Pernikahan, sebuah upacara sakral dimana dua insan mengambil sumpah di hadapan saksi dan Tuhan. Berjanji untuk saling mengasihi dan menyayangi hingga maut memisahkan, berbagi suka maupun duka dalam sepanjang waktu.
Dan saat kata 'sah' terucap, air mata itu menetes karena haru. Baru kemudian senyum tak pernah pudar di wajahnya, menyambut kedatangan para tamu yang memberi selamat.
Sementara di sisi lain dalam keramaian, sepasang mata sembab tengah berjuang terlihat baik-baik saja.
"Yuk!" ajak Kiki sambil menggandeng tangannya.
Tersenyum pahit Fariz mengangguk, berjalan mengikuti langkah Kiki yang menghampiri sepasang pasutri baru.
Begitu matanya beradu pandang dengan sang mempelai wanita seketika dunia berhenti bergerak, canggung.
"Fariz!" panggil Kiki.
Seketika semuanya kembali normal, rupanya waktu hanya berlalu selama lima detik saja saat ia menatap Zahira dengan penuh rasa.
"Selamat... " ucapnya pelan sambil mengulurkan tangan.
"Terimakasih" sahutnya dengan senyuman penuh.
Rupanya hingga detik ini Zahira benar-benar buta, atau dia yang terlalu berharap padahal selama ini tak ada usaha. Akhirnya Fariz memutuskan untuk pulang padahal pestaasih berlangsung dengan meriahnya, ia cukup tahu diri bahwa kebahagiaan itu tidak termasuk dirinya.
Sesuai dengan permintaan bunda setelah menikah Zahira akan tetap tinggal di rumah, kini Pras lah yang ikut pulang ke rumahnya setelah acara selesai.
Seperti pasangan kebanyakan hari-hari yang mereka lalui begitu penuh kebahagiaan, selalu ada canda yang membuat mereka senantiasa tertawa.
"Besok aku udah berangkat kerja, tolong kamu bangunkan aku nanti pagi ya.. " ujar Pras sambil menarik selimutnya.
"Cepat amat sih kamu kerjanya mas, masa cuti nikah cuma dapat tiga hari aja" keluh Zahira yang masih ingin terus bermanja.
"Mau bagaimana lagi? kan bukan aku pemilik perusahaannya, lagi pula sore kan aku sudah pulang. Kamu yang sabar ya.. " bujuk Pras.
Zahira hanya bisa mendengus kesal, ia tahu walaupun ia menangis itu tidak akan membuat suaminya tetap tinggal di rumah.
Sesuai permintaan Zahira bangun lebih awal untuk membantu bunda menyiapkan sarapan, setelah selesai baru ia membangunkan Pras.
Mereka sarapan bersama sebelum Pras berangkat kerja, dengan penuh cinta Zahira mengantarkan suaminya hingga kedepan pintu dimana Pras akan pergi bekerja menggunakan motornya.
"Aduuuuhhh... pengantin baru, pagi-pagi sudah tebar cinta ya... " teriak seorang tetangga yang lewat depan rumah.
"Bu.. pagi... " sapa Zahira sambil tersenyum ramah.
"Pagi juga nak Zahira, mari... saya mau ke tukang sayur"
"Iya bu.. " sahutnya membiarkan ibu itu pergi.
"Ya udah aku berangkat dulu... " ujar Pras.
"Hati-hati di jalan ya.. " balasnya.
Zahira tetap berada di depan pintu sampai Pras benar-benar pergi dan hilang dalam pandangannya, barulah setelahnya ia kembali masuk.
"Za.. kamu jaga rumah sebentar ya, bunda mau pergi beli sayuran buat nanti makan siang" ujar bundanya yang telah siap dengan tas belanjaan.
"Eh biar Za aja bun"
"Kamu... mau belanja?" tanya bundanya kaget sebab selama ini putrinya itu tidak mau belanja ke tukang sayur yang banyak ibu-ibu bergosip.
"Iya bun, sekarang kan Za udah nikah jadi Za harus belajar belanja"
"Yakin?" tanya bundanya sekali lagi.
Dengan tegas Zahira menganggukkan kepalanya yang membuat bunda akhirnya memberikan tas belanjaan itu. Dengan penuh semangat Za pun pergi, namun belum sempat ia sampai di tukang sayur itu sebuah gosip tentangnya terdengar hingga membuatnya bersembunyi untuk mendengarkan.
"Namanya juga pengantin baru ya, suami berangkat kerja udah dandan cantik cuma buat nganter sampai depan pintu" ujar seorang ibu yang tadi sempat menegurnya.
"Tunggu tiga tahun aja deh bu.. bentar lagi juga sudah dasteran kayak kita" timpal seorang ibu lain yang membuat sekumpulan ibu itu tertawa.
"Saya jadi ingat lho ucapan ibu waktu itu, ternyata benar ya Zahira sudah nikah bakal tetap tinggal sama orangtuanya"
"Nah benar kan apa yang saya bilang?" jawabnya merasa bangga.
"Iya loh" sambung yang lain setuju.
"Kan saya bilang Zahira itu anak semata wayang, jadi walaupun udah nikah dia gak mungkin lepas dari ketek ibunya" celetuk ibu itu yang membuat telinga Zahira panas mendengarnya.
"Iya sih bu, keliatan kalau Zahira itu anak yang manja. Dari kecil dia sudah seperti itu, nanti juga kalau punya anak pasti yang ngasuh neneknya."
Mereka mengangguk setuju atas pernyataan itu yang membuat Zahira terpancing emosinya.
"Eh ngomongin anak jangan-jangan Zahira sudah itu duluan, dia kan baru lulus kemarin"
"Bener juga, namanya anak jaman sekarang kan ya.. " sahut seorang ibu yang segera mengerti apa maksudnya.
Gosip tentang dirinya semakin memanas seperti tungku, begitu juga dengan telinga dan hatinya yang mendengar itu semua. Tak mampu menahannya lagi ia memutuskan untuk pulang membawa kekesalan, terus mengurung diri di kamar walaupun bundanya berteriak memanggil.
Zahira melewatkan makan siang dan baru keluar kamar menjelang sore, saat Pras pulang bekerja.
Melihat mata sembab istrinya tentu membuat Pras heran, segera ia pun membawa Zahira masuk kamar untuk di ajak bicara.
"Kamu kenapa? sakit?" tanyanya lembut.
"Gak mas"
"Terus kenapa?" tanya Pras lagi.
Dengan terbata-bata sebab air matanya kembali terurai Zahira pun menceritakan apa yang tadi pagi ia dengar, betapa hatinya seketika hancur karena berbagai gunjingan tersebut.
Pras hanya bisa menyabarkan, menenangkan hati Zahira agar tak perlu memikirkan ucapan orang tentangnya.
Untuk saat ini Zahira luluh, hatinya membaik berkat bujukan sang suami. Tapi itu tak bertahan lama, ia kembali mendengar gosip tentangnya dari para tetangga yang tak mengenakan.
Dan kini semua gunjingan itu semakin mengganggu hingga membuatnya tak betah, pada akhirnya ia pun mengambil keputusan yang harus di mengerti oleh bundanya.
"Apa? ngontrak?" ujar bundanya kaget.
"Iya bun, Za kan udah nikah. Malu bun sama tetangga, mau sampai kapan Za hidup tergantung sama bunda?"
"Tapi buat apa kamu ngontrak? itu cuma buang-buang uang doang, lebih baik kamu tinggal di sini biar uang kamu bisa di gunakan pada kebutuhan yang lain"
"Bunda... Za gak pernah ngebantah perintah bunda apa pun, kali ini saja tolong ijinin Za buat hidup mandiri. Lagi pula Za kan gak sendirian, ada Pras sebagai suami yang tanggungjawab" bujuknya.
Sebagai orangtua cukup sulit bagi bundanya melepaskan Za begitu saja, tapi apa yang di inginkan Zahira bukanlah sebuah dosa.
Jika di lihat dari berbagai sudut keinginan Zahira adalah keputusan yang tepat, sebagai seseorang yang telah menginjak dewasa sudah sepatutnya ia berdiri di atas kakinya sendiri.
"Ya sudah kalau begitu, ibu akan bantu kamu cari rumah kontrakan yang bagus" ujar bundanya menyerah.
"Makasih bun.. " ucap Zahira sambil memeluk bundanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments