuliakan Sya.”

Kini Syahira benar-benar dibuat bersimpati pada Syamir. Ternyata lelaki itu benar-benar berhati mulia.

Syamir dan Syahira pun tertidur, beberapa saat kemudian Syamir terbangunkan oleh suara yang berasal dari ranjang Sya. Syamir kaget saat menengoknya, ternyata sekujur tubuh Syahira menggigil dan ia hampir tak sadarkan diri. Syamir panik bukan main. Ia mencoba menenangkan Syahira, ia membalut tubuh Syahira dengan beberapa lapis kain, tetapi tubuh Syahira masih tetap menggigil. Ternyata tadi Syahira tidak berkata bohong kalau ia tengah sakit. Syamir jadi perasa tidak enak hati. Kini kondisi Syahira tampak sangat mengawatirkan, Syamir bingung harus mencari bantuan kemana tengah malam begini.

Terpopuler

Comments

manda_

manda_

lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu thor syamir sabar bgt

2022-08-27

0

~ziaaa~

~ziaaa~

sungguh ujian pengantin baru yg berat😢

2022-08-11

0

Fitri Sri Dewi

Fitri Sri Dewi

ini ujian pertama bagi sya dan syam semoga bisa dilalui dg baik

2022-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!