Selama perjalanan, Alsya yang duduk di samping Ning Halimah hanya sering diam dan setia mendengarkan ocehan Ning Halimah yang mengobrolkan ini-itu. Alsya akan menjawab pertanyaan Ning Halimah jika ditanya dan selebihnya akan terdiam sambil menyimak.
"Al, kamu bawa uang ?." Tanya Ning Halimah.
Alsya tersenyum sedikit kaku, lalu menggeleng. Dirinya tadi tidak sempat membawa uang sebab saat Ning Halimah memanggilnya, ia baru saja selesai menunaikan sholat dhuhur di masjid khusus perempuan.
"Tidak, Ning. Tadi saya belum sempat mengambil."
"Hem, baiklah. Nanti, kalau kamu mau membeli sesuatu, bilang saja padaku."
"Iya, Ning."
Aly yang sedang menyetir mobil mendengar semua yang mereka bicarakan. Matanya sesekali melirik kaca kecil di atas yang mengarah ke arah wajah Alsya.
Aly sangat tahu bagaimana kedekatan mereka selama beberapa tahun ini. Mereka juga sering melakukan perjalanan bahkan sampai keluar dari gerbang pesantren..
Dan karena kegiatan itu pula Alsya yang memang selalu menuruti ucapan putri kyainya, menjadi sering bolos pada kegiatan-kegiatan di pondok. Seperti halnya hari ini, Alsya sudah pasti melewatkan lagi kegiatan yang dijadwalkan seusai shalat dhuhur.
Dari awal diamanatkan oleh Abah Kyai, saat menyuruhnya untuk mengantarkan Ning Halimah keluar dari pesantren, Aly sudah menduganya bahwa Ning Halimah pasti tidak akan pergi sendiri dan memerlukan seorang teman. Dan temannya itu sudah pasti adalah Alsya, karena istrinya itu memang sahabat baik Ning Halimah.
Mobil sampai di parkiran mall. Ning Halimah langsung turun disusul Alsya yang juga turun dari mobil. Aly juga langsung membelokkan arah mobilnya saat kedua wanita itu sudah keluar.
"Kang Aly, sebelum Maghrib, kesini lagi ya." Ujar Ning Halimah.
"Iya, Ning."
"Terima kasih, kang. Assalamualaikum." Ujar Ning Halimah kemudian melangkah masuk ke dalam mall dengan tangan menggandeng tangan Alsya.
"Waalaikum salam."
Kedua wanita itu memasuki beberapa toko yang menyediakan berbagai macam jenis produk khusus perempuan. Memilih sesuatu yang sesuai dengan keinginan, lalu berakhir pada satu toko khusus make up.
"Al, dari tadi kamu belum beli apa-apa ya?. "
"Iya, Ning."
"Kalau begitu sekarang kamu mau beli apa?."
"Tidak ahh, Ning. Terima kasih, silahkan Ning Halimah saja yang beli. "
"Ahh, Alsya, kamu gak seru deh. Ayo, nggak papa Al, nanti dihitung sekalian denganku."
"Terima kasih, Ning. Tapi, saya memang tidak mau beli make up." Jawab Alsya yang masih terus menolak dengan halus.
"Ya sudah, kamu mau beli apa ?, Pakaian, kerudung, apa sandal untuk dipakai di asrama?." Tawar Ning Halimah dengan antusias dan Alsya menjawab dengan gelengan kepala.
"Alsya, ayolah, masa dari tadi aku terus yang belanja?. Kamu nggak pengen apa-apa begitu?!." Tanya Ning Halimah lagi dengan nada merajuk.
Alsya tersenyum. Ning Halimah memang selalu baik terhadap dirinya. Setiap kali keluar bersama, tak jarang Ning Halimah juga memberikan sesuatu yang menurutnya sedikit berlebihan. Tapi dirinya juga tidak bisa membuat Ning sakit hati karena kecewa sebab penolakannya.
"Baiklah, Ning, saya beli cuci muka saja." Putus Alsya akhirnya dan mengambil face wash dengan merk yang sering dipakainya lalu memasukkannya ke dalam troli yang mereka bawa.
"Oh, oke, sama apa lagi ?. Hmm minimal kamu harus membeli tiga macam jenis." Ucap Ning Halimah seolah sebuah ancaman.
"Iya, tapi, Ning, saya tidak..." Ucapan Alsya terhenti dan mengambang di udara.
"Kamu ini kaya sama siapa saja, Al. Kalau begitu biar aku saja yang pilihkan untukmu. Tidak ada protes, pokoknya kamu harus nurut. "Ucap Ning Halimah benar-benar mengancam.
Alsya akhirnya mengangguk pasrah.
"Al, biasanya kamu memakai produk apa ?." Tanya Ning Halimah yang sudah sangat sibuk memperhatikan beberapa macam jenis make up.
"Sama seperti cuci muka saya, Ning."
Ning Halimah melihat cuci muka Alsya yang sudah dimasukkan ke dalam troli belanjaan. "Oh, iya." Ujar Ning Halimah lalu melangkah ke arah produk yang bermerek sama seperti cuci muka Alsya.
Ning Halimah mengambil lipstik, bedak, pelembab, krim malam, krim siang juga pembersih make up, dan semua itu adalah produk dengan merek yang sering dipakai Alsya.
"Maaf, Ning, itu banyak sekali ?." Ujar Alsya kaget dengan yang diambil Ning Halimah untuk dirinya.
Ning Halimah mendelik. "Ingat, Al, kamu tidak diperbolehkan protes." Ucap Ning Halimah.
Alsya menghembuskan nafasnya perlahan lalu menatap wajah Ning Halimah. "Tapi, Ning, saya tidak biasa memakai itu semua. Apalagi di pondok peraturannya melarang memakainya, Ning." Ucap Alsya sendu. Ia takut nanti jika ia memakai semua pemberian Ning Halimah yang ada malah akan mendapatkan sanksi di pondok.
"Tenang saja. Tidak akan ada yang berani melarangmu, aku sudah mengatakan pada pengurus keamanan pondok, kalau kamu harus dibedakan karena kamu adalah sahabatku." Ujar Ning Halimah santai sekali.
"Tapi, Ning..."
"Alsya, kalau kamu ngomong lagi, nanti sekalian aku tambahin maskara, eyeliner, foundation, liptint dan.."
"Iya, Ning, iya. Saya akan ngomong lagi, sudah cukup itu aja, Ning." Ucap Alsya akhirnya.
Ning nya itu memang suka sekali mengancam.
Ning Halimah terkekeh kecil. "Nah, nurut, kan?." Ucapnya.
"Karena Ning Halimah memaksa, tentu saja aku menurut, Ning." Ujar Alsya lemah.
Ning Halimah mengubah kekehannya menjadi tertawa. Alsya memang selalu menuruti apapun ucapannya. Yah. Tentu saja apa yang diucapkan Ning Halimah masih dalam tahap kewajaran.
"Lagian, dari tadi nolak terus."
"Iya, Ning." Ucap Alsya sudah tak bertenaga untuk mendebat.
Mereka menuju kasir untuk membayar semua belanjaan yang sembilan puluh sembilan persennya adalah milik Ning Halimah.
Selesai dikemas semua, mereka segera mencari tempat khusus sholat untuk mengerjakan sholat ashar.
"Kita mau kemana lagi, Al?." Tanya Ning Halimah saat keduanya duduk di teras musholla setelah sholat ashar.
"Saya ngikut aja, Ning. Tapi, tadi saat di mobil, katanya Ning Halimah akan ke kafe?."
"Hmm iya ya ?. Tapi, aku sudah gak ada keinginan untuk kesana, Al. "
"Jadi, kita akan kemana lagi, Ning?."
"Kamu lapar nggak, Al?." Tanya Ning Halimah lagi.
"Saya sih nggak lapar, Ning. Tapi, kalau Ning Halimah lapar, ayo saya temenin. "
Ning Halimah melirik ke arah Alsya lalu memutar bola matanya malas. "Al, aku bertanya kamu lapar tidak, soalnya aku tidak lapar. Takut kamu lapar, kita bisa mampir ke resto dulu sebelum pulang." Jelas Ning Halimah.
"Oh, kalau begitu saya juga tidak lapar, Ning. "Beneran ?."
"Iya, Ning."
"Berarti kita langsung pulang aja nih ?."
"Terserah Ning Halimah aja, saya ngikut, Ning."
"Kalau begitu kita langsung pulang aja." Putus Ning Halimah.
Mereka melangkah keluar dari gedung setinggi enam lantai tersebut menuju ke tempat parkiran dan ternyata mobil milik orang tua Ning Halimah sudah berada di sana.
"Kang Aly." Panggil Ning Halimah.
Kang Aly yang sedang duduk di kursi kemudi dan membiarkan pintu mobilnya terbuka, langsung sigap mematikan handphone nya saat kedatangan mereka.
"Ehh, Ning."
"Assalamualaikum, kang." Kali ini Alsya yang bersuara.
"Waalaikum salam..." Jawab Aly dengan senyum yang tersungging tipis untuk sang kekasih tercinta.
Alsya membalas senyum itu dengan cepat lalu ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Ning Halimah.
Langit sore tidak memancarkan sinar cerah sunset karena awan gelap gulita sedang mengarak di langit yang juga sedang mengguyurkan gerimis.
Aly sesekali melirik ke arah kaca dan melihat keadaan di belakang. Senyuman menawan terbit dari sudut-sudut bibirnya saat melihat Alsya sangat fokus menatap gemericik air hujan dibalik kaca mobil.
"Al." Panggil Aly membuat Alsya sedikit terperanjat. Alsya segera menoleh ke arah Ning Halimah. Seketika ia menghembuskan nafasnya perlahan, lega karena ternyata Ning Halimah sudah tertidur pulas.
Pantas saja berani memanggil namaku. Decak Alsya dalam hatinya.
"Iya, mas." Jawab Alsya akhirnya.
"Kamu belanja apa ?."
"Aku tidak belanja apa-apa, mas. Tapi Ning Halimah yang membelikan ku make up." Jawab Alsya apa adanya.
Aly tersenyum dan itu terlihat jelas di mata Alsya melalui kaca spion yang ada di dekat wajah Aly.
"Kamu nggak bawa uang?."
"Nggak sempat, mas. Kebetulan Ning Halimah nyamperin pas aku lagi ada di masjid."
Aly manggut-manggut mengiyakan.
Suasana mobil kembali sunyi. Alsya kembali fokus pada pepohonan yang berjejer di tepi jalan.
"Alsya." Panggil Aly lagi dan Alsya kembali menatap ke depan. "Kamu akan memakai make up-nya?." Tanya Aly kemudian.
"Hanya untuk menghargai pemberian Ning Halimah aja, mas."
"Baiklah, tapi jangan keseringan ya." Ucap Aly membuat Alsya bertanya-tanya dalam hatinya. "karena kamu sering keluar masuk area santri putra saat akan ke rumah Abah Kyai." Lanjutnya.
Alsya mengangguk dengan senyuman manisnya yang membuat Aly seakan terhipnotis olehnya.
"Iya, mas. " Jawab Alsya.
"Iya, Al. Minggu depan umma akan datang."
"Benarkah?!." Pekik Alsya senang juga kaget mendengarnya.
Setelah pernikahan waktu itu disaat liburan pondok, Alsya dan Aly kembali ke pesantren dan sudah dua bulan ini mereka tidak lagi bertemu dengan orang tua. Bahkan hubungan keduanya pun terhalang oleh gerbang pondok.
Tapi, bagi Aly masih mending menurut Alsya. Sebab, karena merupakan santri khodam, Aly diperbolehkan membawa handphone sedangkan dirinya tidak karena merupakan santri biasa meski sahabat putri sang pengasuh pondok.
Mobil berhenti di halaman rumah keluarga kyai. Aly langsung turun dan mengeluarkan barang-barang mereka yang ada di bagasi.
"Ning." Panggil Alsya dengan suara lirih sambil menggoyangkan lengan Ning Halimah.
Ning Halimah menggeliat lalu mulai membuka matanya. "Kita sudah sampai, Al ?." Tanyanya setelah melihat keadaan di luar mobil.
"Iya, Ning. Kita sudah sampai di rumah."
"Astaghfirullah. Aku terlalu nyenyak tidurnya ya Al?." Ucap Ning Halimah sembari membereskan penampilannya.
Alsya tersenyum lalu mengangguk. "Iya, Ning." Jawabnya.
Mereka segera turun dari mobil dan berlari ke arah teras rumah sebab gerimis sedikit lebih deras.
_________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
selanjutnya
2022-09-12
2