Gavin baru tiba di rumah kedua orang tuanya dan sekarang pemuda dua puluh tiga tahun itu ngantuk berat.
"Hoaaaam!" Gavin menguap lebar seraya menaiki tangga yang menuju ke teras rumah.
"Mau kemana, Bund? Kok udah rapi?" Tanya Gavin pada Bunda Vale yang baru keluar dari rumah. Bunda kandung Gavin itu sudah terlihat rapi dan sepertinya hendak pergi.
"Lah! Kamu nggak ingat? Kita kan mau ke rumah Opa!" Jawab Bunda Vale.
"Sekarang?" Tanya Gavin lagi, kali ini sambil garuk-garuk kepala.
"Tahun depan!" Bukan Bunda Vale, melainkan Ayah Arga yang menjawab.
"Oh, masih tahun depan."
"Hoaaaam!" Gavin kembali menguap lebar.
"Gavin akan tidur dulu kalau begitu," lanjut Gavin lagi santai.
"Tidur bagaimana? Kita pergi sekarang, Gavin! Ada acara kumpul keluarga besar Rainer dan keluarga besar Halley nanti!" Cerocos Bunda Vale yang langsung membuat Gavin kembali garuk-garuk kepala.
"Males lah, Bund! Gavin besok sudah harus balik ke pulau, karena sudah ada janji," jawab Gavin beralasan.
Gavin memang mengambil pekerjaan part time sebagai pemandu wisata di sebuah kepulauan wisata. Rumah kedua orang tua Gavin yang berada di dekat pesisir pantai, membuat Gavin tertarik untuk melakoni pekerjaan tersebut karena sangat sesuai dengan passion Gavin yang menyukai pantai, ombak, dan lautan lepas. Gavin juga jago bermain surfing dan baru-baru ini pemuda itu mulai berani melatih orang-orang yang ingin menjajal olahraga air tersebut.
"Ck! Selalu saja ada alasan kalau diajak kumpul keluarga! Makanya nggak pernah kenal sama sepupu-sepupu kamu!" Omel Bunda Vale pada sang putra.
"Kata siapa nggak kenal? Gavin kenal, kok!"
"Sava dan Bastian! Itu Gavin ingat nama sepupu Gavin!" Sergah Gavin ikut bercerocos pada sang bunda.
"Sepupu dari keluarga Halley?" Gantian Ayah Arga yang bertanya.
"Fairel dan Keano? Gavin kenal juga!" Jawab Gavin cepat.
"Yang lain?" Bunda Vale ikut-ikutan mengetes sang putra yang memang tak pernah mau ikut acara kumpul keluarga sejak pemuda ini duduk di bangku kuliah.
"Memang sepupu Gavin yang dari keluarga Halley ada berapa, sih? Anaknya Oma Belle dan Opa Dev sepertinya udah banyak. Trus beranak pinak jadi semakin banyak. Bagaimana Gavin bisa ingat semuanya?" Tutur Gavin beralasan.
"Makanya ayo kesana agar kau kenal dengan mereka semua!" Tukas Ayah Arga memberikan saran.
"Gavin sudah ada janji, Ayah!" Alasan Gavin sekali lagi.
"Janji mau kemana? Kuliahmu hanya tinggal skripsi, Gavin! Kapan akan kau selesaikan?" Bunda Vale mengingatkan.
"Gampanglah, Bund!"
"Gavin mau menikmati hidup dulu sebelum stress ngurusin skripsi." Lagi-lagi Gavin beralasan.
"Menikmati hidup terus, nanti lama-lama lupa dengan skripsi, tidak jadi wisuda dan dapat gelar!" Cibir Ayah Arga.
"Seharusnya sejak dulu bocah ini tidak usah kita kuliahkan dan biarkan melaut saja!" Ujar Ayah Arga lagi pada Bunda Vale yang langsung mendelik pada suaminya tersebut.
"Melaut? Jadi popeye? Atau jadi nelayan? Kenapa kau tidak mendukung pendidikan untuk putramu begitu!" Bunda Vale memukul keras lengan Ayah Arga.
"Auuwww! Sakit, Vale!" Protes Ayah Arga seraya menangkis serangan dari Bunda Vale. Sementara Gavin hanya tergelak melihat kedua orang tuanya yang kini sibuk berkelahi.
"Ayah, Bunda! Jadi berangkat, nggak?" Tegur Kak Vaia yang baru turun dari tangga teras. Gavin secepat kilat membantu kakaknya yang sedang hamil tersebut agar turun perlahan. Jangan tanya dimana suami Kak Vaia, karena Gavin juga tidak tahu dia dimana. Gavin saja baru sampai di rumah.
"Terima kasih, Vin! Kamu nggak ikut ke rumah Opa?" Kak Vaia ganti bertanya pada Gavin karena pertanyaannya pada Bunda Vale dan Ayah Arga tak mendapatkan jawaban.
"Gavin ngantuk, kak!"
"Hoaaaam!" Gavin menguap di depan Kak Vaia yang sontak langsung berhadiah pukulan di lengan. Namun Gavin malah tertawa terbahak-bahak sekarang.
"Jorok!" Komentar Kak Vaia.
"Nanti kan bisa tidur di mobil. Yang nyetir Ayah," ujar Kak Vaia lagi memberikan solusi untuk rasa kantuk Gavin.
"Gavin ada janji dengan wisatawan besok. Jadi Gavin di rumah saja," jawab Gavin beralasan sekali lagi.
"Ck! Pekerjaan terus yang kamu pikirin!" Kak Vaia menoyor kepala sang adik yang hanya meringis tanpa dosa.
"Bukan pekerjaan! Tapi hobi, Kak!"
"Kapan lagi jalan-jalan sambil dibayar?" Gavin tergelak sekali lagi.
"Jalan-jalan di tempat yang sama berulang-ulang. Memang nggak bosan?" Cibir Kak Vaia.
"Nggak! Kenapa harus bosan? Tinggal ambil papan kalau bosan," jawab Gavin enteng.
"Sampai gosong begini!" Komentar Kak Vaia lagi seraya menunjuk ke lengan Gavin yang sekarang warnanya memang eksotis karena terlalu banyak berada di pantai dan bermain surfing. Padahal dulu saat kecil Gavin menjadi yang paling putih di rumah, mewarisi gen dari Bunda Vale yang kulitnya juga putih bersih.
"Eksotis, Kak!" Sergah Gavin yang selalu bisa menjawab. Pemuda itu menguap sekali lagi.
"Tidur sana! Dari tadi menguap terus," Perintah Kak Vaia selanjutnya pada sang adik.
"Ya!" Jawab Gavin singkat sebelum pemuda itu berlari menaiki anak tangga di teras yang berjumlah tujuh tingkat. Gavin sudah langsung menghilang ke dalam rumah, sementara Vaia kembali menghampirinya Bunda Vale dan Ayah Arga yang masih belum selesai berkelahi.
"Bund! Jadi pergi ke rumah Opa tidak?" Tanya Vaia sekali lagi seraya mrlerai kefua orang tuanya yang semakin tua malah semakin seperti bocah tersebut.
"Iya, jadi!"
"Gavin mana?" Tanya Bunda Vale yang tak menemukan keberadaan Gavin lagi di halaman rumah.
"Sudah masuk rumah dan tidur. Ayo berangkat!" Ajak Vaia seraya masuk ke dalam mobil sang ayah.
"Suami kamu nanti nyusul, Vaia?" Tanya Ayah Arga.
"Iya, Yah! Nanti dia langsung ke rumah Opa. Kita jemput Ezra dan Joanna saja," jawab Vaia.
"Ezra dan Joanna sudah berangkat duluan," tukas Bunda Vale memberitahu, sebelum akhirnya mobil meluncur meninggalkan rumah panggung milik keluarga Diba.
****
Zeline membuka pintu kamar seraya menyeret koper, saat gadis itu langsung berhadapan dengan Sakya yang hendak mengetuk pintu.
"Kata Mami, Kak Zeline di suruh ikut ke Rainer's Resto dulu dan ikut acara kumpul keluarga," ujar Sakya memberitahu Zeline.
"Aku harus mengejar pesawat," alasan Zeline seraya menunjukkan tiketnya.
"Masih tiga jam lagi, Kak! Kak Zeline mau bertapa di airport memangnya?" Tanya Sakya heran.
"Suka-suka akulah!" Zeline bersedekap malas.
"Kenapa, sih. Kak Zeline nggak pernah mau ikut acara kumpul keluarga begini?"
"Sama keluarga Halley nggak mau, sama keluarga Abraham juga jarang ikut," tanya Sakya seraya berdecak berulang-ulang.
"Kenapa sih kamu bisa pura-pura amnesia begitu? Apa kepalamu baru saja terantuk kruk milik pasienmu hingga kamu jadi lupa kalau saat aku ikut acara kumpul keluarga, mereka pasti akan melontarkan pertanyaan kapan aku nikah, kapan sebar undangan, kapan punya suami!" Zeline bercerocos panjang lebar sekaligus merasa kesal.
"Orang cuma tanya ya tinggal dijawab aja kapan-kapan, gitu!" Jawab Sakya enteng.
"Yaudah! Kamu sana yang bantuin jawab! Kan kamu udah punya Greget! Jadi kamu nggak ngrasain apa yang aku rasain selama ini!" Ketus Zeline pada sang adik.
"Greget lagi! Gretha, Kak!" Sekarang malah Sakya yang geregetan.
"Terserah! Aku mau berangkat! Anterin ke airport!" Perintah Zeline pada sang adik.
"Aku anterin tapi mampir bentar ke Rainer's Resto!" Sakya mengajukan syarat.
"Yaudah, nggak jadi! Aku akan pergi bersama sopir!" Sahut Zeline seraya kembali menyeret kopernya keluar dari kamar.
Sekarang Zeline akan back to nature sejenak untuk menuntaskan semua perasaan galau yang menyelimuti hatinya. Bukan galau karena putus dari Armando kere! Tapi galau karena Zeline kini kembali berstatus jomblo lagi setelah sekian abad.
Lalu apa bedanya?
Entahlah!
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
brondong tua ya..
2024-07-19
0
Sulaiman Efendy
BRONDONG RUPANYA GAVIN... LPAS DRI ARMANDO YG JUGA BRONDONG, SI ZELINE DPT BRONDONG LAGI, SAMA DGN AYUNDA YG DPT BEN ADIK VALERIA BUNDANYA GAVIN YG BRONDONG..
2023-05-22
0
susi 2020
🥰🥰😂🤣
2023-02-28
0