Suara binatang malam, menjadi teman bagi Marco yang duduk bersantai di beranda rumahnya.
Semua pekerjaan rumah selain merenovasi, yang biasanya harus dia lakukan, sudah selesai dia kerjakan.
Mengenakan jaket tebal dan segelas kopi, Marco memandangi kunang-kunang yang terbang bergerombol, diatas tanaman jagung miliknya.
Selama ini, Marco belum pernah mencoba berubah bentuk menjadi hewan yang kecil.
Tikus putih berekor panjang, adalah hewan terkecil yang pernah dia tiru.
Sedikit rasa khawatir, sering muncul saat dia ingin berubah bentuk jadi hewan kecil.
Bayangan terburuknya, adalah kalau-kalau dia sampai dimakan hewan pemangsa lain.
Marco tertawa sendiri, saat membayangkan kalau-kalau saat dia berubah menjadi serangga, lalu seekor katak menelannya.
Kira-kira apa yang akan terjadi?
Apa mungkin dia akan langsung mati?
Atau mungkin dia masih sempat berubah wujud kembali menjadi manusia, dan meledakkan perut katak yang melahapnya?
Sebaiknya Marco tidak mencoba sesuatu, yang beresiko, dan yang berkemungkinan buruk bisa terjadi.
Seekor rakun terlihat memanjat pagar rumahnya, dan seolah-olah sedang berbicara dengan Marco.
Meskipun Marco bisa meniru bentuk dan suara hewan-hewan itu, namun Marco belum bisa memahami apa yang dikatakan hewan kepadanya.
Semua suara hewan-hewan itu, hanya seperti kosakata yang tidak beraturan, dan membingungkan pikirannya, saat memaksa untuk memahami apa yang mereka katakan.
Seperti sekarang ini, ketika Marco berubah bentuk menjadi rakun, seperti yang ada dipagar rumahnya, dan mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan rakun itu.
"Kamu"
"Jagung"
"Meminta"
"Anak-anakku"
"Dimakan"
"Aku"
Dan masih banyak lagi kata-kata, yang diucapkan rakun itu saat ini.
Kata-kata hewan itu terdengar jelas, tapi karena dengan susunan kata dalam kalimat yang kacau, akhirnya tidak dapat dimengerti oleh Marco.
Dengan mata rakun yang tajam penglihatannya dimalam hari, Marco memandangi semua area disekelilingnya, yang terjangkau oleh pandangannya.
Setelah memastikan kalau dia memang hanya sendirian, dengan terburu-buru, Marco kembali ke wujud manusianya.
Meskipun letak antar rumah berjauhan jaraknya, tapi tetap tidak menutup kemungkinan, kalau-kalau ada orang yang melihat perubahan bentuk Marco, dan itu akan jadi masalah besar baginya nanti.
Dinginnya suhu diluar itu, menusuk sampai ke tulang-tulang Marco, yang ketika kembali menjadi manusia, selalu berada dalam kondisi telanjang bulat.
Pakaiannya yang terjatuh kelantai, disambar kedua tangannya, dan dengan cepat memakai pakaiannya itu kembali.
Sambil memakai pakaiannya, mata Marco tetap sibuk melihat kesana kemari.
Ini kesalahan bodoh!
Malam ini, Marco berubah menjadi rakun, bukan karena dia sengaja melakukannya.
Padahal, Marco sudah berusaha keras untuk belajar mengendalikan pikirannya, tapi pasti ada-ada saja waktunya, dia akan tenggelam dalam pikiran tentang hewan didepannya, lalu berubah bentuk seperti hewan itu.
Cairan dari cangkir kopi yang juga terjatuh kelantai, berhamburan membasahi lantai kayu diberanda rumahnya itu.
Kalau Marco tidak langsung membersihkannya, maka akan menjadi noda yang tidak sedap untuk dipandang mata.
Dengan kain pel, sikat dan seember air sabun yang diambil Marco dari dalam rumah, Marco membersihkan bekas tumpahan kopi yang meluber kemana-mana, cipratannya pun sampai ke dinding rumahnya.
Sial!
Dasar sial!
Rakun bodoh!
Atau Marco yang bodoh?
Di suhu sedingin itu, Marco harus membasahi tangannya dengan air dingin, benar-benar menyiksa.
Kedua telapak tangannya seakan tertusuk ribuan jarum yang menancap, dan menembus sampai ke punggung tangannya.
Keram dan ngilu, terasa sampai di kedua lengannya.
Marco melihat-lihat kesegala arah diberanda rumahnya, dan kelihatannya semua bekas hitam kopi itu, sudah menghilang bersih dicucinya.
Sebaiknya, Marco menghangatkan tangannya didepan perapian, dan sudah cukup baginya untuk duduk berlama-lama diluar.
Marco mengunci pintu rumah, lalu duduk bersila didepan perapian, sambil menjulurkan kedua tangannya kedekat api yang menyala.
Untung saja kejadian tadi hanya berlangsung dirumahnya.
Membayangkan kalau dia sampai berubah bentuk diantara orang banyak, bisa membuat lutut Marco gemetar hebat.
Mudah-mudahan sesuai perkiraan Marco, bahwa tidak seorang pun yang melihatnya tadi.
Malam ini, Marco memilih untuk tidur didekat perapian, daripada pergi tidur didalam kamarnya yang dingin.
Beralaskan matras tipis, lengkap dengan bantal dan selimut tebal, berikut juga suara gemercik dari kayu yang terbakar didalam perapian, Marco tertidur dengan nyenyak sampai pagi.
Seperti biasanya, setiap Marco terbangun dipagi harinya, seluruh anggota tubuhnya pasti terasa seakan remuk redam.
Meskipun yang Marco tahu, kalau dia terlelap tidur dengan pulas sepanjang malam, tapi setiap pagi keadaannya selalu sama saja.
Mimpi yang sama selalu hadir disetiap malamnya, sejak perubahan bentuknya yang pertama terjadi, hingga saat ini.
Sebuah bangunan megah yang tampak seperti kastil atau gereja tua, berada diantara batang pepohonan besar yang rimbun dan rindang.
Sepintas, dipenglihatan Marco didalam mimpinya, tempat itu seperti berada ditengah-tengah hutan belantara, yang belum pernah terjamah oleh manusia.
Tangisan yang menyayat hati, terdengar menggema dari dalam bangunan itu, dan menembus sampai keluar.
Tidak ada satupun keberadaan sesuatu yang berwujud manusia, yang dapat dilihat Marco, ditempat yang ada didalam mimpinya itu.
Benar-benar hanya suara kesedihan yang melengking tajam memekik, dan memekakkan telinga memecah keheningan tanpa wujud, yang bisa disadari Marco.
Mimpi itu terasa sangat nyata, seolah-olah hal itu memang dilihatnya dengan sadar, dengan mata kepalanya sendiri.
Akan tetapi, setiap Marco berjalan dan mencoba masuk kedalam bangunan itu, tidak pernah berhasil, karena Marco pasti terbangun dari tidurnya, dan di alam nyata, pasti sudah pagi.
Mimpi yang berulang setiap malam, dan hanya itu saja yang Marco tahu, tanpa bisa mencari tahu lebih jauh ada apa, atau siapa didalam bangunan itu.
Marco meregangkan tubuhnya, sebelum dia merapikan matras dan peralatan tidur yang masih berantakan dilantai.
Memberi makan ternak, memutik telur ayam, dan memerah susu sapi, sudah jadi rutinitas dalam kesehariannya setiap pagi.
Ladang jagung baru saja berbunga, dan masih butuh beberapa bulan lagi, sampai Marco akan sibuk untuk memanen buahnya.
Tiga ember susu segar disterilkan, lalu dimasukkan kedalam botol-botol kaca yang sudah bersih, dengan tutupnya yang berbahan kayu.
Hasil susu sapi miliknya mulai menurun, karena sapi-sapinya yang sudah mulai tua.
Pekan perdagangan ternak, yang biasanya diselenggarakan dihari minggu nanti, akan menjadi saatnya bagi Marco untuk menjual sapi-sapinya, dan membeli sapi-sapi yang muda sebagai penggantinya.
Puluhan butir telur sudah tersusun rapi didalam box kayu beralaskan jerami, dan sudah dimasukkan Marco kedalam bak belakang mobilnya.
Sebotol susu dimasukkan ke dalam lemari es, disisakan untuk dirinya sendiri, dan yang lainnya dimasukkan kedalam mobilnya, bersama telur-telur tadi.
Tanpa perlu sarapan, Marco kemudian membawa hasil ternaknya ke toko grosir penyedia bahan makanan segar untuk dijual.
Harga bahan makanan segar yang cukup tinggi dipasaran, membuat Marco mendapat uang yang juga lumayan banyak, meski hanya menjual telur dan susu.
Tidak seberapa jika dibanding biasanya, botol susu yang berkurang jumlahnya, sangat mempengaruhi hasil penjualan Marco.
Sepulangnya dari menjual susu dan telur tadi, Marco lalu memasak sedikit jagung giling dicampur susu, yang dijadikannya sup, yang dimakannya bersama dengan roti keras, dan telur omelet, ditemani dengan secangkir kopi.
Sarapan kesiangan, yang lebih dari cukup baginya, untuk mengisi tenaganya saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
$uRa
semoga menemukan kedua orangtuanya..
2022-08-20
1