Sejak pagi, umma dan Abah masih saja cemas karena Alsya belum juga sadar dari pingsan nya yang sudah berlangsung dua jam lamanya.
"Aly sedang perjalanan menuju kesini." Ucap Abah yang baru saja datang lagi setelah keluar tadi.
"Abah menyuruhnya kesini ?." Tanya umma sedikit ada rasa tak suka jika menantunya itu akan datang.
"Tentu saja, Aly harus tahu keadaan Alsya, makanya Abah menyuruhnya kesini." Ucap Abah yang selalu tidak mau dibantah.
Umma membuang nafasnya berat. Dia harus ikhlas menerima takdir yang ditetapkan untuk putrinya. Tatapan umma kembali pada wajah putrinya yang belum juga membuka matanya. Pikirannya berkecamuk sekarang, ia sedang mengkhawatirkan satu hal yang mungkin saja sedang menjadi pemicu kenapa putrinya sampai pingsan seperti ini.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar Alsya dibuka dari luar. Umma dan Abah langsung menoleh.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Aly." Senyum Abah langsung mengembang tapi lain dengan umma yang kini memasang wajah datar tanpa ekspresi.
Aly menyalami tangan kedua mertuanya satu-persatu.
Mata Aly segera mengunci wajah cantik yang terlelap tenang di tempat tidur. Aly duduk di samping kepala Alsya lalu mengusap lembut kepala istrinya. "Alsya kenapa ?." Tanyanya pada kedua mertuanya.
"Kami juga kurang tahu, tadi saat umma mau memanggilnya untuk sarapan, umma melihatnya sudah tergeletak di lantai." Jawab ummanya yang mulai membuka hati untuk menerima menantunya.
"Astaghfirullah, Al..." Aly bergumam masih terus mengusap-usap kepala Alsya. "Apa Aly bawa Alsya ke rumah sakit aja, Abah umma ?. Alsya sudah lama kan, pingsannya?." Tanya Aly meminta persetujuan kepada kedua mertuanya.
"Iya, sudah dua jam lebih." Jawab Abah.
"Ya sudah, kalau begitu, Aly akan membawanya ke rumah sakit saja." Ucap Aly langsung mengangkat tubuh mungil istrinya dan membawanya ke mobilnya yang diparkirkan di halaman rumah.
Aly membaringkan tubuh Alsya di jok belakang lalu memutari mobil dan masuk ke bagian kursi kemudi. Mobil meluncur ke jalan raya menuju rumah sakit.
Saat sampai, Aly segera mencari bantuan agar bisa membawa tubuh Alsya ke dalam. Aly datang bersama dua perawat yang salah satunya mendorong brankar.
Setengah jam kemudian, pemeriksaan terhadap Alsya selesai. Aly segera menghampiri dokter yang telah memeriksanya. Dan kini mereka sudah berada di ruangan khusus dokter tersebut.
"Bagaimana keadaannya, dok ?." Tanyanya khawatir.
"Tubuhnya mengalami dehidrasi yang cukup parah, pasien kekurangan cairan didalam tubuhnya. Kejadian seperti ini memang sering terjadi pada masa kehamilan muda karena seringnya mengalami muntah berlebihan pada penderita." Jelas dokter yang langsung membuat Aly sangat terkejut.
"Istri saya sedang hamil ?." Tanya Aly bingung.
Dokter itu tampak mengernyitkan alisnya seperti orang yang terheran-heran. "Anda tidak mengetahuinya ?." Tanya dokter itu ragu.
"Saya baru mengetahuinya sekarang." Jawab Aly sungguh-sungguh.
Sang dokter tampak menyunggingkan senyumnya. Hal yang wajar. Pikirnya.
"Kejadian seperti ini memang sering terjadi, karena setiap pasangan terkadang tidak menyadari akan hadirkan sang buah hati, sebab tidak ada gejala atau tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang istri sedang berbadan dua." Ucap dokter memberikan penjelasan.
"Kalau boleh tahu, berapa usia kandungannya, dok ?." Tanya Aly ingin tahu lebih jelas.
"Usia kandungannya sudah mencapai lima Minggu, pak."
Aly terdiam dengan pemikirannya sendiri. Usia kandungannya hanya selisih lima hari saja setelah malam pertama mereka. Ternyata benih Aly waktu itu langsung bisa membuahi.
"Baiklah, dok. Terima kasih atas pemeriksaannya."
"Iya, pak. Jangan lupa dijaga kesehatan istrinya juga jangan sampai membuatnya mengalami pemikiran yang melelahkan karena itu akan mengganggu keadaan janinnya." Nasihat dokter. "Sebentar, saya resepkan vitaminnya."
"Sekali lagi terima kasih, Dok. Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam.."
Aly keluar dari ruangan dokter dan berjalan menuju kamar yang menjadi tempat inap Alsya beberapa hari kedepan. Aly membuka pintunya perlahan dan matanya langsung bersitatap dengan mata Alsya yang ternyata sudah terjaga. Aly tersenyum sembari mendekati tubuh istrinya.
"Assalamualaikum..." Ujar Aly masih dengan senyum manisnya.
"Waalaikumsalam, mas." Jawab Alsya kemudian menyalami tangan suaminya.
Aly mendaratkan kecupannya pada kening Alsya. "Badannya sudah mendingan, Hem ?. Tanya Aly.
"Masih sedikit lemas."
"Nggak papa, insya Allah nanti seger lagi." Ucap Aly lembut.
Aly duduk di kursi samping tempat tidur Alsya. Tangannya tak pernah lepas dari menggenggam erat jemari istrinya itu. "Kenapa bisa sampai pingsan seperti ini?."
"Dari tadi malam aku muntah-muntah terus, bahkan bangun tidur juga sama, jadi kepalaku sangat pusing, badan ku juga terasa lemas sekali." Ucap Alsya menceritakan kronologinya.
"Yaudah, sekarang makan dulu ya ?." Ucap Aly kemudian mengambil mangkuk yang berisi bubur di atas meja.
Dengan telaten, Aly menyuapkan makanan itu ke dalam mulut istrinya hingga sampai tak tersisa. Rupanya Alsya memang sangat kelaparan. Mungkin, karena dari malam dia sudah mengeluarkan semua isi perutnya.
Setelah selesai membantu Alsya meminum air mineralnya, Aly kembali duduk dengan mata terus memperhatikan wajah Alsya.
"Al."
"Hem?."
Tatapan mata keduanya saling mengunci satu sama lain. Menyelami manik mata dari pasangannya sendiri.
"Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku kalau kamu sedang hamil ?." Tanya Aly kemudian.
Alsya hanya terdiam menunduk. Yah, dirinya memang belum memberitahu Aly soal kehamilannya. Bahkan kedua orang tuanya pun belum ada yang tahu soal itu.
"Aku belum sempat." Jawab Alsya akhirnya.
"Hanya itu jawabannya ?."
Alsya menatap wajah Aly yang kini sedang menatap wajahnya lekat. "Aku juga baru tahunya beberapa hari lalu, mas." Ucapnya lagi.
"Berapa hari ?."
Alsya kembali menunduk."seminggu lalu." Jawabnya dengan suara lirih.
Aly mengulurkan tangan lalu mengangkat dagu istrinya. "Kenapa tidak menghubungiku ?. Aku disana memegang handphone. Al, dia anakku, aku pantas diberitahu soal ini." Ucap Aly semakin menatap lekat wajah Alsya.
"Maaf, mas." Ucap Alsya menyesali perbuatannya sendiri.
"Sudahlah, aku memaafkanmu sekarang, tapi aku mohon, jangan pernah seperti ini lagi kedepannya." Ucap Aly memberi nasihat.
Alsya hanya mengangguk patuh.
Hening.
"Mas."
"Ya ?."
Keduanya kembali saling tatap.
"Apa mas Aly akan kembali lagi ke pesantren ?."
"Iya, Al. Maaf, aku tidak bisa meninggalkan tanggung jawabku disana seenaknya saja."
"Lalu, bagaimana dengan tanggung jawab mas Aly sebagai seorang suami ?." Pertanyaan Alsya membuat Aly terdiam seribu bahasa.
"Alsya... Aku,."
"Mas Aly tahu, bagaimana seharusnya seorang suami jika istrinya sedang hamil ?. Perhatianmu sangat aku perlukan dalam keadaan ku, mas. Apa kamu akan menelantarkan aku begitu saja, disaat aku sedang mengandung anakmu ?." Tatapan Alsya berubah jadi tatapan tajam menghunus.
"Al, aku tidak pernah berfikir seperti itu. Kamu tahu, aku masih membutuhkan ilmu yang lebih. Aku mohon, mengertilah keadaannya.." Aly menggenggam erat tangan istrinya.
"Ilmu yang harus kamu pelajari bukan lagi tentang pelajaran, mas. Ilmu yang kau butuhkan sekarang adalah bagaimana menjadi seorang suami yang baik." Ucap Alsya semakin mendesak.
"Maafkan aku, Al. Aku tidak bisa menuruti permintaanmu, tapi aku janji, aku akan sering pulang ke rumah untuk menemuimu."
Alsya memalingkan wajahnya membelakangi Aly. "Sudahlah, terserah kamu aja, mas." Putusnya pasrah.
Aly membelai rambut sang istri yang tertutup hijab instan. "Maaf.." ucapnya lirih kemudian mendaratkan kecupannya di kening Alsya.
Alsya hanya menangis dalam diam. Dia tidak pernah menduga jika akan mendapatkan seorang suami yang keras kepala seperti Aly. Entah kenapa ayahnya malah menjodohkan dirinya dengan pria seperti itu, dan bodohnya, Alsya mau menyerahkan lahir batinnya kepada pria yang telah berstatus sebagai suaminya kala itu.
Mungkin jika Alsya menolak ajakan Aly waktu itu, keadaannya tidak akan menjadi seperti ini.
"Istirahatlah, aku akan keluar dulu sebentar." Ucap Aly lagi dan Alsya hanya mengangguk mengiyakan.
Alsya melirik pintu yang telah menenggelamkan tubuh Aly dibaliknya. Rasa sesak seakan langsung menyapa dadanya, air matanya pun luruh begitu saja.
Di umur yang ke sembilan belas tahun, ternyata dirinya sudah dihadapkan dengan keadaan yang mendewasakan. Keadaan yang rasanya sangat berat untuk diemban.
Alsya menghela nafasnya panjang. "Astaghfirullah..." Gumamnya.
Jika saat ini ia merasa ujian pernikahannya terasa sangat berat, lalu, apakah ada takdir lain lagi yang lebih berat dari sekarang. Jika pun ada, Alsya hanya bisa berdoa agar Allah memberikannya keikhlasan dan kesabaran atas apa yang telah digariskan sebagai alur kehidupannya.
__________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
nyesak banget bacanya, diusia muda sdh menikah, hamil malah dilalay kan suaminya dgn alasan menuntut ilmu agama
2022-08-18
2