Sima Papuana. Ialah Bos Mafia, dengan anggota berkelompok yang seringkali disebut bayangan. Lantaran mereka bergerak di balik layar, seolah membayangi publik.
Mereka bukanlah organisasi yang terbilang jahat. Sejujurnya mereka ada karena melindungi semua orang yang berada di Blok D. Karena akhir-akhir ini seringkali terjadi kejahatan liar yang sulit ditangkap oleh aparat. Mereka membantunya namun tidak secara langsung. Setidaknya ini bisa disebutkan karena Bos Sima.
Di sela-sela itu. Keluarga Papuana memiliki banyak bisnis di suatu perusahaan, toko dan salah satu pabrik yang ada. Tak ada yang menyadari bahwa di balik itu terdapat organisasi mafia.
Hari ini Sima pulang ke rumah dengan wajah santai. Melupakan kejadian yang barusan, meski sebenarnya itu tidaklah mudah.
Ekspresi yang kaku, pernyataan tiba-tiba serta gerak-gerik yang dilakukan Adrian tadilah yang membuat Sima kepikiran. Seolah tindakannya itu terpaksa dan tak berniat melepas kepergian Sima.
****
Hadiah spesial darimu sudah aku terima dengan baik dan benar. Sejujurnya aku tak menyangka kau ternyata sudah bertunangan. Andai kau mengatakan hal ini sejak dulu, maka aku tak dipermalukan seperti itu.
Namun, sebagai balasan karena telah menghadiahi sesuatu untukku. Maka aku akan memberimu sesuatu juga. Yang bersifat rahasia🖤
^^^Tertanda manis, Sima Tercinta❣^^^
***
Surat cinta telah sampai ke alamat Adrian. Bukan dari kotak surat apalagi dari surat elektronik. Bawahan Sima langsung yang memberikannya lewat celah jendela.
Ia tak sengaja melihat dua insan sedang asik bercumbu dalam kamar. Tak sengaja melihat, ia buru-buru pergi dan melaporkan hal itu pada Sima sesegera mungkin.
Adrian dan wanita itu, Lisa. Membaca isi surat itu bersama. Melihatnya membuat mereka jijik terutama di bagian akhir yang terdapat gambar hati.
“Wanita ini ...!”
Adrian kesal, ia merobek-robek selembar kertas itu lalu menyebarkannya ke sekeliling. Ia lantas pergi, bertemu dengan Sima secara langsung.
Adrian sudah tahu sejak dulu di mana rumahnya. Maka ia segera ke sana dan menanyakan apa maksud dari surat itu.
Dok! Dok!
“Sima! Keluar kamu!” panggil Adrian tak sabaran.
Sima sudah menunggu lama kedatangan Adrian. Terdengar kesal sekali dari jeritan Adrian di luar sana sembari menggedor-gedor pintu.
Klak ....
Sima akhirnya muncul. Membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Adrian masuk. Hari ini, Sima berpakaian biasa layaknya orang nganggur di rumah.
“Mari masuk?”
“Hei, Sima! Apa-apaan suratmu itu! Bukankah aku sudah bilang, kita sudah putus!” teriak Adrian.
Sudah datang lalu menggedor pintu rumah seenaknya. Bahkan memarahi tuan rumah, sungguh tidak punya etika sama sekali. Entah kenapa Sima beruntung merelakan pria ini pergi ke pelukan wanita lain.
“Hah, apa maksudmu?” tanya Sima menghela napas.
“Surat cinta itu, kau yang menulisnya 'kan? Aku tahu betul itu tulisanmu atau bukan. Tapi kenapa mengirimkan surat cinta di saat kita sudah putus hubungan?” ketusnya.
“Aku cuman mengucapkan perpisahan, Adrian,” ucap Sima merendahkan suaranya.
“Oh, ya, kau benar. Aku mengingatnya. Ingat semua kata-kata yang tertulis di surat itu. Lalu hadiah apa yang ingin kamu berikan padaku?” tanya Adrian dengan penuh curiga namun telapak tangannya menengadah seakan meminta.
Sima tahu betul sifat Adrian yang seperti ini. Segala hal yang telah diberikan pada Sima saat mereka berpacaran kini sedang diminta untuk dikembalikan.
Sima pun merogoh kantong celana di belakang, dan menemukan satu koin berwarna perak seharga 100 rupiah.
“Nih, ambil. Jangan sampai jatuh ya,” ucap Sima sambil menaruh koin itu di tangan Adrian.
“Yang lain nyusul aja. Karena suratnya belum siap,” imbuh Sima lantas tersenyum. Kemudian kembali masuk ke dalam rumah.
Awalnya terdengar jeritan Adrian yang marah-marah pada Sima. Namun lambat laun, suaranya hilang dan mungkin ia sudah pergi. Sima pun bersiap-siap pergi lagi tuk melepas penat ke suatu tempat.
Berpakaian seperti mahasiswa dengan sepatu kets. Beberapa pria yang adalah bawahannya hendak mengikut tapi tidak diperbolehkan karena memang Sima ingin sendiri.
“Ingat, pokoknya jangan ikuti aku. Apalagi kalau kalian ikut aku karena perintah Ayahku. Siap-siap saja rambut atau kelamin kalian hilang esok hari,” ancam Sima dengan suara tegas.
Senja akan tiba sebentar lagi. Namun itulah yang Sima tunggu. Sima sangat menyukai langit berwarna jingga, serta melihat pemandangan saat matahari terbenam. Karena pemandangan itu mengingatkan dirinya akan kehidupan Sima sebagai Bos Mafia.
Kelam.
Duduk di gang yang sempit, sembari menyumut sepuntung yang ia miliki. Menunggu terbenamnya matahari, namun tak lama setelah itu ia bertemu seorang pria.
“Mbak, jangan merokok di sini,” pinta pria itu. Memperingatkan Sima untuk lagi merokok di gang sempit.
Karena terkejut, Sima buru-buru mematikan apinya. Bersikap seolah ia tak melakukan apa-apa. Kemudian berdiri berhadapan dengan pria itu.
“Aku tidak melakukan apa-apa! Aku hanya duduk diam saja,” kata Sima berdalih.
Pria dengan potongan rambut sedikit panjang itu sedikit memiringkan kepalanya. Melihat puntung rokok di bawah dengan api yang masih menyala sedikit.
“Barang bukti sudah ditemukan. Tidak perlu bersusah payah berdalih, Mbak. Haha,” ucap pria tersebut yang tertawa kecil.
“Hah! Hah ...tidak! Tidak, tidak!” pekiknya seraya menginjak barang bukti demi menyembunyikannya.
“Mbak ini nggak pandai berbohong, ya. Tapi terserah saja, yang terpenting jangan terlalu dipendam ya.”
Pria itu nampak familiar. Sima seperti pernah melihatnya di suatu tempat namun entah di mana.
“Tunggu, tadi bilang apa?” tanya Sima sambil menarik tubuhnya mundur.
“Oh, maafkan aku. Aku adalah salah satu karyawan di tempat kafe, sebagai pelayan yang menerima pesanan. Kafe Dadi Muncul. Mbak pernah ke sana tapi berakhir buruk tadi pagi.”
Pria itu ternyata adalah salah satu pelayan di kafe Dadi Muncul. Pantas saja tak terasa asing, pria inilah yang pada saat itu ada di dekatnya.
“Eh, ternyata kau. Aku tidak begitu ingat tapi aku rasa memang ada satu pelayan yang ada di belakang pacarku,” kata Sima yang tersentak kaget.
“Mbak ingat rupanya. Kalau begitu aku pergi, ya.”
“Tunggu!” Sima menahannya lagi. “Bukankah aku di sana dianggap sebagai pelakor?” pikir Sima.
“Iya. Semua orang menganggapnya begitu. Tapi tidak untukku. Aku pikir Mbak-lah yang kena tipu, jadi jangan terlalu dipendam dalam-dalam. Apalagi kalau sampai merokok begitu 'kan nggak bikin sehat,” pikirnya.
Sontak membuat Sima terkejut. Tak mengira bahwa ada orang lain yang berpikir bahwa Sima bukanlah pelakor, yang merebut tunangan orang lain. Sedikit merasa haru namun tatapannya menurun sendu.
“Aku tertipu olehnya. Pria itu memang memberikan segala yang aku mau meski tidak seberapa pun aku benar-benar berterima kasih. Tapi itulah yang kudapat,” kata Sima menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Mbak, aku percaya kalau semua wanita dan pria pasti akan melakukan kesalahan paling tidak sekali atau dua kali. Mulai hari ini, lupakanlah dia dan mulailah hidup baru,” ucap pria itu dengan semangat membara.
Pria ini sangat polos. Namun setiap kata yang dilontarkan benar-benar membuat Sima bahagia dan rasa penat telah hilang sepenuhnya.
Sima menyeringai tipis dan bergumam, “Aku pun sudah memberinya selamat serta mengucapkan perpisahan. Terima kasih, ya.”
Hadiah balasan telah sampai ke alamat rumah Adrian. Berupa surat pemecatan dari pekerjaannya sebagai karyawan perusahaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments