Kalau saja saat ini Marco tidak sempat mengingat semi truknya yang sudah berumur, mungkin saja Marco akan menutup pintu mobilnya, dengan membanting helaian pintu itu dengan keras.
Bagi orang lain, mengintip wanita yang hanya tertinggal kulit sebagai pembungkus tubuhnya, mungkin adalah sesuatu kenangan yang indah dan menarik, sebaliknya bagi Marco.
Penyesalannya karena mengintip tadi memuncak.
Marco laki-laki dewasa yang normal dalam emosinya, meski dia memiliki kelebihan khusus, atau lebih tepatnya dia menyebutnya, adalah kekurangan khusus yang tidak biasa, dibandingkan dengan orang kebanyakan.
Setengah berlari, Marco pergi ketempat biasanya dia membelah kayu untuk bahan bakar perapiannya.
Ayunan kapaknya yang mampu membelah kayu dalam satu kali hentakan, menjadi pelampiasan Marco akan kekesalannya.
Marco membenci dirinya sendiri, yang berbeda dari orang lain.
Ketakutan akan kemungkinan bocornya identitas aslinya mengacaukan hidupnya.
Kemampuannya untuk mengubah bentuk, dianggap Marco sebagai kesialan terbesar dalam hidupnya.
Bayangkan saja, kalau saja Marco sedang bersama seseorang, lalu dia berubah menjadi hewan secara tiba-tiba, kira-kira apa yang akan terjadi?
Terang saja, siapa pun yang melihatnya akan menganggap kalau dia manusia aneh, dengan raut wajah ketakutan sambil berteriak.
Potongan demi potongan kayu yang terbelah dua, menumpuk semakin banyak dan tinggi.
Keringat yang mengucur deras membasahi tubuhnya, membuat Marco membuka kausnya, dan melemparkannya begitu saja keatas lantai serambi rumahnya.
Dengan tertinggal celana panjang, Marco tetap membelah potongan kayu bakar, sampai tenaganya hampir habis.
Marco menyambar keringat di keningnya, dengan punggung tangannya, cepat dan kasar, sambil duduk diatas tumpukan kayu yang sudah terbelah.
Telapak tangannya yang kasar dan kapalan terasa pedih, dengan lengan dan bahu yang juga pegal, karena dia yang bekerja tanpa aturan.
Bukan sesuatu yang buruk, justru dengan kesakitan yang dia rasakan, bisa menghilangkan keinginan nafsu gilanya untuk menyentuh tubuh wanita.
Kapak ditangannya ditancapkan asal-asalan keatas alas bantalan, untuk membelah kayu.
Masih bertelanjang dada, Marco berbaring diatas tumpukan kayu, membiarkan dirinya terjemur matahari sampai kulitnya kemerahan.
Rasa lelah yang berlebihan, hampir membuat Marco tertidur diluar situ.
Apakah ada kemungkinan Marco bisa hidup normal?
Mahluk apa dia sebenarnya?
Apakah ada orang lain yang seperti dirinya?
Pertanyaan yang sering muncul didalam kepalanya tanpa ada jawaban, mengganggu ketenangan diri dan pikirannya.
Semestinya, Marco bisa merasakan kelegaan, saat bisa terbang menguasai langit diatas hutan tadi, tapi karena kebodohannya, malah hanya mengacaukan harinya saja.
Marco kemudian berjalan masuk kedalam rumahnya, sambil membawa beberapa potong kayu yang bisa dia angkat.
Dengan meletakkan potongan-potongan kayu kedekat perapian begitu saja, Marco pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri.
Jatuhan air dingin yang mengalir deras dari atas kepalanya, cukup menyegarkan dan mengurangi tekanan dalam tubuhnya.
Setelah selesai berpakaian, hanya dengan mengenakan kaus tanpa lengan dan celana pendek, Marco memandangi liontin yang disimpannya didalam kotak perhiasan bekas mendiang Mommy Marco.
Liontin batu berwarna biru muda, berbentuk prisma, yang bening tembus pandang, tertanam didalam bingkai logam titanium, bergantung di rantai yang juga berbahan titanium yang sudah pendek.
Kalau Marco mau memakainya sekarang, kalung itu hanya bisa digunakannya sebagai gelang, yang longgar dipergelangan tangannya.
Tidak ada satupun tulisan, atau ukiran yang terlalu mencolok di kalung itu.
Hanya ukiran sederhana dibingkai liontin, meski tetap tidak mengurangi keindahannya, justru menonjolkan penampilan batunya.
Sama sekali tidak berguna, untuk dijadikan sebagai petunjuk.
Dipasar loak, atau garage sale, Marco pernah melihat liontin, yang bentuknya mirip-mirip dengan liontin yang ada ditangannya sekarang.
Tidak ada yang spesial saat Marco bertanya tentang liontin itu kepada penjualnya waktu itu.
"Murah saja kalau anda berminat. Itu hanya perhiasan yang dibeli mantan suami saya. Daripada saya membuangnya, lebih baik kalau benda itu bisa jadi uang."
Perkataan wanita yang tampaknya berusia pertengahan empat puluhan tahun, saat Marco mencoba mencari tahu, kalau-kalau ada yang istimewa dari liontin yang dijualnya itu.
Selain ukiran dibingkai liontin, tidak ada yang perbedaan yang mencolok, dibandingkan dengan liontin yang dimiliki Marco.
Kalau begitu, bisa saja benda itu hanya perhiasan biasa.
Satu-satunya yang mungkin bisa memberikan Marco sedikit petunjuk, hanyalah suster yang ada di panti asuhan.
Sialnya, semenjak Marco kembali kekota kecil itu, Marco belum bisa bertemu dengan suster Martha yang sedang sakit, dan mendapat perawatan khusus, tanpa ada orang luar yang bisa mengunjunginya.
Semua artikel tentang penemuan anak-anak, yang terjadi ditahun yang sama saat Marco ditemukan, juga tidak ada yang sesuai, atau memiliki kemiripan dengan kasusnya.
Rasanya, Marco sudah cukup teliti membaca artikel koran lama, yang masih bisa dia temukan di internet.
Tapi, masih belum membuahkan hasil apa-apa.
Marco menyimpan kembali kalung liontin itu kedalam kotak perhiasan, kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
Malam ini akan ada pesta untuk ulang tahun kota.
Seingat Marco, biasanya sejak pagi, keramaian sudah merambat didepan balai kota.
Sebagian besar para Daddy yang membawa anak-anaknya bermain, sudah terkumpul disana, dimana biasanya ada tempat untuk anak-anak bermain.
Sebagaimana kenangan yang masih tertinggal dalam ingatan Marco ketika Mommy-nya masih hidup.
Disetiap hari ulang tahun kota, sejak pagi Mommy Marco sudah sibuk memasak berbagai jenis makanan untuk dibawanya ke balai kota, disore menjelang malam.
Sedangkan Daddy-nya, setelah sarapan bersama, akan membawa Marco pergi ke lapangan didepan balai kota, agar tidak mengganggu Mommy-nya memasak.
Wahana bermain sederhana banyak tersedia disana.
Mulai dari berjalan-jalan disekitar situ menaiki kuda poni, memberi makan hewan ternak yang berukuran kecil, melukis dengan cat khusus diwajah mereka, sampai menikmati jajanan yang dijual pedagang yang memanfaatkan padatnya keramaian, akan jadi kegiatan Marco dan Daddy-nya, sambil menunggu Mommy Marco menyelesaikan kegiatan masak-memasaknya.
Kenangan yang indah, meski hanya sempat dirasakan Marco disaat masih berusia belia.
Kini semua itu hanya tinggal kenangan yang melekat di ingatan akan kasih sayang Mommy dan Daddy Marco, diantara banyak kenangan indah lainnya, saat bersama orang tuanya itu.
Marco berjalan pelan menuju ke dapur.
Berniat membuat Pai labu, seperti yang biasa dibuatkan Mommy-nya saat beliau masih hidup.
Selain untuk menjadi buah tangan Marco saat pergi ke balai kota nanti, makanan itu juga bisa untuk mengobati kerinduannya kepada Mommy, wanita yang menjadi kesayangannya.
Semua bahan yang diperlukan untuk membuat Pai labu, dikeluarkan Marco dari dalam lemari es.
Sewaktu Mommy-nya masih hidup, Marco sempat diajarkan caranya memasak makanan itu, lengkap dengan resep yang kini masih menempel dengan tulisan buram, dipintu kabinet lemari dapur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
$uRa
pakai saja kalaung liontin itu di tanganmu Marco siapa tau ada petunjuk tentang siapa kamu sebenarnya..
2022-08-20
1