Rumahku Di Ujung Tebing
Gadis itu segera menebar pandangannya di seluruh kafe, mencari hingga matanya menemukan sekelompok gadis yang sedang mengobrol.
Langkahnya yang sempat terhenti segera kembali melangkah menghampiri kumpulan gadis itu, dengan senyum yang merekah ia menyapa.
"Hai semunya... "
"Eh hai juga" sambut mereka segera ricuh berpelukan.
"Ko lama sih Za?" tanya Kiki.
"Iya, biasalah tadi kena lampu merah mulu" jawabnya segera duduk di kursi yang masih kosong.
"Ya udah pesen minum dulu gih" ucap Mayang.
Menurut, Zahira mengangkat tangan untuk menarik perhatian pelayan. Di pesannya sebuah minuman dan makanan kecil pendamping.
"Aku ada sesuatu untuk kalian" ucapnya tiba-tiba setelah sang pelayan pergi.
"Wow apa tuh?" tanya Kiki penasaran.
Dengan senyum penuh arti Zahira mengeluarkan sesuatu dari tasnya, bentuknya seperti buku yang kemudian ia bagaikan satu persatu kepada temannya.
"OMG! kamu mau nikah Za?" teriak Kiki terkejut membaca sebuah undangan di tangannya.
"Yup, aku mau kalian datang ke pernikahan aku"
"Seriusan? jadi Pras benar-benar ngelamar kamu?" tanya Mayang masih tak percaya pada apa yang sedang ia dengar.
Zahira tersenyum, Pras adalah kekasih yang sudah tiga tahun ia pacari semenjak SMU kelas dua.
Rasanya masih baru kemarin ia berkenalan dengan pemuda itu, bertemu di sebuah kafe yang membuat keduanya saling menyukai pada pandangan pertama. Kemudian berujung pada saling bertukar kontak untuk saling berbalas pesan, setidaknya dua minggu kemudian akhirnya Pras pun menyatakan perasaannya.
Hari berlalu begitu saja, Pras adalah pemuda baik yang begitu perhatian padanya. Itulah alasan mengapa saat Pras melamarnya walaupun secara pribadi tapi ia menerimanya.
Walaupun keinginan mereka untuk menikah sempat terhalang oleh restu orangtua Zahira, berkali-kali bundanya berkata.
"Berumah tangga itu bukan hal yang mudah, menjadi istri adalah pekerjaan tersulit yang ada di dunia apalagi jika sudah menjadi ibu. Tugas mu di rumah banyak dan tidak selesai-selesai, apa kamu mampu?"
"Bunda... Pras mau nikahin Za karena cinta, dia pasti akan bahagiakan Za seperti selama ini dia baik sama kita" ujarnya meyakinkan.
"Hhhhhh... kamu tuh kalau di bilangin susah sekali, umur mu tuh baru sembilan belas tahun Za. Apa kamu gak mau kuliah dulu seperti teman mu yang lain? atau kerja gitu?"
"Untuk apa Bun? Pras kan bakal tanggungjawab sama kehidupan Za, semuanya dia yang urus"
"Ya sudah kalau keputusan mu begitu, tapi setelah menikah bunda mau kalian tinggal di rumah ini saja"
"Makasih bunda... Za akan bilang sama Pras dan dia pasti gak bakal keberatan" ujarnya penuh kebahagiaan.
Maka di sinilah ia, membagikan surat undangan kepada teman-teman sekolahnya untuk berbagi kebahagiaan.
"Gak nyangka ternyata di angkatan kita kamu duluan yang nikah, selamat ya Za.. "
"Makasih, jangan lupa buat datang ya.. " balasnya.
Obrolan para gadis itu pun berlanjut, begitu ricuh di penuhi tawa kebahagiaan hingga Zahira memutuskan untuk pulang lebih dulu sebab ia masih harus membagikan surat undangan.
Mereka saling melambaikan tangan mengantar kepergian Zahira hingga ia benar-benar hilang dari pandangan.
"Gak nyangka banget ya Za bakal beneran nikah muda, apa dia gak sayang ya sama masa depannya?" tukas salah satu dari mereka.
"Maksudmu apa?" tanya Kiki.
"Ya kamu tahu sendiri kan Ki, jaman sekarang mana ada yang nikah muda kalau gak ke pepet!" ujar Mayang.
"Kamu pikir Za hamil duluan gitu?" tanya Kiki dengan ekspresi penuh tuduhan.
"Ya kalau bukan karena itu terus kenapa coba? semua temen sekelas juga tahu ko gimana gaya pacaran Za sama Pras"
"May! kamu tuh kalau ngomong hati-hati ya, emang mereka suka jalan berdua tapi Za bukan cewek yang seperti itu"
"Udahlah Ki, kamu ngotot banget sih belain Za. Di balik sifat polosnya dia kan kita gak tahu kalau di belakang kayak gimana? justru yang polos yang sering kejeblos!" tukas pula yang lain.
"Bener tuh... hahaha.. " timpal Mayang.
Mereka tertawa geli namun tidak dengan Kiki, sebagai teman yang paling dekat dengan Zahira ia yakin Zahira adalah gadis suci yang tidak akan melakukan tindakan seperti itu.
Setahunya Zahira selalu di lindungi bundanya yang kemana pun harus laporan atau di temani, termasuk saat akan jalan bersama Pras.
Tak tahan akan obrolan itu Kiki pun memilih untuk pulang, ia paling tidak bisa mendengar gosip tentang Za yang tidak mengenakan.
Sampai di rumah baru saja ia akan mengganti pakaian tiba-tiba ketukan di pintu terdengar, begitu ia melihat seseorang tengah mengucapkan salam dari luar.
"Assalamualaikum.. "
"Wa'alaikumsalam" jawabnya pelan sambil membuka pintu.
"Fariz!" panggilnya begitu melihat sosok pemuda yang berdiri tepat di balik pintu.
"Ki, ini ada sedikit oleh-oleh buat keluarga" ujarnya sambil menyerahkan sebuah bingkisan.
"Ya ampun... makasih.., kamu kapan datang? ayo masuk dulu, kita ngobrol dulu"
"Tadi malam" sahutnya.
"Oh gitu, silahkan duduk dulu. Biar aku panggilin ibu, dia pasti senang dengar kamu datang" ujarnya.
Kiki segera melesat ke dapur, memanggil ibunya untuk memberitahu kedatangan Fariz. Seperti apa yang ia sampaikan ibunya begitu senang akan kedatangan pemuda itu, Fariz dan Kiki adalah teman masa kecil yang bahkan hari kelahiran mereka saja hanya beda dua hari.
Sejak kecil sudah bersama dan Fariz sudah dianggap sebagai anak oleh ibu Kiki, itu karena ibu Kiki ingin memiliki seorang putra sementara yang lahir adalah putri dan tidak dapat mengandung lagi karena kista yang ia miliki.
"Ini minumannya" ujar Kiki menaruh segelas teh manis di atas meja.
"Makasih Ki, padahal gak usah kamu bikinin. Biasa juga kamu suruh aku ambil sendiri ke dapur" sahut Fariz.
"Jangan dong, masa tamu gak aku layanin. Apalagi ini tamu jauh" ucapnya.
Mereka tertawa akan gurauan itu, memang semenjak lulus sekolah Fariz memutuskan untuk pergi mesantren di Bandung. Terakhir mereka bertemu adalah tahun lalu dimana Fariz berpamitan untuk pergi, setahun telah berlalu kini Fariz benar-benar berubah menjadi lebih santun layaknya seorang ustad.
"Ini... undangan siapa Ki?" tanyanya menatap sebuah surat undangan di atas meja.
"Oh itu dari Zahira, tadi kami ketemu di kafe dan dia bagiin surat undangan untuk pernikahannya"
"Jadi.. Zahira mau nikah sama pacarnya itu" gumam Fariz.
Ada kesedihan tersirat di mata Fariz, menyiratkan hatinya yang belum ikhlas akan cintanya. Hanya Kiki yang tahu bahwa semasa sekolah dulu Fariz memiliki hati untuk Zahira bahkan sejak sekali satu, sayang pada masa itu Fariz tak berani mengungkapkannya meski telah mendapat dukungan dari Kiki.
Sampai akhirnya saat mereka naik ke kelas dua Pras datang dalam kehidupan Zahira dan menjadi pangeran untuknya, kini cerita lalu itu benar-benar menjadi puing yang tak patut di kenang bagi Fariz.
"Kamu... mau datang ke pesta pernikahannya?" tanya Kiki.
"Untuk apa? aku kan gak diundang" sahutnya.
"Buat nemenin aku, Zahira juga pasti senang liat kamu" ujarnya.
Fariz tersenyum pahit, keputusannya untuk pergi mondok adalah untuk menghindari penyakit hati yang berasal dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Kini setelah menimba ilmu mungkin sudah waktunya melihat apakah ia mampu ikhlas melihat gadis yang ia cintai bahagia dalam pelukan orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments