Air yang direbus diatas tungku perapian, sudah mendidih.
Uap air yang memaksa keluar dari ujung ketel, menghasilkan suara mendecit yang nyaring, dan cukup mengganggu pendengaran.
Marco mengangkat ketel dari atas api, dan menuangkan sedikit air kedalam cangkir besar berisi kopi tanpa gula.
Dua butir telur, beberapa potong bacon, dan segenggam irisan kentang, digoreng bergantian didalam panci penggorengan datar, yang sudah dipanaskan diatas kompor.
Semestinya, semua itu adalah menu untuk sarapan.
Marco belum sempat berbelanja bahan makanan, untuk isi lemari esnya.
Apa saja yang tersisa didalam sana, akan jadi menu makannya siang ini, tanpa perlu terlalu dipikirkannya.
Marco harus makan sesuatu, untuk mengganti energi yang dia keluarkan, saat dia terbang dengan waktu yang cukup lama tadi.
Setiap kali Marco berubah bentuk, menjadi seekor elang, adalah bentuk hewan yang paling menguras tenaganya.
Dengan lahapnya, Marco menghabiskan makanan yang sudah matang, dan tersaji didalam piring.
Setelah makan, barulah Marco akan pergi berbelanja untuk stok makanannya.
Meskipun jagung hasil kebunnya berlimpah-limpah, tidak mungkin Marco hanya akan memakan itu setiap hari.
Melihatnya saja, tenggorokan Marco sudah merasa kenyang, meskipun perutnya masih bergetar dengan keras.
Bahan-bahan bangunan, mulai dari potongan papan dan balok-balok, masih berhamburan dilantai.
Renovasi rumah itu masih membutuhkan waktu lama, sampai benar-benar maksimal perbaikannya.
Hanya mendorongnya dengan kaki, Marco menyingkirkan beberapa potongan balok, yang mengganggu jalannya, untuk masuk keluar dari pintu rumahnya.
Mobil semi truk tua yang dibelinya, dengan hasil tabungannya tahun lalu, masih terlihat baik meski catnya kini sudah mulai pudar, dan tampak agak kusam.
Menggunakan mobil tuanya itu, Marco melaju dijalanan dengan kecepatan sedang.
Minimarket yang jadi tujuannya, tidak terlalu jauh dari rumahnya, dan dia juga berencana untuk singgah ditoko grosir yang menyediakan bahan makanan segar.
Sabun, dan semua perlengkapan mandi dan mencuci, sudah masuk didalam keranjang, kini tertinggal beberapa bahan makanan kalengan dan instan, untuk keadaan darurat yang akan diambil Marco dari pajangan.
Beberapa pengunjung minimarket berusia lanjut yang sebagian besar adalah penduduk kota, tampak berbisik-bisik saat melihat Marco.
Marco tahu apa yang mereka bicarakan, meski dia tetap bersikap acuh tak acuh dengan gerak-gerik mereka disitu.
Cerita tentang manusia yang bisa berubah jadi hewan, memang sempat menghebohkan kota.
Meskipun tidak ada satupun penduduk kota, yang bisa memastikan kalau itu adalah Marco, namun dugaan-dugaan yang mengarah kepadanya, tetap muncul dipermukaan.
Saat melihat salah satu dari wanita-wanita tua itu, tampak kesulitan mengambil barang dari bagian atas pajangan, Marco berjalan mendekat, dan menghampiri mereka disitu.
"Apa ada yang bisa saya bantu?"
Sebisanya, Marco berusaha agar tetap bisa terlihat ramah, dan mengurangi pembicaraan buruk tentangnya.
Raut wajah wanita-wanita itu berubah drastis, dan sekarang tampak malu-malu, seolah-olah baru saja tertangkap basah, saat sedang melakukan suatu kejahatan.
"Oh, iya...! Tolong saya! Ambilkan, botol shampoo itu!" jawab wanita itu, sambil menunjuk dengan jari keriputnya dan lemah gemetaran, ke bagian atas pajangan toko.
Marco mengulurkan tangannya keatas situ, lalu mengambil benda yang dimaksud perempuan renta itu, dan menyerahkannya kepadanya.
"Terimakasih!" kata wanita tua itu, sambil tersenyum lebar.
"Maafkan Saya! Tapi, saya mau tahu sesuatu... Apa kamu anak laki-laki dari Greg Belmont?" Wanita itu terlihat sangat penasaran Dimata Marco.
Keriput diwajahnya makin bertambah banyak saat mengernyitkan alis, dan mengerutkan bibirnya, seolah-olah sedang memperbaiki posisi gigi palsunya.
Marco tersenyum, lalu berkata,
"Iya. Saya putra Greg Belmont!"
Perlahan Marco mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, dengan wanita tua itu, dan disambut dengan genggaman pelan tangan yang terasa dingin diujung-ujung jarinya.
"Anda semua pasti mengenal Daddy dan Mommy saya dengan baik!" kata Marco.
"Mungkin saja, masih ada yang mengingat saya waktu masih bersekolah disini," lanjut Marco.
"Maafkan kami! Untuk usia yang renta, ingatan kami sudah mulai memburuk." Salah satu wanita tua yang menjabat tangan Marco, berkata dengan wajah yang tampak gusar.
Marco melepaskan tangannya dari genggaman wanita tua itu, dengan perlahan-lahan.
"Tidak apa-apa. Saya memakluminya... Terlalu lama saya pergi dengan Daddy, untuk melanjutkan sekolah. Lalu, ketika saya kembali kesini, saya belum pernah ikut bergabung diacara kota," kata Marco, yang tetap berusaha ramah dengan mereka disitu.
"Besok malam, pesta ulang tahun kota ini! Sebaiknya kamu datang! Jangan hanya sibuk dengan pekerjaan dirumah saja!" kata wanita itu yang kini tampaknya sudah terpengaruh dengan keramahan Marco.
"Baik! Saya pasti datang. Apa kegiatannya masih seperti dulu? Warga kota membawa makanan ke balaikota?" tanya Marco.
"Iya... Tapi, kalau tidak bisa membawa apa-apa, tidak ada masalah. Biasanya, semua makanan dan minuman disana, sudah lebih dari cukup," kata wanita tua itu.
Bagus!
Sampai Marco keluar dari dalam minimarket itu, para wanita tua tadi bisa tersenyum, tanpa terlihat seolah-olah masih mencurigai, atau bergunjing di belakang Marco.
Marco melambaikan tangannya kearah mereka, dan dibalas dengan lambaian tangan, dan senyum mereka yang lebar.
Setelah pembicaraan tadi dengan wanita-wanita tua itu, Marco akhirnya bisa menyadari, kalau selama ini, dia yang lebih banyak berdiam diri dirumahnya, dan hanya sering keluar untuk pergi ke hutan, memang melakukan kesalahan besar dengan sikapnya, yang tidak pernah bergabung dengan penduduk kota.
Mau tidak mau, Marco harus mencoba berbaur dengan warga yang lain, kalau dia tidak mau menjadi bahan pembicaraan lagi.
Sebenarnya bukan tanpa alasan, Marco tidak pernah mengikuti acara ataupun kegiatan yang berlangsung dikota itu.
Disaat-saat dia tidak bekerja dirumahnya, mengurus ternak dan kebunnya, atau pergi berganti bentuk didalam hutan, Marco sering menghabiskan waktunya dengan membaca artikel yang tercetak di koran lama, yang bisa dia lihat didalam komputernya.
Marco masih berharap agar dia bisa mendapatkan sesuatu, meski hanya sedikit informasi yang terkait, yang bisa membantunya menemukan orang tua kandungnya.
Tapi, dengan waktu yang terlewatkan selama beberapa tahun belakangan tanpa petunjuk, selayaknya Marco harus mengubah pola hidupnya.
Pasti, Marco akan jadi bahan pergunjingan selamanya, kalau dia tetap bersikeras hanya mencari informasi, yang tidak ada perkembangannya sama sekali, dan mengabaikan hubungan antara dirinya dengan warga dikota itu.
Marco menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya dengan kasar.
Beberapa kantong plastik sudah mengisi bagian belakang bak mobilnya, dan kelihatannya semua yang dia perlukan, sudah terbeli segala sesuatunya.
Marco mengemudi mobilnya, menyusuri jalan sepi ditengah kota, dan kembali pulang kerumahnya.
Api di perapian sudah terlanjur mati, sedangkan hari sudah mulai sore, dan suhu yang turun drastis, membuatnya merasa dingin, meskipun sudah berada didalam rumah.
Sebelum menata barang-barang belanjaannya, Marco menyalakan kembali api di perapian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Taro
listrik gratis
2022-11-02
1
$uRa
semoga Marco tetap baik hati..jangan jadi jahat..
2022-08-20
1