Putera mahkota tertegun mendengar kalimat barusan yang keluar dari bibir adiknya.
"Puteri, kamu menyebutkan kata apa itu.?" Tanya sang putera mahkota.
Ara frustasi, ok, dia sejenak lupa jati diri si pemilik tubuh lagi. Dan malah di hadapan pria pujaannya itu.
"Ah, bukan apa-apa, yang mulia putera mahkota." Jawab Ara lembut lagi.
Dayang Han sempat kaget dengan kata-kata yang sedikit sudah ia paham, salah satunya (LO) itu.
"Jadi, adikku. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan keluar, menghirup udara segar bersama." Ucap putera mahkota lembut.
Dan jangan lupakan senyum, pria itu tersenyum begituuuuu tuampan.
'Ya ampun, hareudang euyy Onah. Dia ngajak gue jalan-jalan, JJM gitu, heummm' Batin Ara sembari tersenyum
"Puteri!!" Bisik dayang Han ketike melihat majikannya belum merespon tapi malah senyum-senyum sendiri.
Terlalu bersemangat, Ara bangkit berdiri.
"Ayo kakak,!!" Ucapnya setengah berteriak.
Kembali membuat dayang Han memalingkan wajahnya karena malu dengan tingkah puteri itu.
Tapi, putera mahkota malah tertawa.
Gila,,, senyum aja manis, apalagi ketawa
Ara tertegun sejenak.
Ia segera bergegas menuju pria tampan itu, dan menggaet lengan kokohnya.
Kapan lagi kan bisa dapet meluk gini, toh ini sodaranya yang punya tubuh. Ara kan tinggal menikmati saja Hehehe.
"Kau bersemangat sekali Puteri. Tapi, aku suka."Jawab putera mahkota menerima sikap manja Ara.
Dan, kini. Di bawah naungan cahaya rembulan yang cantik. Mereka berjalan di tepi kolam yang memantulkan cahaya itu.
"Puteri Hwa." Panggil putera mahkota kemudian setelah cukup lama mereka berdiam menikmati keindahan malam.
Ara mendongakkan kepalanya yang bersender di bahu able itu. Kokoh sekali. Ara suka.
"Jangan pernah lupa, jika aku ada kakak-mu. Ingat itu." Ucap sang putera mahkota yang lebih jelas sebagai sebuah perintah.
Namun, Ara tak bisa menangkap arah kalimat itu. Cukup membingungkan baginya.
"Maksud kakak apa?" Tanyanya bingung.
Putera mahkota menatap Ara intens dan setelah itu ia mengedarkan pandangannya pada sisi kirinya yang berderet para dayang dan pengawal dari pihaknya dan juga adiknya.
Setelah dirasanya jarak mereka dengan bawahan cukup jauh. Putera mahkota kembali menatap Ara.
"Apa ada yang ingin kamu ceritakan pada kakakmu ini?" Tanya putera mahkota berharap
Bingung, Ara jelas tak paham. "Cerita? cerita apa?"
Ara yang merasa letih berdiri, melihat pinggiran jembatan tempat berdirinya dan segera duduk di sana. Menjuntaikan kedua kakinya di atas kolam yang cantik itu.
Putera mahkota tertegun namun kemudian tersenyum. Ia mengikuti Ara, ikut duduk seperti itu.
"Mengenai semua kejadian yang selalu menimpamu, kecelakaan, sampai pada tindakanmu yang ingin...." Jeda, rasa tercekat begitu sesak di tenggorokan putera mahkota untuk melanjutkan.
Ara menunggu, tak ingin menyela.
"Seperti kejadian hari ini yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu. Tidak adakkah yang ingin kamu ceritakan padaku, sebagai adik kepada kakaknya." Lanjut putera mahkota. Dari wajah dan nada suaranya, sangat jelas jika pria itu sangat berharap akan jawaban dari sosok adiknya yang kini di kuasai Ara.
Ara walau tak paham, tapi ia berusaha enggan bertanya. Namun, dua kata itu cukup mengganggunya.
Mengakhiri hidupnya???
Bagaimana bisa. Untuknya yang menjalani hidup tanpa beban itu bisa berniat bunuh diri.
Yang benar saja, fans dan penggilanya banyak yang cukup membuatnya bahagia.
Tapi, ia sadar.
Tunggu, ini kan bukan tentangnya, tapi, sosok yang memiliki tubuh ini. Gadis yang merupakan puteri dan adik dari pria tampan di sebelahnya ini.
"Bunuh diri?" Tanya Ara tanpa menjawab sama sekali dan malah balik bertanya.
"Puteri, kejam sekali kata itu." Jawab putera mahkota kaget.
Ia tertegun dengan kata bunuh diri itu. Mengerikan sekali. walau kata yang dipakainya tadi sama saja artinya.
"Kejam dari mana. Aku, tidak ada niat seperti itu Yang Mulia." Jawab Ara yakin.
Dan putera mahkota hanya diam, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan frustasi dan menatap kolam.
Setelah itu, ia menatap Ara kembali. Tegas namun tetap lembut.
"Ingat puteri, Aku adalah calon raja negeri ini. Jadi, aku adalah tempat terkuat dan bisa menjamin untuk melindungimu dari apapun itu." Jelas putera mahkota.
Ara mendengarkan dengan saksama.
"jadi, jika suatu saat kau ingin menceritakan penyebabmu depresi seperti itu. Maka aku adalah tempat bagimu yang aman berbagi kisahmu." Lanjut putera mahkota.
Ok, Ara memang terpesona, malah sangat terpesona dengan pria ini. Tapi, gelenyar yang ia rasakan bukanlah perasaan gugup, berdegup atau rasa suka.
Tapi, ia merasakan hangat.
Ya, rasa hangat dan juga nyaman yang diperolehnya dari perhatian tulus pria ini.
Sungguh sangat beruntung si pemilik tubuh ini, begitu dicintai oleh sosok kakak seperti dia.
Walau Ara tak tahu, ada masalah apa dengan si puteri ini, ia akan mencari tahu.
***
Ara sudah siap untuk tidur setelah kasurnya sudah terbentang dan bantal serta selimutnya sudah tertata rapi.
Dayang Han sudah hendak beranjak keluar sampai Ara menghentikan langkahnya.
"Kau, sini." Panggilnya, jangan lupakan dengan nada sok Bossy-nya. Ara terbawa suasana.
"Iya puteri Hwa." dayang Han kembali duduk menghadap majikannya.
Ara menatap lama si dayang muda itu. Ya, gadis itulah yang pertama kali menemukannya tergeletak di lantai setelah melepas ikatan tali yang membelit lehernya.
Dan mungkin itu maksud putera mahkota tadi dengan BUNUH DIRI.
Ia sempat bingung, saat ia keluar dan masuk ruangan ini. Jelas sekali ia melihat ada dayang yang menunggu di depan pintunya, dan juga beberapa pengawal yang berdiri di luar bangunan ini. Tapi, kenapa tidak ada yang mendengarnya terbanting cukup keras. Jelas suara saat ia terjatuh cukup bisa membuat orang akan masuk ke sini.
Mengkhawatirkan puteri nya tentu saja.
"Kau, di mana saat aku tergantung di atas." Tunjuk Ara pada bekas jejak tali yang menggantung di atas.
"Sa-saya sedang di dapur, Yang mulia."Jawab dayang Han gugup.
'Kenapa dia gugup.?" Batin Ara bertanya.
"Kenapa kamu ke dapur,?" Tanya Ara lagi. Ia bertingkah bak seorang detektif yang mengiterogasi seorang penjahat.
Penjahat?? Bisa sajakan, begitu yang ia tonton di drama kerajaan.
"Saya di minta anda mengambilkan cemilan untuk tamu anda, Yang mulia." Jawab sang dayang.
"Tamu? Siapa orangnya.?"Lanjut Ara lagi. Ia tak paham dengan jawaban itu.
"Saya tidak mengenalnya, puteri. tapi...." Kalimat dayang Han menggantung. Berpikir sejenak.
"Apa!!" Tanya Ara tak sabar. Gemas sekali dirinya.
"Saya tidak mengenalnya, tapi sepertinya tamu anda seorang laki-laki kali ini, puteri." Jawab Dayang Han lagi.
"Laki-laki? Kali Ini? apa sebelumnya pernah ada tamu perempuan?" Tanya Ara
Dayang Han mengangguk pasti.
"Sebelumnya ada tamu anda perempuan, tapi saya tidak tahu dan tidak bisa melihatnya, karena wajahnya tertutup, begitu pula dengan yang laki-laki."Jelas dayang Han.
"Apa?" Tanya Ara kaget.
"Dan, mereka selalu membawa kotak kecil setiap kemari, dan anda akan memakan bubuk dari kotak itu langsung ketika mereka datang."Jelas dayang Han lagi.
"Kamu tahu saya makan itu, tapi tidak tahu wajah tamu saya.??" Tanya Ara setengah menghardik. Ia tak percaya dengan pelayannya ini.
"Saya tak sengaja melihatnya ketika saya hendak keluar ruangan ini, Yang Mulia." Jawab dayang Han.
Situasi apa ini??? Siapa tamu puteri ini? Dan apa pula bubuk yang ditenggaknya? Ara tak paham akan semuanya. Banyak misteri yang meliputi sang puteri, dari tamu, depresi, sampai, kenapa wajahnya bisa buruk rupa sementara tubuhnya indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments