Setelah Delapan Tahun
Dengan terpaksa para penjaganya mengizinkan, tapi, setelah dilakukan pemeriksaan pada bayi Lintani. Pihak dokter meminta agar bayi itu dirawat sampai panas dan kejangnya reda.
Setelah beberapa hari kemudian, bukan kesembuhan yang Lintani temui, melainkan kematian yang diterimanya. Bayi itu memejamkan mata, tepat di saat para tenaga medis hendak memberinya obat cair yang langsung disuntikkan salam perutnya.
Sungguh kejadian mengharukan, sebelum bayi itu menutup mata, ia memberi ibunya senyuman yang sangat manis. Seolah bayi itu bisa berkata.
“Ibu, tenanglah, aku tidak mau tumbuh besar dan menyaksikan kekerasan yang harus kau terima dalam penjara. Bebanmu akan lebih berat bila aku masih ada. Bu, kita akan bertemu lagi di surga, walau pertemuan dan perpisahan kita sekarang adalah nyata. Jadi, aku akan menjadi sayap yang tak terlihat tapi yakinlah kalau kita bersama.”
Lintani tidak bisa menahan air matanya saat menceritakan semua yang dialaminya pada Eliat, semua tahanan yang lain mendengarkan sejenak, tapi kemudian mereka mencibir saling mengucapkan celaan pedas.
“Sebaiknya memang begitu, karena anakmu itu tidak pantas hidup!”
“Ya benar! Ibunya seorang penista pasti anaknya juga demikian, jadi, lebih baik dia mati!”
“Dia akan berisik kalau malam, jadi memang dia lebih baik tiada!”
“Aku pikir dia kasihan dengan ibunya!”
“Ah, intinya bayi itu tidak mau hidup dengan wanita yang tinggal di penjara!”
“Diam kalian semua!” kata Eliat tiba-tiba menjadi pembela bagi Lintani dan mereka berdua kembali berpelukan saling menguatkan.
Kehilangan bayi yang baru saja dihirkannya, membuat Lintani kembali merasa sebatang kara. Ya, meskipun saat ini ada Eliat yang sangat baik padanya, tapi, suatu saat nanti mereka akan berpisah juga dan tidak ada yang tahu apakah kelak mereka akan kembali bertemu.
Begitulah mereka menjalani kehidupan dalam penjara saling berbagi kekuatan dan pengetahuan. Eliat benar-benar bersikap seperti seorang ibu yang mengajarkan banyak hal pada anaknya, karena mereka memiliki ketergantungan satu dan lainnya.
Sebelum Eliat dibebaskan, dia mengajarkan banyak ilmu dan kepandaiannya seperti cara memasak yang enak, mengajarkan Lintani tentang berbisnis, termasuk mendesain gambar hingga gadis itu memiliki skill walau hanya belajar dengan alat dan cara yang sederhana.
*****
Lintani berjalan memasuki halaman rumah keluarga Lux, begitu dia turun dari bus yang mengantarnya. Ia sudah bebas dari penjara dan bertekad akan memutuskan hubungan. Namun nyatanya, sekarang ia berdiri tepat di depan pintu rumah mereka.
“Untuk apa kau ke mari? Pergi kau gadis residivis, bau!” suara Haifa begitu keras membentak Lintani yang tengah di depan pintu yang terbuka.
Jika di depan banyak orang, Haifa tidak akan berani bersikap demikian kasar karena ia adalah seorang artis yang terkenal lemah lembut dan kalem serta lugu, begitulah identitasnya di jagat hiburan.
“Aku ingin menagih hutang kalian!” kata Lintani.
“Hutang apa?” Tiba-tiba Rauja, ibunda Haifa maju menyeruak ke depan Lintani dan memelototinya. Ketiga wanita itu berdiri saling berhadapan di depan pintu rumah besar kediaman keluarga Luxor.
“Berikan alamat di mana ibuku tinggal!” pinta Lintani.
“Kamu yang berhutang pada kami! Bayar dulu biaya sekolah dan makanmu, baru aku akan memberikan alamat itu, kau hidup dengan kami selama sebelas tahun ini!” sahut Rauja, sambil bersedekap di dada.
Lintani terkejut, bagaimana ia harus membayar hutang seperti itu? Semua biaya sekolah dan makan yang selama ini mereka pergunakan adalah hasil dari jerih payahnya sendiri. Ia meminta-minta setiap hari di mal tempat para sosialita berkumpul. Ia menuruti semua perintah mereka demi uang yang harus ia setorkan pada Rauja.
Tidak masuk akal kalau ia harus membayar uang pengganti yang ia cari sendiri. Bahkan keluarga itu ikut menikmatinya!
“Selama ini aku yang mencari sendiri uang itu! Kalian menikmatinya juga, kan?” Lintani menyanggah dengan tegas.
Keluarga itu seperti tidak mau rugi dalam membesarkannya, walaupun mereka memiliki banyak uang, mereka tetap sayang bila harus mengeluarkannya untuk kebutuhan Lintani dan sekolahnya.
“Apa kau pikir cukup? Hah!” Rauja mengelak dengan ketus.
“Bu, biarkan dia menghitung sendiri biaya tempat tinggal dan sekolahnya yang mahal!” Sela Haifa dengan manja.
“Baiklah, ibumu tidak memberi kami uang sepeser pun! Jadi, kamu juga harus membayar sewa tempat tinggal selama sebelas tahun!” Rauja berkata sambil menyeringai.
“Apa kalian gila, berapa yang harus aku bayar untuk itu?” kata Lintani kesal.
“Lima puluh juta! Kalau kau tidak bisa membayar kami, jangan harap kamu bisa mendapatkan alamat ibumu!” sahut Rauja pongah.
Mendengar jumlah uang yang disebutkan Rauja, bukan hanya Lintani yang tercengang tapi, Haifa juga. Itu uang yang cukup banyak untuk ukuran orang seperti dirinya. Bagaimana ia bisa mendapatkan uang 50 juta dollar? Mungkin ia harus membayar mereka seumur hidupnya.
“Aku sudah menggantikan Haifa malam itu, aku sudah dipenjara, apa kalian kurang puas juga? Bahkan aku kehilangan anakku! Bukankah Tuan Lux berjanji, kalau aku sudah keluar penjara, dia akan memberikan apa yang aku inginkan! Mana Tuan Lux sekarang?” tanya Lintani mencoba masuk, tapi ibu dan anak keluarga Lux itu menghalangi.
Saat ia berada di penjara, Luxor pernah mendatangi Lintani sekali, dan pria itu berjanji akan mengabulkan keinginannya setelah ia selesai menjalani masa tahanannya. Bahkan laki-laki itu memujinya sudah menuruti perintahnya, pergi ke pondok kayu di sisi bukit demi menggantikan Haifa.
“Apa? Kamu sudah melahirkan seorang bayi? Jadi kamu sekarang sudah pernah hamil?” Rauja bertanya seperti orang bodoh.
“Bu, kalau begitu, menurutku, tidak ada yang bisa dia lakukan selain mencari uang lagi!” Kata Haifa sambil memajukan dagunya.
“Aku tidak mau menuruti kalian!” Kata Lintani sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Baiklah kalau begitu, kita impas. Aku tidak akan meminta alamat ibuku dan aku juga tidak perlu membayar hutangku!”
Tiba-tiba Haifa memelas pada ibunya dengan bersikap manis. Ia bicara sambil mengerjabkan matanya berulang kali
“Ibu, kita punya minuman baru dan kita butuh orang untuk memberi komentar, bagaimana kalau Lin saja yang mencicipi?” kata Haifa.
Rauja melihat malas pada Lintani dan Haifa secara bergantian, lalu menyeringai. Ia tahu rencana dan siasat licik dari kata-kata anaknya. Mereka akan membuat Lintani begitu terangsang dan melemparkannya ke jalanan. Setelah itu mereka akan menunggu lelaki hidung belang yang akan memungut dan membayarnya lalu, merekalah yang akan mengambil uangnya.
Lintani tahu rencana busuk seperti apa yang akan membawanya ke dalam penderitaan lain, tapi ia tetap menunggu dan lihat, permainan apa lagi yang akan ia perankan kali ini.
“Tunggu sebentar,” kata Rauja sambil melangkah dan mengambil sebuah gelas yang diisi dengan jus lalu memasukkan sesuatu yang lain ke dalamnya. Setelah selesai, ia menyeringai dan kembali ke depan rumahnya menemui Lintani lagi.
“Minumlah, ini hasil karya kreasi kami? Ayo! Coba katakan apa pendapatmu?” kata Rauja dengan ramah.
Lintani menerima gelas yang diberikan kepadanya, lalu meminumnya sedikit tapi ia tidak menelan, hanya membasahi bibirnya saja. Ia mengernyit sedikit lalu berkata, “mungkin kau harus menambah gula lagi, baiklah, Nyonya, kita sepakat, kan? Aku akan pergi.” Lintani berbalik saat bicara, tapi Haifa mencekal tangannya dengan gesit.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Rawai hiatus ✅
kenapa coba harus kembali ke situ.. 🤦🏻♀️
2022-10-19
10
ν⃟α͢иͮуᷠαᷨ
Waktu yang singkat, lintani sekarang udah bebas dari penjara
semoga lintani tidak terjebak lagi kali ini!
2022-10-19
50
Nindira
Kalian ko tega banget sih, setiap bayi pasti ingin hidup dan merasakan indahnya dunia ini🥺
2022-10-18
9