"Alsya, aku ke Abah dulu ya. Maaf, aku tidak bisa mengantarkan kamu ke asrama." Ucap Ning Halimah penuh penuh penyesalan.
Alsya tersenyum. "Iya, nggak papa, Ning. Saya akan pulang sendiri, terima kasih barang-barangnya, Ning." Jawab Alsya tulus.
Ning Halimah ikut tersenyum. "Sama-sama. Assalamualaikum..." Ning Halimah langsung pergi ke aula di lantai dua di rumah keluarga Pengasuh.
Alsya melangkah menuju pintu keluar dan ternyata melihat ummi nyai.
"Sudah mau kembali ke asrama, Al?." Tanya ummi.
"Iya, ummi." Alsya menyalami tangan ummi dengan takzim.
"Kalau begitu sebentar, ummi ada sesuatu untuk kamu, ummi akan mengambilnya dulu. " Ucap Ummi lalu segera masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Alsya menunggu masih dalam keadaan berdiri di dekat pintu. Ummi kembali dengan tangannya menenteng sebuah paper bag berukuran sedang.
"Alsya, ini untukmu. Maaf, waktu itu kami tidak bisa menghadiri pernikahan kalian." Ucap Ummi lalu menyodorkan paperbag tersebut pada Alsya.
Alsya tersenyum kaku. Ia tak menyangka jika ummi akan memberikannya sebuah hadiah meski tidak memenuhi undangannya.
"Makasih, ummi." Ucap Alsya penuh hormat.
"Sama-sama. Di depan ada Aly, nanti kamu pulang ke asramanya bersama Aly saja, soalnya di jam sekarang santri putra lagi pada berkeliaran."
"Iya, ummi. Alsya pulang dulu ummi, assalamualaikum..." Ucap Alsya setelah menyalami tangan ummi untuk yang kedua kalinya.
"Waalaikumsalam, hati-hati." Ujar ummi.
Alsya mengangguk dan keluar dari rumah keluarga kyai. Ia menghampiri suaminya yang sedang berdiri membelakangi.
"Assalamualaikum." Ujarnya membuat Aly langsung berbalik.
Senyum Aly merekah saat melihat kedatangannya. "Waalaikum salam." Jawab Aly.
Alsya menyalami tangan Aly. "Kata ummi, mas yang akan mengantarkanku ke asrama ?." Tanya Alsya setelah selesai menyalami tangan Aly.
"Iya. Yuk, keburu kemalaman."
"Iya, mas."
Aly mengambil alih barang-barang yang ada di tangan sang istri.
Mereka berjalan keheningan karena tidak ada yang mendahului untuk berbicara. Hubungan mereka adalah buah dari sebuah perjodohan yang dilakukan oleh orang tua masing-masing yang merupakan sahabat saat belajar di pesantren ketika masih muda.
Meski pernah menghabiskan waktu bersama karena tinggal berdua selama seminggu, juga sudah menikmati malam pertamanya, namun kecanggungan masih menyertai mereka.
Perjalanan yang tidak terasa itu sampai di tempat tujuan. Setelah sampai di depan gerbang asrama putri, Alsya menyalami tangan Aly sebagai tanda perpisahan. Aly juga memberikan lagi barang-barang Alsya sebelum kembali ke asrama putra.
___________
Hari itu telah tiba, dimana keluarga Alsya datang untuk menjemput pulang Alsya yang akan selesai belajar di pesantren.
Alsya melepas pelukannya dari sahabat baiknya, Ning Halimah. Mereka saling menitikkan air mata karena perpisahan yang terjadi. Setelah selesai dengan sahabatnya, Alsya menyalami tangan kedua Pengasuh pondok yang sangat dihormati melebihi orang tuanya sendiri.
"Semoga ilmunya bermanfaat, Alsya." Ucap Ummi padanya.
"Aamiin, makasih doanya, ummi."
"Iya, Alsya."
Beberapa saat kemudian, Mereka segera keluar dari rumah keluarga kyai. Alsya langsung memasuki pintu mobil ayahnya.
Kepulangannya tidak bersama Aly, sebab Aly masih akan mondok dua tahun kedepan, katanya. Bahkan hari ini, dimana Alsya meminta izin untuk pulang, Aly tidak melihatnya, sebab Aly sedang ditugaskan oleh Abah Kyai untuk melakukan peninjauan pada salah satu cabang pesantren yang ada di luar kota.
Aly memang seorang khodam, tapi Aly juga merupakan salah satu ustadz dalam pesantren, juga menjadi bagian dari staf kepengurusan madrasah.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam lamanya, akhirnya Alsya sekeluarga sampai di rumah dengan selamat. Alsya langsung masuk ke kamarnya karena badannya terasa sangat lelah.
Sampai di kamar, Alsya hanya membersihkan wajah, kaki dan tangannya saja lalu berjalan menuju tempat tidur untuk segera mengistirahatkan tubuhnya.
Waktu terus beranjak dengan pasti. Alsya bangun ketika telinganya sayup-sayup mendengar suara adzan ashar. Alsya segera membersihkan diri kemudian bersimpuh diatas bentangan sajadah untuk bermunajat kepada Sang Pencipta.
Selesai sholat ashar, Alsya keluar dari kamar lalu menghampiri ibunya yang sedang memasak di dapur.
"Assalamualaikum, umma."
Ummanya menoleh dan menjawab salam lalu kembali lagi pada kegiatannya.
"Umma sedang masak apa ?." Tanya Alsya menengok ke arah panci yang sedang di aduk-aduk.
"Umma masak sayur sop iga kambing."
"Pasti keinginan Abah ?."
"Yah, Abah kamu memang sering sekali meminta umma memasak ini, tapi tidak pernah ada kata bosan." Ucap ummanya.
Alsya hanya tersenyum mendengar ucapan ummanya.
Dia tiba-tiba teringat akan suaminya. Satu bulan lebih mereka tidak berinteraksi layaknya sepasang suami istri. Bahkan mungkin lebih tepatnya seperti orang asing yang tidak pernah kenal.
Alsya yang masih berumur remaja sebenarnya belum bisa mengartikan status dirinya sendiri. Di KTP memang dia seorang wanita yang sudah menikah, di dalam Islam dia juga merupakan seseorang yang sudah di bawah pimpinan seorang pria yang disebut sebagai suami, dan di hukum fiqih pasal nikah dia juga sudah sempurna sebagai seorang istri sebab telah menyerahkan lahir batinnya kepada suami.
Tapi rasanya dia masih belum merasakan bagaimana kehidupan sehari-hari yang selalu dilakukan oleh sepasang suami istri yang sebenarnya. Dia belum pernah merasakan bagaimana mengalami perasaan marah, senang, kecewa, kesal, cemburu juga sebagainya ketika menjalani peran sebagai seorang istri.
"Umma, kalau seandainya Al meminta mas Aly untuk berhenti mondok, apa Al akan menjadi istri durhaka kepada suami ?." Tanya Alsya tiba-tiba.
Ummanya langsung berhenti mengaduk-aduk kuah yang ada di dalam panci dan langsung menoleh ke arahnya.
"Menurut umma tidak, sebab yang namanya seorang suami itu seharusnya melakukan perannya sebagai seorang pemimpin, karena jika Aly tetap di pesantren, dia seolah tidak menjalankan kewajibannya." Ucap ummanya lantang.
Alsya sangat tahu jika ummanya memang tidak pernah menyetujui perjodohan antara Alsya dan Aly. Tapi, karena ucapan seorang suami adalah mutlak, maka seorang istri hanya harus nurut dan mematuhi perintahnya saja.
"Tapi, mas Aly di pesantren sebab menuntut ilmu, umma." Ucap Alsya lirih.
"Memang, tapi seharusnya dia juga harus berpikiran rasional, bahwa dia sudah memiliki status yang berbeda bukan lagi seorang pria yang tidak memiliki tanggung jawab besar." Ucap ummanya lagi semakin terlihat bahwa ummanya itu sangat tidak menyukai Aly.
Alsya mendengus pasrah. Jika berbicara tentang Aly dengan ummanya, maka semuanya semakin runyam saja, pikirnya.
"Dari awal umma tidak suka dengan perjodohan yang dibuat oleh Abah kamu sama temannya, sebab Umma tahu bagaimana nanti hubungan kalian setelah menikah. Sebagai seorang ibu, umma hanya tidak ingin putri umma menderita..." Ucap ummanya lirih.
Alsya memperhatikan wajah ummanya yang kini terlihat sendu juga menampakkan genangan air mata di pelupuk matanya. Alsya langsung memeluk erat tubuh ibunya dan tanpa sadar matanya juga mulai berkaca-kaca.
"Restui kami, umma. Sebab ridho umma adalah kunci kebahagiaan bagi putri Umma ini. Alsya tidak mau jika pernikahan Alsya Ini menjadi tidak berkah karena umma tidak ikhlas." Ucap Alsya yang air matanya sudah menganak sungai di pipinya.
"Astaghfirullah... Kenapa rasanya berat sekali melepaskan kamu untuknya, padahal dulu saat Annisa umma baik-baik saja, bahkan umma sangat rela jika salah satu putri umma dipinang oleh seorang laki-laki yang umma sendiri tidak pernah mengenalnya. " Ucap ummanya mengeluarkan semua unek-unek dalam hatinya.
Alsya tak lagi berucap, ia hanya mengungkapkan isi hatinya melalui tangisan yang mulai terdengar jelas. Ia tidak mungkin memaksakan perasaan orang lain, meski ibunya sendiri.
Ummanya mengucap istighfar berkali-kali dan sesekali mengecup singkat kepala Alsya. "Astaghfirullah... Ya Allah, Semoga engkau mengampuniku karena hati yang tidak ikhlas atas pernikahan putriku sendiri..." Ucap ummanya lagi dengan suara lirih.
"Umma..." Panggil Alsya yang tangisannya semakin menjadi-jadi.
"Lanjutkan hubungan kalian, nak. Semoga Allah memberikan keberkahan pada pernikahan kalian, maafkan umma yang hingga saat ini masih belum ikhlas melepaskan putri umma ini. Insya Allah, meski berat, umma meridhoi pernikahan kalian." Ucap ummanya lagi.
Alsya menatap wajah ummanya sesaat lalu mengangguk dan kembali memeluk erat tubuh ummanya.
____________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
lagi
2022-09-12
2