"Mas." Alsya menatap sendu pada wajah suaminya.
"Maaf, sayang, mas benar-benar harus berangkat." Aly membelai lembut pipi Alsya.
"Tapi mas Aly berjanji akan di rumah sampai bulan depan ?." Ucap Alsya tidak rela untuk ditinggal. Alsya menubruk tubuh suaminya sangat erat.
Aly berkali-kali mendaratkan kecupannya pada kepala Alsya. "Insya Allah, mas akan segera pulang lagi jika amanah Abah Kyai sudah mas selesaikan." Ucap Aly sambil tangannya mengusap lembut punggung Alsya.
Alsya mendongakkan kepalanya. "Janji ?."
"Insya Allah."
"Nggak mau, mas harus janji !."
Aly menghela nafas lalu tersenyum dengan kedua tangannya membingkai wajah Alsya. "Iya, mas janji." Ucapnya.
Alsya langsung tersenyum mendengar ucapan suaminya. Sekali lagi dia memeluk erat tubuh Aly sebelum suaminya itu benar-benar berangkat.
"Sudah ya, mas berangkat dulu. Nanti mas akan sering-sering ngabarin kamu." Aly melerai pelukannya. "Jaga dia baik-baik, sayang." Ucap Aly lagi sambil mengusap lembut perut Alsya yang kini telah bersemayam buah hatinya disana.
"Iya, mas."
"Mas berangkat yaa, assalamualaikum..." Ucap Aly dan sekali lagi mencium kening Alsya.
"Waalaikumsalam, hati-hati dijalan."
Aly mengangguk dan tersenyum lalu memasuki mobil yang akan membawanya ke pesantren.
_____________
Suasana pesantren terlihat sangat ramai. Lalu-lalang santri putra dan santri putri terlihat tak terkendali. "Kang Ahmad, anak-anak kenapa pada membludak seperti itu ?." Tanya Aly pada teman sejawatnya yang sedang menyetir mobil.
"Mungkin mereka akan menggelar istighosah, kang." Jawab kang Ahmad yang masih fokus menyetir agar kelajuan mobilnya tidak sampai menabrak santri-santri yang sedang berkeliaran di area jalan menuju rumah keluarga Abah Kyai.
"Astaghfirullah... Apa keadaan Abah semakin parah ya kang ?!." Tanya Aly cemas.
"Kurang tau, kang. Tadi pas saya disuruh ****** kang Aly, Abah masih belum terlalu parah keadaannya." Jawab kang Ahmad yang juga sama paniknya.
Mobil berhenti di halaman rumah keluarga Pengasuh pondok. Aly dan Ahmad segera masuk ke dalam rumah yang terlihat banyak sekali santri-santri senior sedang berlalu-lalang keluar masuk rumah.
Kedua khodam yang baru datang tersebut semakin panik saat terdengar pengeras suara sedang memberikan pengarahan agar acara istighosah segera dilaksanakan.
"Assalamualaikum..." Ucap Aly saat memasuki kamar Abah Kyai.
"Waalaikum salam..." Semua orang yang ada disana menjawab salamnya berbarengan.
Aly hanya sendirian, karena Ahmad tidak berani memasuki ruangan tersebut tanpa sebuah perintah.
Aly yang sedari tadi gelisah saat diberi kabar akan keadaan sang guru, juga mengharuskan dirinya untuk segera berangkat atas permintaan kyai sendiri, kini langsung bertekuk lutut berjalan mendekati tubuh sang guru yang sudah terbaring lemah diatas tempat tidurnya.
Meski sedang menahan sakit, Aly melihat wajah sang guru kini tengah tersenyum menyambut kedatangannya. "Assalamualaikum, Abah..." Ucap Aly lalu menyalami tangan Abah Kyai dengan penuh khidmat.
"Aly..." Suara itu terdengar sangat lirih, membuat siapapun yang mendengarnya seakan ikut merasakan kesakitan yang sedang dialami sang guru. Ditambah, suara isakan tangis yang dikeluarkan oleh Ning Halimah juga ummi nyai, membuat suasana semakin mengharu biru.
"Iya, Abah, Aly datang memenuhi panggilan Abah."
Suara Isak tangis ummi nyai dan Ning Halimah semakin menjadi-jadi saat keadaan Abah Kyai semakin buruk. Abah Kyai bahkan terlihat sulit bernapas dengan baik.
"Aly... Abah.. titip Imah..." Ucap Abah Kyai dengan suara terbata-bata.
Aly dan Ning Halimah seketika saling menatap. Mereka bukan tidak paham akan permintaan Abah Kyai, bahkan mereka sangatlah paham.
"Abah... Kang Aly sudah memiliki seorang istri, bah..." Ning Halimah semakin sesenggukan memohon agar Abah nya tidak memberikan amanah demikian. Ning Halimah menubruk tubuh lemah pria pertama dalam hidupnya. "Abah..."
Tangan lemah Abah Kyai terangkat dan berakhir di atas kepala Ning Halimah lalu mengusapnya lembut. "Abah sayang sama Imah... Abah tidak sanggup meninggalkan Imah jika Imah belum menemukan pengganti Abah..." Ucap Abah dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Abah..." Tangisan Ning Halimah semakin histeris.
"Insya Allah, saya sanggup menerima amanah Abah..." Ucap Aly yakin.
"Tidak !. " Imah menatap tajam wajah Aly. "Jangan, kang... Jangan... Aku tidak mau menyakiti hati sahabat ku... Jangan sakiti hati Alsya..." Ning Halimah berkata penuh permohonan. Dia tidak mau jika harus menghancurkan kebahagiaan sahabatnya sendiri meskipun rasa dia miliki untuk Aly.
"Ning, amanah Abah adalah perintah. Ikhlaskan, aku akan menjelaskannya pada Alsya." Ucap Aly mencoba memberi pengertian pada Ning Halimah.
Ning Halimah menggeleng kuat. Dia masih tidak mau menerima amanah Abah nya sendiri, meski mungkin itu juga adalah sebuah wasiat, mengingat keadaan Abah yang semakin memburuk saja.
"Imah... Abah meminta Imah untuk menuruti perintah terakhir Abah..." Abah Kyai menatap penuh pengharapan pada putrinya.
"Abah..." Ucapan Ning Halimah tidak berlanjut karena keburu disela oleh panggilan Aly.
"Ning."
Ning Halimah menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ning Halimah akhirnya mengangguk pasrah. "Iya, Abah... Imah terima keinginan Abah..." Ucapnya terpaksa.
Abah Kyai langsung menerbitkan senyumnya dan menoleh pada salah satu ustadz di pesantrennya. "Jefri..." Panggilnya.
"Iya, Abah." Ustad Jefri mendekat karena paham dengan apa yang dimaksud Abah Kyai.
Saat telah sampai di samping Abah Kyai, ustadz Jefri menuntut tangan Abah Kyai untuk berjabat tangan dengan Aly.
"Astaghfirullah... Bismillahirrahmanirrahim... Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka binti Halimah Az-Zahra 'alal mahril..." Abah menghentikan pelafalannya dan menoleh ke arah Aly.
"Sepuluh gram emas, dibayar hutang dulu." Ucap Aly tegas tanpa ragu sedikitpun.
Abah Kyai tersenyum lalu mengangguk. "'Asyrota jiraamat minadz dzahab fi duyuun haalan..."
Aly menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Qobiltu nikaah'aha watazwijahaa 'alal mahril madzkur wa radhiitu bihi Wallahu waliyyut taufiq."
"Alhamdulillah..." Semua yang hadir tampak serentak mengucapkan hamdalah.
Ustadz Jefri langsung memulai pembacaan doa pernikahannya.
Semua yang mengamini doa sambil dalam keadaan terisak, tak terkecuali dengan Aly. Namun, tidak dengan Abah Kyai, yang kini tersenyum dan perlahan memejamkan matanya disaat semua wajah sedang menunduk penuh khidmat mengamini serangkaian doanya hingga selesai.
Dan ditengah-tengah doa, ternyata Ning Halimah terus menyaksikan perubahan wajah sang ayah dan saat doa itu selesai, Ning Halimah kembali menangis histeris.
"Abah... Bangun, bah... Imah masih butuh Abah...Abah bangun..." Tangisan pilu Ning Halimah langsung menular ke semua orang, termasuk ummi nyai yang juga mulai menangis histeris.
Aly yang juga terisak langsung merengkuh tubuh kedua wanita yang kini telah halal untuk bersentuhan kulit dengannya. Tangan Aly mengusap-usap lembut punggung keduanya.
"Ummi, Ning... Ikhlaskan Abah. Abah sudah berada di tempat yang lebih baik..." Ucap Aly mencoba menasehati keduanya.
Karena, ketidakridhoan keluarga dalam kehilangan seseorang yang kini menemui ajalnya, malah akan memberatkan beban yang akan dipikul oleh sing mayit sendiri di dalam kuburnya.
"Ayo, kita keluar dulu dari sini." Aly memapah keduanya untuk keluar dari kamar Abah Kyai agar jasad Abah Kyai dapat segera diproses.
Aly meminta bantuan salah seorang ustadzah untuk menemani ummi nyai didalam kamar lain, sedangkan untuk Ning Halimah dia sendiri yang akan menanganinya yang juga masuk ke dalam kamar Ning Halimah sendiri.
Sampai di kamar, Aly mendudukkan tubuh Ning Halimah di atas tepi ranjang lalu memberikannya air putih yang baru saja diberikan oleh salah satu khodam, agar Ning Halimah bisa sedikit rileks dan tenang.
"Abah, kang... Imah belum siap kehilangan Abah..." Racau Ning Halimah kembali terisak.
Aly segera membawa tubuh Ning Halimah dalam rengkuhannya. "Istighfar, Ning... Astaghfirullaahal Adziim... Astaghfirullaahal 'adziim... Astaghfirullaahal Adziim..." Aly terus menuntut agar Ning Halimah mengikuti ucapannya dan Ning Halimah perlahan mengikutinya meski dengan suara terbata-bata sebab diselingi isakan tangis.
Setelah mengucapkan istighfar berkali-kali, akhirnya tubuh yang tadi bergetar itu mulai tenang bahkan hanya menyisakan sisa-sisa isakan tangisnya yang sudah terdengar lirih.
Tangan Aly masih terus memeluk erat tubuh Ning Halimah dengan sesekali mengusap-usap punggungnya. Aly melirik wajah ayu yang sudah dipenuhi oleh air mata itu yang ternyata sudah terlelap dalam tidur tenangnya.
Nafas Ning Halimah mulai berhembus teratur, menandakan bahwa Ning Halimah sudah tertidur dengan damai.
Aly mengangkat tubuh mungil istrinya dan membaringkannya di atas tempat tidur dalam keadaan nyaman. Dia juga tak lupa menyalakan AC kamarnya dengan suhu normal agar istrinya tidur tanpa merasa kegerahan, bahkan Aly juga melepaskan hijab yang menutupi kepala istrinya lalu menyelimuti tubuh istrinya sebelum dia keluar dari kamar untuk ikut andil melakukan proses pemakaman sang guru yang kini telah menjadi mertuanya.
Aly menghampiri beberapa pengurus pondok yang sedang saling bahu-membahu untuk melakukan proses pemandian Abah Kyai.
Berita terkait wafatnya sang guru agama itu sudah menjuru ke seluruh sudut pesantren bahkan sampai pada pesantren-pesantren seberang yang juga merupakan sahabat baik Abah Kyai semasa hidupnya.
Berbagai kalangan petinggi agama, alumni pondok, juga para kyai besar, mulai berdatangan dan hampir memenuhi seluruh penjuru area pesantren.
Seluruh santri senior, khodam, juga beberapa pengurus pondok baik yang putra maupun putri sedang dibuat sibuk oleh tamu-tamu yang berdatangan. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu sebagai pengurus jamuan, pemegang keamanan santri-santri, pengatur ketertiban area parkiran, juga juru Laden dalam proses pengurusan jasad Abah Kyai.
______________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Hanny Hartoko
aku kok sebel ya .. harusnya seorang yg dianggap tinggi ilmu agama tau bhwa mnyakiti hati orang lain itu dosa..
2023-03-04
0
amalia gati subagio
si abah khiayi zalim berharao syurga atas egoistis narsistis serakah arogan halu???? poor jabatan & ilmu yg dipunya
2022-09-19
2
Hanipah Fitri
makin seru
2022-09-12
1