Rasa sakit di pinggang mulai menyiksa tatkala pengunjung datang tiada henti, terlebih lagi jika sudah ada beberapa barang yang hanya di lihat-lihat lalu di taruh sembarangan.
Bolak-balik ia harus membereskan barang itu yang tak lama kemudian akan berantakan lagi.
Hari yang melelahkan itu akhirnya berakhir di sore hari saat matahari pergi terbenam, membayangkan mandi dengan air hangat membuatnya melesat pulang dengan cepat.
Namun sesuatu yang telah menunggunya sejak tadi membuat Zahira tiba-tiba lupa akan keinginannya untuk berendam air hangat, sejenak ia terdiam menatap sesosok laki-laki yang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Mas... " panggilnya pelan.
Ia pun berjalan mendekat, menghampiri wajah yang sudah lama ia rindukan. Ada sebuah guratan tangis yang membekas di pipi Pras, itu membuat Zahira bingung.
"Dek.... mas rindu... sekali padamu" ucap Pras tiba-tiba sambil memeluknya.
Sebuah ungkapan yang tak pernah Zahira duga telah mengetuk hatinya, dengan berurai air mata ia membalas pelukan itu. Melepaskan kerinduan yang sesungguhnya telah lama merajam jiwanya, betapa selama ini hidupnya telah terkatung-katung tanpa kejelasan.
"Maafkan mas dek, maafkan kebodohan suami mu ini yang telah curiga. Perlu kamu tahu kecurigaan mas itu karena betapa kamu sangat mas cintai, hingga tak ada kerelaan bagi mas jika kamu dengan yang lain" ujarnya lagi tanpa melepaskan pelukan.
"Tak apa mas, yang penting sekarang mas mau pulang dan percaya pada adek" sahutnya.
Akhirnya apa yang selama ini ia harapkan telah Tuhan berikan, kehidupan bahagia kembali menghias wajahnya dengan tawa.
Pras kembali perhatian dan penuh kasih sayang, maka tatkala ia tahu istrinya itu bekerja di toko untuk biaya hidupnya ia pun melarangnya.
"Itu pekerjaan berat, gaji mas pun cukup untuk hidup kita berdua jadi kamu tidak perlu bekerja lagi"
"Sudah terlanjur mas, lagi pula Kiki selalu ada buat bantuin aku"
"Tapi kamu kan lagi hamil dek, kamu harus pikirin kesehatan bayi kita juga"
"Mas, aku sudah kontrol ke dokter dan bayi kita sehat-sehat saja. Kali ini saja mas, ijinkan aku kerja. Lagi pula kalau aku kerja kan uangnya bisa kita pakai untuk keperluan bayi kita nanti, ini juga demi masa depannya agar terjamin" bujuk Zahira yang sudah terlanjur nyaman bekerja.
Pras tidak bisa berkata lagi, ia pun memberikan ijin dengan syarat Zahira tidak akan memaksakan diri.
Rutinitas pun berubah, setiap pagi sebelum berangkat kerja Pras akan mengantar Zahira ke toko dulu. Begitu juga saat sore hari, ia akan menjemput Zahira dari toko untuk pulang bersama ke rumah.
Setiap hari akan seperti itu, Zahira akan menunggu di jemput Pras sore hari dengan di temani Kiki seperti saat ini.
"Tumben suami mu belum jemput ya Za" komentar Kiki sambil melihat jam tangan.
"Mungkin macet kali di jalannya" sahutnya.
"Pras itu memang suami yang baik ya, dia selalu memberikan apa yang kamu butuhkan. Makanya saat dengar masalah mu tempo dulu aku ikut syok lho Za, aku hampir tak percaya Pras mudah emosi" ujar Kiki tiba-tiba mengingat masalah yang telah lalu.
"Dia terlalu mencintaiku, karena itu kecemburuannya bisa menjadi boomerang jika sedikit saja ada kesalahpahaman"
"Tetap saja Za, mudah emosi karena cemburu itu tidak baik. Harusnya dia percaya saja sama kamu, toh kamu juga selama ini gak pernah macem-macem"
"Sudahlah, namanya sifat mau bagaimana lagi?"
"Iya sih.. " balas Kiki.
"Eh itu suami ku datang!" ujar Zahira menatap sosok pria yang mengendarai motor ke arahnya.
Saat samapi Pras segera meminta maaf atas keterlambatannya, ia beralasan sempat kena macet sehingga butuh waktu lebih untuk sampai.
Zahira tidak mempermasalahkan hal itu, karena sudah cukup lelah dan ingin segera beristirahat mereka pun berpamitan dengan Kiki.
Tiba di rumah mereka melihat seorang wanita tengah duduk di teras, saling menatap heran Zahira turun untuk menyapa wanita itu.
"Ibu? sejak kapan ibu di sini?"
"Akhirnya kalian pulang juga, ibu sudah menunggu sejak tadi" ujarnya.
Dia adalah Dian, mertua Zahira alias ibu Pras.
"Maaf bu, tadi Pras kena macet jadi lama pulangnya"
"Ya sudah kita masuk yuk, biar aku buatin teh" ucap Zahira.
Mereka segera masuk, sementara Zahira ke dapur untuk membuatkan minuman Pras bicara dengan ibunya.
Selesai menghidangkan teh Zahira ijin untuk mandi terlebih dahulu dan menyiapkan makan malam, membiarkan ibu dan anak itu terus bicara berdua.
"Um... kamu gak masak ayam Za?" tanya Dian saat mereka berkumpul untuk makan malam.
"Eh enggak bu, tadi pagi aku kesiangan jadi cuma kebagian sayurannya aja" jawabnya.
Dian mendengus kecewa, ia hanya menatap makanan di atas meja itu tanpa ada selera.
"Ibu makan yang ada aja dulu ya, besok Zahira masakin ayam buat ibu" bujuk Pras.
"Maaf ya bu, untuk malam ini saja makan sama telur dulu ya.. " tambah Zahira yang tak enak hati.
Dian mengangguk meski masih dengan muka muram, mereka pun makan dalam diam hingga selesai.
Dalam usia yang tak lagi muda Dian memilih untuk beristirahat setelah makan malam, berbeda dengan Pras dan Zahira yang menghabiskan waktu mereka dengan mengobrol.
"Mamah berantem dengan kak Nisa, makanya kabur ke sini" ujar Pras memberitahu.
"Ko bisa? emang berantem gara-gara apa?" tanya Zahira.
"Entahlah, paling cuma salah paham biasa. Nanti juga mereka baikan lagi, cuma untuk saat ini biarin mamah tinggal di sini dulu ya"
"Ya udah" sahut Zahira yang tak mempermasalahkan.
Ia bekerja seperti biasa, bersama Pras ia berangkat pagi dan pulang sore hari. Meninggalkan Dian sendiri di rumah seharian penuh, awalnya itu tidaklah masalah. Tapi kelamaan Dian merasa kesepian, hingga suatu malam ia berkata.
"Apa kamu gak bisa ngambil cuti Pras, mamah kesepian sendiri di rumah"
"Sayang dong mah kalau Pras ngambil cuti"
"Jadi kamu tega ninggalin mamah sendirian di rumah?" tanya Dian dengan wajah muram.
"Bukan gitu mah..." ucap Pras yang tak tahu harus bicara apa.
Ia paling tak bisa membantah ibunya, mau tak mau akhirnya ia mengikuti kemauan sang ibu. Zahira yang mengetahui hal itu sedikit geram, tentu karena akibat cuti yang Pras ambil akan berdampak di kemudian hari.
"Padahal kalau kamu gk ambil cuti kita bisa kumpulin uang cuti itu untuk keperluan bayi kita, lagi pula tidak ada masalah serius yang mengharuskan kamu cuti kan mas" omelnya.
"Mau bagaimana lagi? kamu tahukan aku gak bisa ngebantah mamah"
"Tapi kamu kan bisa kasih pengertian, hari sabtu minggu kan kamu libur juga mas"
"Sudahlah dek, ini cuma masalah kecil jadi jangan di besar-besarkan ya.. " bujuk Pras.
Tetap saja Zahira belum bisa menerimanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments