Vivian dan Sania memasuki kantin setelah kelas kedua usai. Kedua perempuan cantik itu memperhatikan sekelilingnya, hampir semua tempat sudah penuh dan hanya tersisa dua tiga meja saja yang masih kosong.
Setelah memesan makanan yang hendak mereka santap, keduanya berjalan menuju meja kosong yang terletak di dekat jendela. Tempat favorit mereka berdua ketika makan siang di kantin.
"Oya, San. Bagaimana kau dan Reno bisa bersama lagi, bukankah kalian sudah putus ya?" Tanya Vivian memulai percakapan. Dia benar-benar penasaran dengan hubungan mereka berdua.
"Memang, satu Minggu lalu Reno datang padaku dan mengatakan alasan kenapa dia tiba-tiba menghilang. Karena kita berdua masih saling cinta, akhirnya memutuskan untuk balikan lagi." Tuturnya.
"Lalu bagaimana dengan, Gio? Aku pikir kalian berdua berpacaran,"
Sania menggeleng. "Aku dan dia hanya sebatas teman, tidak lebih. Dan kenapa kau bisa berpikir jika aku dan dia memiliki hubungan spesial?"
Vivian mengangkat bahunya. "Entah, karena aku pikir dia menyukaimu."
Perbincangan mereka diinterupsi oleh kedatangan dua pemuda yang salah satunya adalah Reno. Melihat kedatangan kekasihnya membuat senyum dibibir Sania langsung mengembang lebar. Dan Reno hendak memperkenalkan Vivian dengan temannya.
"Oya, Vi. Ini adalah Raffi, dan dia ingin sekali kenalan denganmu,"
Pemuda bernama Raffi itu mengulurkan tangannya pada Vivian, bermaksud untuk memperkenalkan dirinya. Tapi disaat bersamaan tiba-tiba Nathan muncul bersama Gio dan trio ajaib. Nathan menyentak tangan Raffi yang terulur di depan Vivian.
"Dia milikku, jadi jangan coba-coba untuk mengganggu apalagi mendekatinya!!" Nathan menatap pemuda itu dengan tatapan dingin tak bersahabat. Raffi adalah mahasiswa baru di S.N.U, jadi dia tidak tau menahu mengenai hubungan Nathan dan Vivian, termasuk Reno.
Nathan dan Vivian memang sengaja tidak mempublikasikan tentang pernikahan mereka pada khalayak umum. Hanya orang-orang terdekat mereka saja yang mengetahui hubungan keduanya. Yang orang tau mereka adalah sepasang kekasih. Bukan sepasang suami-istri.
Raffi membalas tatapan tajam Nathan. "Tapi apa hakmu melarangku untuk mendekatinya?! Aku berhak mendekati siapa pun di kampus ini termasuk Vivian. Jadi sebaiknya kau tidak usah ikut campur apalagi jadi orang yang sok berkuasa disini!!"
Nathan menarik pemain Raffi. Apa pemuda di depannya ini benar-benar menantang dirinya. Dan Nathan bisa saja lepas kendali dan menghajar anak baru ini sampai mati."Nathan, jangan!!" Seru Vivian sambil menggelengkan kepalanya.
Raffi tersenyum meremehkan. "Nah, kau lihat bukan. Dia lebih membelaku, jadi jangan sombong dan sok. Aku sudah banyak mendengar tentang dirimu, kau adalah berandalan disini, dan orang sepertimu sama sekali tidak pantas untuk gadis baik-baik seperti Vivian!!"
"Terlalu banyak omong!!"
Tubuh Raffi tumbang dengan satu pukulan saja. Bukan Nathan pelakunya, tapi Vivian. Membuat semua orang yang ada di kantin melongo termasuk Reno, kecuali suaminya, Sania, Gio dan ketiga sahabat Nathan. Vivian meniup kepalan tangannya dengan puas.
Buru-buru Reno membantu Raffi berdiri. "Vi, kenapa kau memukulnya? Raf, kau tidak apa-apa kan?" Tanya Reno memastikan. Raffi menangis dan menunjukkan dua gigi depannya yang patah oleh pukulan Vivian.
"Dia mematahkan dua gigiku, huaa... Aku jadi tidak tampan lagi!!" Jerit Raffi histeris.
Vivian mendecih sebal. "Dasar cowok kacangan, di pukul sekali saja langsung tumbang. Makanya kalau punya mulut itu dijaga, jangan asal jeplak saja!!" Sinis Vivian menimpali. Dia memeluk lengan terbuka suaminya dan membawanya pergi dari kantin.
Sania yang kesal karena Reno sudah mempermalukannya di depan teman-temannya memilih untuk pergi dan meninggalkan kekasihnya itu. Dia menarik Gio dan membawanya meninggalkan kantin. Membuat seringai di bibir Gio terurai seketika.
Gio yakin, lambat laun Sania pasti akan meninggalkan Reno, dan saat itulah dia akan masuk ke dalam hatinya secara perlahan-lahan.
"Sania, kau mau kemana?" Seru Reno.
"Urus saja temanmu itu. Gio, ayo pergi!!"
-
-
Kumpulan mega putih berubah menjadi gumpalan awan hitam yang menggantung di angkasa luas. Awan penuh dengan butiran embun. Lalu air jatuh setetes demi setetes ke bumi.
Rintik hujan menyelimuti malam yang gelap dan sepi. Menambah rasa dingin, menembus hingga ke sum-sum tulang. Gemericik air yang jatuh memantulkan nada khas hujan turun. Memecahkan keheningan malam. Gelap gulita malam semakin membuai, hembusan angin terasa dingin menggigit kulit.
Di balkon sebuah kamar mewah. Gadis itu menatap hujan yang sedang turun dengan bosan, wajahnya cemberut sebal. "Hujan lagi, hujan lagi!!" Nada mengeluh keluar dari sela-sela bibir ranum tipisnya. Dan selalu kalimat yang sama ketika melihat hujan turun.
Pemuda itu mendengus geli. Sedari tadi wajah istrinya terus saja di tekuk, lebih tepatnya sejak hujan turun sekitar satu jam yang lalu. Kemudian pemuda itu meletakkan ponselnya, dengan langkah tanpa suara dia menghampiri sang-istri.
"Nathan, cepat suruh hujannya berhenti." Rengek gadis itu memohon. "Aku benci hujan, kenapa hujan harus turun disaat kita berencana untuk pergi keluar?!" Dia mengeluh lagi.
"Jangan aneh-aneh!! Aku ini bukan pawang hujan, jadi bagaimana mau menghentikan air-air yang berjatuhan itu?!" Jawab Nathan menimpali.
"Aku tidak mau tau, pokoknya suruh hujannya berhenti!!" Vivian kekeuh dan bersikeras meminta Nathan menghentikan hujan.
Pemuda itu mendengus samar. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan istrinya ini. Bagaimana bisa Vivian merengek memintanya untuk menghentikan hujan, sementara dirinya tidak memiliki kekuatan ataupun kemampuan untuk melakukannya.
Dan hal-hal konyol semacam inilah yang sering kali menimbulkan pertengkaran kecil diantara mereka. Menghadapi sikap Vivian yang terkadang melebihi bocah membuat Nathan harus banyak-banyak bersabar.
-
-
"RIO!! MANA MANGGA MUDAKU?!"
Suara itu bagaikan sebuah petir yang menyambar di siang bolong. Rio, dia benar-benar kehilangan kebebasannya sejak memutuskan untuk menikahi Silvia 4 bulan yang lalu, dan saat ini istrinya itu sedang hamil muda.
Sejak hamil, Silvia menjelma menjadi wanita yang berbeda. Terkadang dia menjadi sangat manja, terkadang dia tak mau dia sentuh sama sekali, dan parahnya lagi dia memiliki tempramen diatas normal. Seperti marah-marah tanpa sebab, dan masih banyak lagi.
Meskipun begitu. Rio tidak tidak merasa menyesal sedikit pun telah menikahi Silvia. Karena dia sangat mencintainya, apalagi yang ada di kandungannya adalah calon buah hatinya, buah cinta mereka.
"Sebentar, Sayang. Aku datang!!"
Tak ingin membuat istrinya menunggu. Rio pun buru-buru membawa mangga muda itu pada Silvia. Meskipun sikap istrinya terkadang membuatnya frustasi, tapi Rio begitu memanjakannya. Dia selalu mengabulkan apapun yang Silvia minta, dan itu adalah bukti cintanya pada sang istri.
"Habiskan, tapi makan dengan pelan-pelan." Kemudian Rio mencium kening Silvia sambil mengusap perutnya.
Bukannya senang. Silvia malah menyentak tangan Rio. "Yakk!! Jangan sembarangan menyentuhku!! Kau membuatku mual, hoekk... Keluar sana!! Anak ini tidak mau dekat-dekat denganmu!!"
Rio mendesah berat. Lagi-lagi seperti ini, dan dia hanya bisa pasrah ketika diusir pergi oleh istrinya. Meskipun sedikit kesal tapi Rio tidak bisa marah karena itu adalah bawaan bayi di dalam rahimnya.
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Rahmini
ngidam kok gitu amat sih
kasian Rio
semangat dan sabar yaa
2022-10-05
1
Elis Dama Nuryanti
semangat Thor...
2022-09-20
1
Yulia
Sabar ya Rio😁😁
2022-08-09
1