Sena masih mencari baju untuk Abi, ia mengambil kaos oblong dan celana pendek untuk mantannya itu.
Baru saja tangan Sena menutup pintu lemari, tiba-tiba ia dikejutkan dengan tangan yang bertengger diperutnya.
Deg
Sena mendapatkan pelukan erat dari tubuh basah yang menusuk pada kulit gadis itu. Jantung Sena berdegup kencang kala hembusan napas hangat mengenai ceruknya. Keadaan rambut yang sengaja Ia cepol keatas, membuat napas itu menyapu sempurna area sensitif tersebut. Hingga bulu kuduknya meremang seketika.
"B-Bi..." panggil Sena dengan gugup.
"Aku mencintaimu, Sena." lagi-lagi ungkapan itu keluar dari mulut Abi, dengan bibir yang mulai nakal menyentuh area ceruk itu.
"B-Bi, jangan kek gini!" dengan jantung yang semakin tak menentu, Ia mencoba menegakan kewarasannya dengan mencoba menghindari sentuhan bibir itu. Namun bibir Abi semakin liar menyusuri kulit sensitif itu.
"Bi, aku mohon jangan kek gini, Bi! Kita gak bisa kek gini." peringat Sena. Meski tak dipungkiri sentuhan Abi seperti sengatan listrik, yang membuat Ia sebenarnya tak bisa menolak itu.
"Apa jika kita melakukannya, kita akan mendapatkan restu?" tanya Abi berbisik, bahkan Ia menggigit pelan daun telinga itu.
Perlakuan itu membuat mata Sena terpejam. Sejenak Ia tak bisa menampik sentuhan itu, namun Ia segera menyadarkan diri bahwa apa yang mereka lakukan itu salah.
"Berhenti Bi, jangan lakukan ini! Kumohon!" pinta Sena dengan membalikan tubuhnya, hingga pelukan itu terlepas.
"Kenapa? Bukannya kita saling mencintai?" tanya Abi dengan seringai dibibirnya.
Abi mendekat hingga Sena reflek mundur dan membentur lemari. Abi semakin mendekatkan wajahnya hingga mengikis jarak.
"Gak ada salahnya 'kan kita melakukan itu?" tanyanya lagi dengan mata sayu dan aroma pekat dari mulut Abi yang baru tercium oleh Sena. Hingga Sena pun menutup hidungnya.
"Kamu mabuk ya, Bi?" tanya Sena mengerenyit, kala hembusan itu kian pekat.
Mungkin karena tadi Sena terlalu khawatir, Ia tak mencium aroma apapun dari lelaki dihadapannya itu. Namun sekarang dengan jarak sedekat itu, tentu aroma itu begitu memekat diindera penciuman Sena.
"Aku gak mabuk, aku hanya minum." sangkal Abi masih dengan seringainya.
Satu tangan Abi meraih tangan Sena yang menutup hidung mancung itu. "Aku menginginkanmu, Sena."
Dengan geraakn cepat, Abi menyambar bibir Sena. Sena yang shok berusaha memberontak kala bibir itu bergerak kasar diatas bibirnya. Bahkan tangan Abi dengan cepat membuka kancing piyama yang Sena kenakan. Gadis itu terus memberontak dengan mengahadang pergerakan Abi yang hendak membuka piyama itu.
Bagai kerasukan setan, pergerakan Abi tak dapat dihadang Sena. Sepertinya efek minuman memabukan itu membuat Abi hilang akal sehatnya. Piyama Sena sudah terlempar dengan sobekan didepan.
Sena menangis, mendapati perlakuan kasar dari Abi. Tubuh atasnya sudah polos, dengan kain sudah berhamburan dilantai.
"Kenapa kamu lakuin ini, Bi. Kenapa?" jerit Sena didalam hati. Bibirnya yang terbungkam, tak dapat mengeluarkan kalimat itu.
Abi mennggiring tubuh Sena hingga keduanya terjatuh diatas kasur kingsize itu. Abi melepaskan tautan bibirnya, lalu menarik kaos basah yang hampir mengering itu dari tubuhnya.
"Bi, jangan Bi, kumhon jangan lakuin ini!" pinta Sena yang mulai melemah. Terlalu banyak tenaga yang Ia buang untuk memberontak sedari tadi.
Gadis itu hendak bangkit, namun tangan Abi segera mencekal kedua tangan Sena. Lalu menekannya hingga pergerakan Sena terkunci.
"Jangan, Bi! Jangan!" pinta Sena dengan isak tangis dan gelengan kepala.
Seperti tak memedulikan tangisan Sena, Abi menarik kain bawah sang gadis. Hingga tubuh Sena benar-benar polos.
"Apa yang kamu lakuin, Bi. Jangan, aku mohon!" Berontak Sena, namun tangan Abi segera mencekalnya lagi. Hingga Sena benar-benar tak berdaya.
Kemudian Abi menyerang ceruk gadis itu dengan liar, tangannya bergerak membuka kain yang masih tersisa ditubuh bawah dirinya. Hingga Ia pun sama polosnya.
"Abi...!!!" teriak Sena, hingga menghentikan aksi Abi.
Lelaki itu menjauhkan wajahnya, lalu menatap wajah gadis yang sudah berantakan itu. "Maafin aku Sen!" ucap Abi dengan setetes air yang terjatuh dari sudut matanya itu.
"Aku mencintaimu, Sen. Aku sangat mencintaimu." ungkap Abi tertunduk dengan air mata yang ikut luruh.
Tubuh Abi bergetar hebat diirngi isak yang memilukan, lalu tiba-tiba saja tubuh Abi ambruk diatas tubuh Sena dan tak sadarkan diri.
Brukkk!!!
Sena semakin menangis histeris. Antara kesal, kecewa, takut, khawatir, memenuhi otak gadis cantik itu. Hati dan pikirannya kacau dengan keadaan yang tengah Ia hadapi sekarang.
Ditengah tangisan itu, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras.
Braakk!!!
"Abi, Sensen!!!" pekik seorang wanita paruh baya dari ambang pintu dengan mata membulat dan wajah yang tampak shok.
Takut dan malu dengan keadaannya sekarang, membuat Sena semakin menangis histeris.
"Apa yang kalian lakuin?" teriak mama Ay yang hampir tak sadarkan diri itu.
"Ada apa Ma?" suara bariton seseorang datang menghampiri.
"Astaga!" papa Ar terkejut bukan main mendapati pemandangan lucknut dihadapannya.
"Kurang ajar!"
Dengan amarah yang membuncah, papa Ar menerobos masuk dan menarik tubuh Abi yang berada diatas tubuh putrinya. Lalu menonjokan kepalan tangan pada wajah Abi, hingga Ia jatuh kesisi Sena. Papa Ar tak menyadari, jika Abi dalam kondisi tak sadarkan diri. Ia pikir satu tonjokannya mampu membuat Abi pingsan.
Mama Ay segera menghampiri dengan deraian air mata. Melihat kondisi putrinya yang berantakan sungguh membuat ibu dua anak itu sakit.
"Ya ampun, Sen. Kenapa bisa seperti ini?" tanya mama Ay dengan tangisan histeris.
Ia segera meraih selimut dan menutupi tubuh polos putrinya. Kemudian mendekap tubuh yang bergetar hebat itu dan mencoba menenangkannya.
"Bangun kamu!" teriak papa Ar pada Abi yang tak nampak pergerakan apapun.
Papa Ar menggoyangkan tubuh Abi, namun tak ada respon apapun. Lalu Ia menarik ujung selimut untuk menutupi tubuh bawah lelaki itu.
"Abi bangun!" papa Ar menepuk pipi Abi namun nyatanya tetap nihil. Lelaki tampan dengan lebam biru diujung bibirnya terlentang tak berdaya.
"Ma, kamu bawa Sensen ke kamarnya!" titah papa Ar dan diiyakan mama Ay yang masih nampak shok itu.
Mama Ay mengambil bathroob untuk membungkus tubuh Sena. Ia memabangkitkan tubuh ringkih itu, lalu membawanya keluar setelah mengenakan kain tebal tersebut.
Papa Ar menghela napasnya kasar. Keadaan ini benar-benar diluar dugaannya. Ia tak habis pikir, kenapa mereka bisa melakukan itu. Sekarang ia bingung, tindakan apa yang harus Ia ambil. Pernikahan Sena dengan Deril tinggal menghitung hari, namun keadaan tiba-tiba kacau seperti ini.
Ia mendudukan diri ditepi ranjang disamping Abi, Ia tatap wajah Abi yang terlihat begitu tenang namun itu semakin membuat bapak dua anak ini kesal. Jika saja lelaki itu bangun, ingin sekali Ia mengajar habis-habisan wajah tampan itu.
"Apa ini cara kalian untuk mendapat restu kami?" tanya papa Ar disertai decakan kesal. Kemudin Ia menghembuskan kembali napas kasar seraya tangan memijit pelipisnya yang tiba-tiba saja berat.
******
Jangan lupa jejaknya yaa gaisss.. dukungan kalian begitu berharga buat mak othor ini🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ini jih yg bikin keluarga salahpaham kan..Padahal Abi belum ngelakuin itu,Cuman keadaan mereka yg udah polos bikin keluarga berpikir kelain,,Dan mereka di nikahkan..👏👏👍👍
2024-02-27
0
@Ani Nur Meilan
Lanjut..
2022-09-03
1
Vita Zhao
wow abis bentar lagi mungkin kalian akan mendapatkan restu🤭
2022-09-03
1