***Pagi hari***
Emira terbangun saat ponselnya terus berbunyi. Suara penelepon di seberang sana terdengar nyaring, hingga membuat gendang telinga Emira terasa sakit.
"Kenapa ribut sekali pagi-pagi begini?" Tanya Emira.
"Pagi kau bilang???. Ini sudah hampir jam makan siang, Em. Kau sudah bosan kerja, ya?"
Emira melihat ponselnya yang menunjukkan pukul 09.10. 'Akh...aku kesiangan' Emira memukul keningnya.
"Em...kau baik-baik saja?"
"Iy..iya. Saya minta maaf. Sepertinya, hari ini saya akan datang terlambat karena ada sedikit masalah"
"Apa yang terjadi, Em?"
"Hanya masalah kecil, saya akan segera menyelesaikannya dan pergi ke kantor"
"Baiklah, hati-hati di jalan. Belakangan ini banyak orang jahat"
"Baik. Terima kasih, bu"
Emira menyudahi percakapan dengan atasannya. Untunglah, ia mempunyai bos yang baik dan pengertian.
Emira yang bermaksud keluar kamar, membatalkan niatnya saat melihat pantulan dirinya di cermin.
'Bagaimana bisa, aku keluar dengan penampilan seperti ini?. Meskipun mereka bukanlah tipeku, tapi aku tetap tidak boleh terlihat buruk. Setidaknya, aku harus mencuci wajah sebelum keluar'
Beberapa menit kemudian, Emira keluar kamar setelah menyelesaikan ritual paginya.
'Sepi sekali, apa mereka semua belum bangun?' Emira menoleh kiri kanan mencari seseorang. Karena tidak menemukan siapa pun, ia menuju halaman belakang saat mendengar suara yang cukup berisik.
'Hah...mereka sedang apa?' Emira menutup wajahnya saat melihat para member SUN sedang berolahraga.
'Ternyata, mereka cukup keren saat tidak berbicara. Jika mengambil foto mereka bisa dijual, pasti sudah ku lakukan sekarang' Monolog Emira.
Emira panik saat Khai akan membuka baju dan tanpa sengaja mata mereka bertemu. Ia membalikkan badan hendak berlari. Namun, sial... ia malah tersandung kakinya sendiri dan terjatuh. Benturannya cukup keras, hingga para member SUN juga Pak Arsel menoleh bersamaan ke arah sumber suara.
'Akh...sakit sekali' Ujar Emira sambil memegangi kakinya.
"Em...apa kau baik-baik saja?" Pak Arsel segera menghampiri Emira yang masih terduduk di tempatnya.
'Ceroboh sekali. Aku sangat malu sekarang. Bahkan, mereka semua berkumpul melihatku yang menyedihkan' Batin Emira membrontak.
"Em...kenapa diam saja?. Apa aku perlu memanggilkan dokter?" Suara Pak Arsel mengembalikan kesadaran Emira.
"Saya baik-baik saja"
"Bukankah itu sakit?. Di sini banyak kerikil" Perkataan Zhi semakin membuat Emira terlihat menyedihkan.
"Dibanding rasa sakit, rasa malunya lebih dominan" Ucapan Khai membuat semua yang mendengarnya tercengang.
'Dasar manusia ini, bisa-bisanya dia memperjelas keadaanku' Gerutu Emira pelan.
"Jangan dengarkan dia. Ayo, berdiri" Ez sigap membantu Emira. Mata Emira membola karena terkejut dengan sikap Ez, bahkan para member lain sama terkejutnya.
Pak Arsel memberikan obat pada Emira "Sepertinya cukup parah, apa kau yakin tidak ingin dokter memeriksanya?"
"Tidak, lukanya akan cepat kering jika diberi obat"
"Lukanya memang akan kering, tapi bekasnya sulit hilang"
"Tidak apa-apa" Emira tersenyum lebar.
Pak Arsel memukul pelan lengan Emira. "Bagaimana bisa, ada gadis yang tidak perduli dengan penampilan?"
Emira kembali tersenyum mendengar pertanyaan Pak Arsel.
"Tapi, kenapa kau bisa terjatuh?"
"Dia kabur saat melihatku akan membuka baju, mungkin dia takut terpesona" Ucap Khai dengan santai.
Emira mengernyitkan kening mendengar perkataan Khai 'Kenapa dia sangat percaya diri?. Apa dia merasa wajahnya yang paling tampan di dunia ini. Dasar KhaiUman' Umpat Emira kesal.
"Kenapa kakak membuka baju?" Tanya Zal penasaran.
"Bajuku basah karena keringat. Dia jatuh karena kakinya tidak lancar berjalan" Khai melenggang pergi tanpa memperdulikan Emira yang sangat kesal dengan ucapannya.
"Sudahlah. Sekarang obati lukanya, lalu makan" Pak Arsel memcoba mencairkan suasana.
"Tidak perlu repot-repot, saya harus segera pulang"
"Kau yakin tidak ingin memakan sesuatu dulu?"
"Saya makan di rumah saja. Sekarang, saya harus pulang dan berangkat kerja"
"Pak Alan yang akan mengantarmu"
"Jangan..." Sergah Emira "Maksud saya...jangan merepotkan Pak Alan" Ralat Emira yang melihat Pak Arsel terkejut.
"Kau keras kepala sekali, Em. Ini...." Pak Arsel memberikan beberapa lembar uang pada Emira untuk mengganti biaya makanan dan ongkos kendaraan saat mengantarnya kemarin.
"Tidak perlu diganti, saya sungguh-sungguh ingin menolong Anda" Ucap Emira. Walaupun sebenarnya ia sangat perlu uang itu, namun hati nuraninya menolak. Pak Arsel memang orang yang mampu, tapi bukan berarti Emira tega menerima imbalan darinya.
"Terima kasih, Em. Aku harap, kita bisa bertemu lagi"
"Lain kali berhati-hatilah jika berada di tempat yang baru, karena perempuan yang bernama Emira tidak berada di semua tempat"
Pak Arsel tersenyum mendengar pernyataan Emira.
"Hampir lupa. Boleh aku minta kartu namamu?. Aku harus menyimpan nomor telepon orang yang telah menolongku, bukan?"
Emira mengelurkan kartu yang tidak begitu tebal, berbentuk seperti kartu identitas dan memberikannya pada Pak Arsel.
"Sudah mau pulang?" Tanya Chan yang tiba-tiba muncul.
Emira menganggukkan kepala "Iya. Terima kasih karena telah mengizinkan saya menginap di sini"
"Kami juga berterima kasih, karena kau telah membawa pak tua ini pulang" Pak Sugara melirik Pak Arsel.
"Jika aku tua, maka kau juga tua. Kita seumuran!" Jawab Pak Arsel tak mau kalah.
Pak Alan, Emira , dan para member SUN tersenyum melihat tingkah dua orang tua seperti bocah yang sedang merebutkan permen.
"Tunggu...aku masih mempunyai satu janji lagi padamu. Kalian semua tunggu di sini sebentar"
"Apa lagi yang akan dia lakukan?" Pak Sugara mengurut pelipisnya.
"Entahlah" Timpal Pak Alan.
Beberapa saat kemudian, Pak Arsel kembali dengan membawa kamera.
"Ini dia...ayo, kita foto bersama untuk mengabadikan momen ini"
'Pak Arsel benar-benar menepati janjinya. Harusnya beliau menjadi wakil rakyat, bukannya manajer boy group'Gumam Emira pelan.
"Kau berkata sesuatu, Em?" Tanya Pak Arsel karena seperti mendengar Emira bergumam.
"Tidak" Elak Emira, lalu fokus pada kamera.
"Siap...ayo, kita mulai" Zhi mengambil posisi memegang kamera.
Beberapa detik kemudian, wajah mereka sudah tergambar dengan indah di kamera.
"Foto ini sangat bagus, aku akan mencetaknya dengan ukuran besar dan memajangnya di SUN house. Kalian juga setuju, kan?" Tanya pak Arsel.
"Ya. Lakukan saja sesukamu" Jawab Pak Sugara sambil berjalan meninggalkan Pak Arsel yang masih tertegun menatap hasil foto di kamera
***
Satu bulan sudah berlalu sejak pertemuan Emira dan SUN. Hidupnya berjalan dengan normal, ia masih menjadi pemandu wisata dan sibuk mencari pekerjaan tambahan.
Suara ponsel menyadarkan Emira dari lamunannya "Iya, bu. Ada apa?" Tanya Emira pada suara di seberang sana.
"Ayah sakit, Em"
"Sakit apa?. Sudah berapa lama?. Apa sudah diperiksa oleh dokter?" Emira menghujani ibunya dengan banyak pertanyaan.
"Sakit seperti biasa, ayahmu kan sudah tua"
"Apa sudah diperiksa?"
"Ibu tidak punya uang untuk membawa ayah ke dokter, tapi ayah sudah minum obat"
"Bagaimana bisa sembuh jika hanya minum obat tanpa diperiksa. Emira akan mengirimkan uang untuk biaya pemeriksaan ayah"
"Apa kau punya uang?"
"Anak ibu punya bank pribadi, jadi jangan khawatir" Jawab Emira sambil tertawa.
Wanita paruh baya di seberang sana ikut tertawa mendengar candaan putrinya. Walaupun Emira sedang kesusahan, tapi ia tidak mungkin diam saja melihat kondisi ayahnya yang sedang sakit. Apa pun akan ia lakukan demi keluarganya. Setelah cukup lama bercengkrama, Emira mengakhiri panggilan telepon dengan ibunya karena harus kembali bekerja.
...***...
Happy Reading... semoga readers suka sama ceritanya🖤❤🧡💙💜
Jangan lupa suka, komentar, favorit, vote, dan beri hadiah 🙏🏻😁
Terima kasih😘🤗🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments