Sebatang Kara
“Apa yang harus aku jawab, Bibi?” tanya Lintani dengan lembut.
“Maukah kau nanti, menikah dengan putraku?”
Lintani terdiam, ia merasa tidak pantas menikahi siapa pun karena terlalu kotor bahkan, dia akan melahirkan anak yang tidak jelas siapa ayah biologisnya. Biarpun begitu, ia tetap ingin membesarkan anaknya meski di dalam penjara.
Selama ini, walaupun Lintani tinggal bersama keluarga Lux, ia seolah hidup sebatang kara dan anak dalam kandungan itulah satu-satunya teman dan keluarganya saat lahir dan besar nanti.
“Baiklah, Bibi. Aku akan menikahinya!” Lintani berkata demi menyenangkan hati Eliat, sebab dia benar-benar tidak berharap menjadi menantu wanita itu.
“Berjanjilah padaku, ya?”
“Ya. Aku janji.”
Dua wanita itu saling menautkan jari kelingking, tanda janji ketulusan mereka dengan penuh kebahagiaan.
Lintani bahagia bisa menyenangkan wanita yang dianggap sebagai ibu penggantinya dalam penjara.
Sementara itu Eliat merasa puas dengan janji Lintani yang mau menikah dengan putra semata wayangnya, jika gadis itu kelak menyelesaikan masa tahanan di penjara. Dia yakin dengan kebahagiaan anak lelakinya jika menikahi wanita di sampingnya.
Lintani dan Eliat baru saja melangkah ke tempat tidur ketika seorang sipir penjara memanggil Eliat untuk menemui seorang.
Lintani tersenyum karena wanita itu tampak bahagia. Siapa lagi yang akan menemui Eliat setiap akhir pekan di sore hari seperti ini kalau bukan putranya?
“Bisakah aku membawa Lin pergi bersamaku untuk menemui putraku?” tanya Eliat pada sipir wanita bertubuh tinggi besar yang menjemputnya. Dia begitu yakin jika yang menemui adalah putranya.
Sipir itu melihat Eliat dan Lintani yang duduk di selnya secara bergantian, lalu tertawa lebar.
“Kalau kalian mau membuat peraturan sendiri, jadilah presiden atau orang terhormat, dan bukannya menjadi narapidana dalam penjara seperti ini, bodoh!” kata penjaga itu setelah menghentikan tawanya.
“Tolonglah, sekali ini saja!” kata Eliat lagi dan permohonannya itu ditirukan oleh beberapa orang lainnya sambil mengejek.
“Ayo jalan, atau aku tidak akan mengizinkanmu keluar!” kata penjaga itu hampir menutup pintu, setelah melihat keculasan sipir, Eliat pun keluar. Penjaga kemudian mengunci sel tahanan kembali. Eliat menoleh pada Lintani dengan raut wajah penuh kekecewaan, lalu, mengikuti langkah penjaga menjauh dari kamarnya.
Baru saja Eliat pergi, Lintani merasakan mulas di perutnya dan disertai rasa sakit yang luar biasa. Gadis itu mengerang keras dan beberapa wanita di sekitarnya mengatakan jika ia akan segera melahirkan.
Lintani termenung sambil menahan sakit, memikirkan kehamilannya jika perhitungannya benar, maka memang bulan ini janinnya genap berusia sembilan bulan.
“Ahk, kamu akan melahirkan anak diluar nikah!”
“Kamu sudah membunuh ayah bayi itu? Lalu kamu akan membesarkannya di dalam penjara? Kukura dia memang perempuan tidak waras!”
“Kasihan sekali kamu, bagaimana nasib anak yang besar dalam penjara!”
“Mungkin, kalau marah kamu akan membunuhnya juga?”
“Aku tidak yakin kalau kamu akan menyayanginya, sebab kamu pasti membenci Ayahnya!”
“Kamu tidak boleh malas melakukan tugas walau kamu punya bayi, ya!”
“Awas saja kalau bayimu nanti mengganggu tidur kami, maka aku tidak akan segan-segan melenyapkannya!”
Suara-suara para narapidana dalam satu sell tahanan itu berkata-kata dengan sesuka hati mereka, tidak peduli jika semua yang mereka ucapkan menyakitkan Lintani.
Rasa sakit itu semakin lama semakin parah, sudah sejak semalam gadis itu merasakannya, tapi, ia menganggapnya hanya sakit biasa saja, karena ia sudah terbiasa dengan rasa sakit.
Tidak ada lagi rasa sakit fisik jika hati sudah begitu terbiasa menahan luka yang sesungguhnya. Seperti Lintani, ia dijual ibunya saat usianya sembilan tahun, diabaikan oleh orang-orang sekitar, direndahkan keluarga Lux, dituduh sebagai pelenyap, semua adalah derita yang panjang.
Bahkan sekarang ia akan melahirkan anak tanpa bapak dan harus membesarkannya seorang diri, sampai ia keluar dari penjara saat usianya 28 tahun. Lalu, masih adakah yang lebih menyakitkan lagi?
Apakah setelah itu penderitaan Lintani akan berakhir?
Lintani berteriak keras memanggil penjaga yang segera menuntun gadis itu menuju klinik penjara, dan ia hanya dibantu oleh perawat saja. Seorang tenaga medis yang bertugas jaga malam di sana dan menangani apabila ada nara pidana yang kebetulan sakit. Akan tetapi, ia tidak menyangka jika sore ini harus menangani seorang pembunuh yang akan melahirkan bayi!
Sejenak kemudian sipir tahanan dan perawat itu berbincang lalu, mereka memutuskan untuk membantu melakukan persalinan tanpa bantun bidan atau dokter saat ini.
Seorang perawat memang biasanya, tidak memiliki keahlian khusus, tapi ia tentu sudah mempunyai ilmu dasar tentang menangani sebuah persalinan.
Benar saja, walaupun dengan susah payah karena merupakan pengalaman pertama, akhirnya Lintani pun melahirkan seorang bayi perempuan yang mungil dan manis. Dalam keadaan lemah, ia memeluknya dengan berurai air mata, suara tangisan bayi sempat membuat suasana berbeda dalam ruangan itu.
Beberapa saat setelah melahirkan, Lintani terlihat semakin lemah, selain karena ia masih muda, ia juga hamil karena terpaksa, membuatnya stress, hingga akhirnya pingsan. Perawat yang menanganinya pun menghubungi ambulans yang akan membawanya ke rumah sakit terdekat dan mendapatkan perawatan.
Lintani tersadar saat ia sudah berada dikamar perawatan rumah sakit kecil dekat penjara. ada seorang bayi mungil di samping tempat tidur yang membuatnya menitikkan air mata, saat melihatnya. Itu adalah anak dari benih laki-laki kuat yang mampu menggagahinya walau nyawa sudah hampir lenyap dari raga!
*****
Eliat berteriak girang saat melihat Lintani kembali ke sell tahanan mereka, tapi tatapan matanya berubah heran saat melihat gadis itu tidak membawa seorang bayi dalam pangkuannya. Ia berjalan seorang diri masuk dengan wajah yang sedih, memeluk wanita paruh baya itu sambil menangis.
“Kenapa kamu menangis, Lin ... di mana bayimu?” tanya Eliat sambil mengusap punggung Lintani dengan lembut.
“Aku kehilangan dia Bibi ...!” kata Lintani disela-sela tangisannya.
Beberapa wanita yang mendengar ucapannya ada yang tertawa, ada yang mencibir dan ada pula yang merasa prihatin.
Setelah Lintani sadar dari pingsannya, di rumah sakit beberapa hari yang lalu, ia telah dipersilakan untuk kembali ke sel tahanan, para sipir dan penjaga yang bertugas pun merasa lega. Gadis itu pun memiliki perasaan yang sama, dia lega karena berhasil memberi nama bayinya Pearlea, yang artinya mutiara. Dia menamainya setelah berpikir cukup keras, bayi itu tetap sebening mutiara walau ayahnya adalah laki-laki penuh dosa.
Akan tetapi, mendadak bayi dalam gendongan Lintani kejang-kejang dan suhu tubuhnya panas tinggi. Wanita itu panik luar biasa, karena ini adalah pertama kalinya ia melahirkan dan memiliki bayi sehingga ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, apalagi ia baru berusia dua puluh tahun. ia pun meminta penangguhan agar diberi kesempatan untuk kembali ke rumah sakit guna memeriksa keadaan bayinya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Rawai hiatus ✅
bayinya hidup atw gimana...
2022-10-19
10
ν⃟α͢иͮуᷠαᷨ
Wahh cepat kali lintani melahirkan, tapi musibah lagi2 datang pada kehidupan lintani.
semoga lintani menerima kepergian bayinya...
2022-10-19
52
Cahaya
jgn2 anak si bibi itu yg memperkosa latina..
2022-10-15
12