Bab 5 Harapan Yang Terkabul

Rasa sakit di pinggang mulai menyiksa tatkala pengunjung datang tiada henti, terlebih lagi jika sudah ada beberapa barang yang hanya di lihat-lihat lalu di taruh sembarangan.

Bolak-balik ia harus membereskan barang itu yang tak lama kemudian akan berantakan lagi.

Hari yang melelahkan itu akhirnya berakhir di sore hari saat matahari pergi terbenam, membayangkan mandi dengan air hangat membuatnya melesat pulang dengan cepat.

Namun sesuatu yang telah menunggunya sejak tadi membuat Zahira tiba-tiba lupa akan keinginannya untuk berendam air hangat, sejenak ia terdiam menatap sesosok laki-laki yang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Mas... " panggilnya pelan.

Ia pun berjalan mendekat, menghampiri wajah yang sudah lama ia rindukan. Ada sebuah guratan tangis yang membekas di pipi Pras, itu membuat Zahira bingung.

"Dek.... mas rindu... sekali padamu" ucap Pras tiba-tiba sambil memeluknya.

Sebuah ungkapan yang tak pernah Zahira duga telah mengetuk hatinya, dengan berurai air mata ia membalas pelukan itu. Melepaskan kerinduan yang sesungguhnya telah lama merajam jiwanya, betapa selama ini hidupnya telah terkatung-katung tanpa kejelasan.

"Maafkan mas dek, maafkan kebodohan suami mu ini yang telah curiga. Perlu kamu tahu kecurigaan mas itu karena betapa kamu sangat mas cintai, hingga tak ada kerelaan bagi mas jika kamu dengan yang lain" ujarnya lagi tanpa melepaskan pelukan.

"Tak apa mas, yang penting sekarang mas mau pulang dan percaya pada adek" sahutnya.

Akhirnya apa yang selama ini ia harapkan telah Tuhan berikan, kehidupan bahagia kembali menghias wajahnya dengan tawa.

Pras kembali perhatian dan penuh kasih sayang, maka tatkala ia tahu istrinya itu bekerja di toko untuk biaya hidupnya ia pun melarangnya.

"Itu pekerjaan berat, gaji mas pun cukup untuk hidup kita berdua jadi kamu tidak perlu bekerja lagi"

"Sudah terlanjur mas, lagi pula Kiki selalu ada buat bantuin aku"

"Tapi kamu kan lagi hamil dek, kamu harus pikirin kesehatan bayi kita juga"

"Mas, aku sudah kontrol ke dokter dan bayi kita sehat-sehat saja. Kali ini saja mas, ijinkan aku kerja. Lagi pula kalau aku kerja kan uangnya bisa kita pakai untuk keperluan bayi kita nanti, ini juga demi masa depannya agar terjamin" bujuk Zahira yang sudah terlanjur nyaman bekerja.

Pras tidak bisa berkata lagi, ia pun memberikan ijin dengan syarat Zahira tidak akan memaksakan diri.

Rutinitas pun berubah, setiap pagi sebelum berangkat kerja Pras akan mengantar Zahira ke toko dulu. Begitu juga saat sore hari, ia akan menjemput Zahira dari toko untuk pulang bersama ke rumah.

Setiap hari akan seperti itu, Zahira akan menunggu di jemput Pras sore hari dengan di temani Kiki seperti saat ini.

"Tumben suami mu belum jemput ya Za" komentar Kiki sambil melihat jam tangan.

"Mungkin macet kali di jalannya" sahutnya.

"Pras itu memang suami yang baik ya, dia selalu memberikan apa yang kamu butuhkan. Makanya saat dengar masalah mu tempo dulu aku ikut syok lho Za, aku hampir tak percaya Pras mudah emosi" ujar Kiki tiba-tiba mengingat masalah yang telah lalu.

"Dia terlalu mencintaiku, karena itu kecemburuannya bisa menjadi boomerang jika sedikit saja ada kesalahpahaman"

"Tetap saja Za, mudah emosi karena cemburu itu tidak baik. Harusnya dia percaya saja sama kamu, toh kamu juga selama ini gak pernah macem-macem"

"Sudahlah, namanya sifat mau bagaimana lagi?"

"Iya sih.. " balas Kiki.

"Eh itu suami ku datang!" ujar Zahira menatap sosok pria yang mengendarai motor ke arahnya.

Saat samapi Pras segera meminta maaf atas keterlambatannya, ia beralasan sempat kena macet sehingga butuh waktu lebih untuk sampai.

Zahira tidak mempermasalahkan hal itu, karena sudah cukup lelah dan ingin segera beristirahat mereka pun berpamitan dengan Kiki.

Tiba di rumah mereka melihat seorang wanita tengah duduk di teras, saling menatap heran Zahira turun untuk menyapa wanita itu.

"Ibu? sejak kapan ibu di sini?"

"Akhirnya kalian pulang juga, ibu sudah menunggu sejak tadi" ujarnya.

Dia adalah Dian, mertua Zahira alias ibu Pras.

"Maaf bu, tadi Pras kena macet jadi lama pulangnya"

"Ya sudah kita masuk yuk, biar aku buatin teh" ucap Zahira.

Mereka segera masuk, sementara Zahira ke dapur untuk membuatkan minuman Pras bicara dengan ibunya.

Selesai menghidangkan teh Zahira ijin untuk mandi terlebih dahulu dan menyiapkan makan malam, membiarkan ibu dan anak itu terus bicara berdua.

"Um... kamu gak masak ayam Za?" tanya Dian saat mereka berkumpul untuk makan malam.

"Eh enggak bu, tadi pagi aku kesiangan jadi cuma kebagian sayurannya aja" jawabnya.

Dian mendengus kecewa, ia hanya menatap makanan di atas meja itu tanpa ada selera.

"Ibu makan yang ada aja dulu ya, besok Zahira masakin ayam buat ibu" bujuk Pras.

"Maaf ya bu, untuk malam ini saja makan sama telur dulu ya.. " tambah Zahira yang tak enak hati.

Dian mengangguk meski masih dengan muka muram, mereka pun makan dalam diam hingga selesai.

Dalam usia yang tak lagi muda Dian memilih untuk beristirahat setelah makan malam, berbeda dengan Pras dan Zahira yang menghabiskan waktu mereka dengan mengobrol.

"Mamah berantem dengan kak Nisa, makanya kabur ke sini" ujar Pras memberitahu.

"Ko bisa? emang berantem gara-gara apa?" tanya Zahira.

"Entahlah, paling cuma salah paham biasa. Nanti juga mereka baikan lagi, cuma untuk saat ini biarin mamah tinggal di sini dulu ya"

"Ya udah" sahut Zahira yang tak mempermasalahkan.

Ia bekerja seperti biasa, bersama Pras ia berangkat pagi dan pulang sore hari. Meninggalkan Dian sendiri di rumah seharian penuh, awalnya itu tidaklah masalah. Tapi kelamaan Dian merasa kesepian, hingga suatu malam ia berkata.

"Apa kamu gak bisa ngambil cuti Pras, mamah kesepian sendiri di rumah"

"Sayang dong mah kalau Pras ngambil cuti"

"Jadi kamu tega ninggalin mamah sendirian di rumah?" tanya Dian dengan wajah muram.

"Bukan gitu mah..." ucap Pras yang tak tahu harus bicara apa.

Ia paling tak bisa membantah ibunya, mau tak mau akhirnya ia mengikuti kemauan sang ibu. Zahira yang mengetahui hal itu sedikit geram, tentu karena akibat cuti yang Pras ambil akan berdampak di kemudian hari.

"Padahal kalau kamu gk ambil cuti kita bisa kumpulin uang cuti itu untuk keperluan bayi kita, lagi pula tidak ada masalah serius yang mengharuskan kamu cuti kan mas" omelnya.

"Mau bagaimana lagi? kamu tahukan aku gak bisa ngebantah mamah"

"Tapi kamu kan bisa kasih pengertian, hari sabtu minggu kan kamu libur juga mas"

"Sudahlah dek, ini cuma masalah kecil jadi jangan di besar-besarkan ya.. " bujuk Pras.

Tetap saja Zahira belum bisa menerimanya.

Episodes
1 Bab 1 Surat Undangan
2 Bab 2 Gunjingan Tetangga
3 Bab 3 Garis Dua
4 Bab 4 Usia Kehamilan
5 Bab 5 Harapan Yang Terkabul
6 Bab 6 Lidah Yang Tajam
7 Bab 7 Lelah
8 Bab 8 Permintaan di Rawat
9 Bab 9 Keberuntungan Beruntun
10 Bab 10 Satu Percikan
11 Bab 11 Pertikaian yang Berulang
12 Bab 12 Semangka Kuning
13 Bab 13 Hujan di Hari Bahagia
14 Bab 14 Tabungan
15 Bab 15 Berpapasan
16 Bab 16 Dosa
17 Bab 17 Kisah Masalalu
18 Bab 18 Cinta yang Terlalu Lama
19 Bab 19 Malam Mimpi Buruk
20 Bab 20 Prematur
21 Bab 21 Ratu Anisa
22 Bab 22 Bunga Mengancam
23 Ban 23 Do'a Kepada Pemilik Langit
24 Bab 24 Kembali Membaik
25 Bab 25 Judi
26 Bab 26 Keikhlasan Yang Ditolak
27 Bab 27 Pergi Merantau
28 Bab 28 Rencana Masa Depan
29 Bab 29 Pertemuan Yang Menyedihkan
30 Bab 30 Perkumpulan TKW
31 Bab 31 Bisnis Baru
32 Bab 32 Benih Cinta
33 Bab 33 Lebih Dekat
34 Bab 34 Hadiah Yang Terabaikan
35 Bab 35 Perasaan Yang Menghantui
36 Bab 36 Kepergian Ibu
37 Bab 37 Curiga
38 Bab 38 Pengkhianatan Seorang Sahabat
39 Bab 39 Keluarga Sempurna
40 Bab 40 Kesempatan Yang Hilang
41 Bab 41 Trauma
42 Bab 42 Tamparan Dari Cinta
43 Bab 43 Penyelidikan
44 Bab 44 Keputusan
45 Bab 45 Bimbang
46 Bab 46 Rencana Pesta
47 Bab 47 Pesta Ulang Tahun
48 Bab 48 Keadilan
49 Bab 49 Selera Istri Sah
50 Bab 50 Surat Dari Ibu
51 Bab 51 Permata Yang Hilang
52 Bab 52 Cangkang Kosong
53 Bab 53 Mati Rasa
54 Bab 54 Kembali Pada Zahira
55 Bab 55 Berakhir
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bab 1 Surat Undangan
2
Bab 2 Gunjingan Tetangga
3
Bab 3 Garis Dua
4
Bab 4 Usia Kehamilan
5
Bab 5 Harapan Yang Terkabul
6
Bab 6 Lidah Yang Tajam
7
Bab 7 Lelah
8
Bab 8 Permintaan di Rawat
9
Bab 9 Keberuntungan Beruntun
10
Bab 10 Satu Percikan
11
Bab 11 Pertikaian yang Berulang
12
Bab 12 Semangka Kuning
13
Bab 13 Hujan di Hari Bahagia
14
Bab 14 Tabungan
15
Bab 15 Berpapasan
16
Bab 16 Dosa
17
Bab 17 Kisah Masalalu
18
Bab 18 Cinta yang Terlalu Lama
19
Bab 19 Malam Mimpi Buruk
20
Bab 20 Prematur
21
Bab 21 Ratu Anisa
22
Bab 22 Bunga Mengancam
23
Ban 23 Do'a Kepada Pemilik Langit
24
Bab 24 Kembali Membaik
25
Bab 25 Judi
26
Bab 26 Keikhlasan Yang Ditolak
27
Bab 27 Pergi Merantau
28
Bab 28 Rencana Masa Depan
29
Bab 29 Pertemuan Yang Menyedihkan
30
Bab 30 Perkumpulan TKW
31
Bab 31 Bisnis Baru
32
Bab 32 Benih Cinta
33
Bab 33 Lebih Dekat
34
Bab 34 Hadiah Yang Terabaikan
35
Bab 35 Perasaan Yang Menghantui
36
Bab 36 Kepergian Ibu
37
Bab 37 Curiga
38
Bab 38 Pengkhianatan Seorang Sahabat
39
Bab 39 Keluarga Sempurna
40
Bab 40 Kesempatan Yang Hilang
41
Bab 41 Trauma
42
Bab 42 Tamparan Dari Cinta
43
Bab 43 Penyelidikan
44
Bab 44 Keputusan
45
Bab 45 Bimbang
46
Bab 46 Rencana Pesta
47
Bab 47 Pesta Ulang Tahun
48
Bab 48 Keadilan
49
Bab 49 Selera Istri Sah
50
Bab 50 Surat Dari Ibu
51
Bab 51 Permata Yang Hilang
52
Bab 52 Cangkang Kosong
53
Bab 53 Mati Rasa
54
Bab 54 Kembali Pada Zahira
55
Bab 55 Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!