Disita

“Finally, i’m come home.” Syahira begitu kegirangan saat sampai di depan gerbang Villanya. Tetapi wajahnya berubah drastis saat melihat tulisan yang tertempel di gerbang pintu masuk Villa nya.

“what? Rumah ini disita? Seriously? Pasti mereka lagi ngejailin aku nih. Bi Inem! Bi! Bi Inem!” Syahira masuk ke Villa sambil mencari-cari Bi inem.

Dari dalam rumah keluarlah seorang wanita yang mengenakan setelan kebaya Jawa dengan rambut yang digelung rapi. Mungkin wanita itulah yang Syahira panggil.

“Enjeh Non.” Bi Inem menghampiri Syahira.

“Ini maksudnya apa sih Bi? Bibi mau nge-prank aku ya?” ucap Syahira sembari mengacungkan kertas itu.

“Non, rumah ini telah disita oleh pihak yang berwenang.” Kata Bi Inem.

“Hah? Disita? Disita kenapa Bi?” raut wajah Syahira berubah bingung.

“Non dari mana saja semalam? Non tidak mendengar berita? Tuan dan Nyonya tidak menghubungi Non? Ayah Non di tangkap KPK Non.”

“Apa?” Syahira benar-benar kaget. Jantungnya seakan mau copot. Padahal tidak ada angin atau tidak ada hujan sebelumnya, kenapa tiba-tiba Ayahnya ditangkap oleh KPK?

“Iya Non. Ayah Non di duga menggelapkan dana dari pemerintah. Bi Inem juga kurang faham, tapi begitulah yang Bi Inem dengar.”

Syahira benar-benar syok. Sudah tersesat jauh, dipaksa menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak ia kenali dan sekarang keluarganya juga hancur. Ia kini merasa seakan dunia telah semakin menenggelamkannya. Syahira bingung, harus bagaimana ia sekarang. Pikirannya kalut, ia tak mampu menanggung semua ini secara bersamaan. Air mata lalu tumpah dengan deras di pipinya.

“Bibi dan Non harus meninggalkan tempat ini sekarang. Bibi sempat khawatir karena Non tak kunjung pulang dan sulit untuk di hubungi.”

“Nona Syahira semalam di rumah saya Bi. Panjang sekali ceritanya, intinya Syahira kini adalah istri saya. Jika Villa ini sudah disita maka saya yang akan mengantarkan Syahira pulang ke Jakarta.” Syamir yang dari tadi diam kini angkat bicara.

“shut up! Kita udah janji buat mengakhiri semuanya sampai di sini. Ga usah ikut campur soal keluargaku. Ceraikan aku sekarang!” Ucap Syahira sembari menagis.

“Tidak. Sebelum Sya bisa pulang ke rumah dengan aman maka saya akan tetap menjadi suami Sya dan melindungi Sya.” Syamir bersikeras.

“Bibi benar-benar bingung Den, Non.” Timpal Bi Inem.

“Aku gak butuh kamu lagi sekarang. Pokoknya ceraikan aku sekarang!”

“Tidak.” Ucap Syamir tegas.

“Aku bakal pulang ke Jakarta bareng pacar aku. Jadi kamu gak usah deket-deket aku lagi. Bi, pinjam handpone Bibi. Sya mau telpon Edward.”

Bi Inem lalu memberikan handphone miliknya kepada Syahira.

“Angkat dong Edward!” Ternyata Edward, kekasih Syahira tak kunjung mengangkat telponnya. Syahira semakin putus asa.

“arrrrggghhh!!!” Syahira geram. Ia lalu menangis dengan kencang.

Syamir lalu memeluk Syahira, ia mencoba menenangkan Syahira yang tengah histeris. Syahira terus memberontak dan memukul-mukul Syamir.

“Lepaskan! Lepaskan!” ucap Syahira.

Syamir masih merangkul Syahira. Syahira masih memberontak dan menjerit-jerit. Memang tak mudah juga bagi Syahira untuk menerima semua ini secara bersamaan. Syamir yang iba melihat kondisi Syahira pun ikut menitikan air mata. Sekarang mereka berdua benar-benar dihadapkan dalam kondisi yang begitu sulit. Entah bagaimana mereka akan melaluinya.

Syahira mulai kehabisan tenaga, tubuhnya ambruk tak berdaya. Syamir mencoba untuk membangunkan Syahira tetapi Syahira tak sadarkan diri. Sekarang semuanya begitu sulit bagi Syamir. Dalam hati, Syamir terus meminta pertolongan pada Allah. Tak ada siapapun yan bisa menolongnya sekarang kecuali Allah. Syamir tak berputus asa akan rahmat dan pertolongan dari Allah.

“Den, bawa saja Non ke rumah Bibi. Kita obati Non di sana, lagi pun kita sudah tak bisa lagi berlama-lama di sini. Ayo!”

“Baik Bi. Terima kasih. Semoga kebaikan Bibi di balas oleh Allah.”

“...”

Syamir membopong Syahira ke rumah Bi Inem. Syamir bisa bernapas lega untuk malam ini karena ia tidak perlu lagi kebingungan untuk menginap di mana. Bi Inem dengan berbesar hati mau menampung mereka untuk malam ini.

Rumah Bi Inem berada di antara persawahan, jalannya cukup sempit. Apalagi ini sudah masuk waktu maghrib, jadi keadaan di sekitar nampak gelap. Syamir berusaha keras untuk membopong Syahira sampai ke rumah nya Bi inem. Saat sampai di rumah Bi Inem, Syamir merasa janggal karena ia melihat beberapa sesajen yang ditaruh di halaman rumah Bi Inem. Syamir mencoba untuk tetap berpikiran jernih sejauh ini. Bi Inem lalu menyuruh Syamir untuk membaringkan Syahira di sebuah bangku beralaskan tikar anyam.

“Tunggu sebentar ya Den.” Bi inem lalu masuk ke kamarnya.

Syamir masih mencoba untuk membangunkan Syahira. Wanita itu mungkin terlalu syok atas kejadian tadi. Ia juga kehabisan tenaga karena seharian ini perutnya kosong dan hanya diisi oleh sepotong roti. Syamir lalu mengusap rambut Syahira yang mengalangi wajah Syahira. Syamir baru menyadari bahwa Syahira ternyata wanita yang cantik. Panjang rambutnya sebahu dan dibiarkan tergerai begitu saja. Kulitnya putih bersih dan hidungnya mancung. Syamir tiba-tiba merasa iba sekaligus sayang pada Syahira. Tetapi hatinya kembali pedih saat mengingat Zulaikha yang tengah menangisinya di desa saat ini.

Bi Inem lalu kembali dengan membawa sebuah piring berisi minyak dan bunga melati. Di tangannya yang lain memegang kemenyan. Syamir mulai khawatir saat itu. Apa yang akan diperbuat oleh Bi Inem pada Syahira. Syamir berharap tidak akan terjadi sesuatu pada Syahira ataupun dirinya.

“Itu apa Bi?” Syamir curiga pada barang yang dibawa Bi Inem.

“Den, Bi Inem wes berkomunikasi karo leluhur. Ternyata Non ketempelan jadi ia ndak sadarkan diri sekarang. Kita kudu melakukan pengusiran roh jahat padanya sekarang.” Jelas Bi Inem.

“Astagfirullah. Nyebut Bi, istigfar. Iki jelas-jelas wes dilarang dalam agama. Iki musyrik Bi.” Syamir terperanjat kaget setelah mendengar ucapan Bi Inem Barusan.

“Ndak usah ngajari Bibi mana yang benar dan salah. Kalo koe ora gelem yo wes, pergi sekarang! Tapi kalo koe nurut karo Bibi yo sukur.”  Bi Inem kini terlihat marah.

“Yo wes, saya pergi sekarang. Saya karo Sya ora gelem terjerumus pada perbuatan kemusyrikan. Itu dosa besar Bi. Dosa yang ndak bakal Gusti Allah ampuni. Saya hanya bisa mendoakan semoga Bibi segera diberi hidayah yang baik oleh Gusti Allah supaya segera meninggalkan perbuatan musyrik.”

“Dasar tak tahu diuntung. Sombong tenan koe. Wes, pergi sana! Bawa istrimu pergi dari sini.”

“Baik. Saya karo Sya pergi sekarang.” Syamir lalu membopong Sya meninggalkan rumah Bi Inem.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

EDWARD KELAK MLH JADI JODOHNYA ZULAIKHA...

2023-08-22

0

Maya Ratnasari

Maya Ratnasari

"finally, I'm home". cukup itu aja kakak.

kalo I'm come home, itu ngga sesuai dengan aturan tensesnya. kalo depannya ada kata kerja (dalam hal ini "come"), maka ngga pakai "am" lagi. cukup I come home. hanya saja kalimat I come home bukan kalimat yg biasa digunakan sehari hari.

2022-11-30

0

Ainisha_Shanti

Ainisha_Shanti

Indonesia guna perkataan ''musyrik'' ya? kalau Malaysia akan guna perkataan ''syirik''.

2022-09-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!