Adira berdecak kesal. Wajahnya cemberut dan kakinya beberapa kali menghentak keras lantai yang dipijakinya.
"Dasar orang gila. Masa cuman salah ngomong dikit doang, hukumannya berat banget. Cari dimana coba laporannya. Mana ni gudang bedebu banget lagi"
Wajah Adira tampak sangat tidak bersahabat. Ia menggelengkan kepala sembari mencari berkas laporan itu. Mulut dan tangannya bergerak bersama. Adira terus meracau mengumpat Chris tanpa henti.
"Yuk pulang. Eh tunggu dulu. Adira mana ya? Kok habis makan siang gak kelihatan lagi?" ucap Maya sambil melirik meja kerja Adira yang bersebelahan dengan meja kerjanya.
"Mungkin ke toilet kali" sahut Lisa.
"Tapi tadi dia nganterin berkas ke ruangan pak Chris. Setelah itu dia gak balik lagi" sambar Farah.
"Aduh gimana ni? Aku harus pulang sekarang. Soalnya sudah janji mau jalan sama Doni" kata Maya yang tidak bisa ikutan mencari Adira.
"Aku juga mau jalan sama Derral. Kan ini malam minggu. Waktunya ketemu ayang" sambung Lisa manja seraya mengedipkan matanya cepat.
"Kalian itu ya gak setia kawan banget. Kita tunggu Adira dululah. Aku juga punya janji makan malam kali" ucap Farah mendelik.
"Sudah gak papa. Kitakan juga sering begini. Ntar chat saja di grup kalau kita pulang duluan. Adira itu anaknya gak suka marah-marah. Dia pasti ngerti kok. Yuk ah kita pulang. Udah mepet ni mau jam 5" Lisa menunjukkan waktu yang tertera di layar komputer Adira yang masih menyala.
Di gudang, Adira masih sibuk mencari. Keadaan gudang sudah pasti makin berantakan. Baju Adira pun terlihat diselimuti debu. Begitu juga dengan wajah mulusnya tampak cemong.
"Hah capek banget. Dimana sih laporannya? Apa mungkin sudah di bakar ya? Dari tadi dicari kok gak ada" Adira terlihat sudah menyerah. Namun tubuhnya bergerak spontan begitu teringat nasib na'as temannya Suci yang dipecat hanya karena tidak bisa menjalankan tugas yang diberikan Chris.
Chris memang bukan pemilik perusahaan namun kedekataannya dengan putri CEO perusahaan membuatnya punya kekuasaan untuk memecat karyawan yang kinerjanya kurang dan tidak sesuai ekspektasi.
Jam 17.30
Kantor semakin sepi. Satu persatu karyawan pulang. Chris pun juga sudah siap meninggalkan ruangannya. Malam ini ia sudah punya janji mau nonton bersama pacarnya. Namun saat melewati meja kerja karyawan umum, matanya tertuju pada satu meja dimana komputer masih menyala.
"Ini meja Adira. Apa dia belum pulang?" Chris mengedarkan matanya melihat setiap sudut. "Apa mungkin dia masih di gudang?"
Chris melepaskan tas ranselnya lalu berjalan ke arah gudang. Dan benar saja, Adira masih disana.
"Kamu ngapain masih disini?"
Bahu Adira refleks terangkat. Ia terkejut dengan kehadiran mendadak Chris.
"Kok ngapain? Kan pak Chris yang suruh aku cari laporan tahun 2018" jelas Adira mengingatkan.
Chris membuka mulutnya sedikit. Ia tidak menyangka, Adira segigih itu patuh dengan perintahnya.
"Sudah ketemu?"
"Belum. Susah banget pak carinya. Ini gudangnya berantakan banget" keluh Adira dengan wajah lusuhnya.
"Memangnya kamu tahu laporan apa yang saya maksud?"
Seketika Adira melongoh. Kenapa ia bisa begitu bodoh? Benar juga. Laporan apa dulu? Chris hanya minta laporan bulan Desember tahun 2018 tanpa menjelaskan apakah itu laporan produksi atau laporan distribusi. Adira menepuk keningnya, greget dengan dirinya sendiri.
"Oh iya. Memangnya laporan apa pak?" tanya Adira tertunduk malu.
"Laporan Distribusi dan berkas tahun 2018 sudah dibakar. Salinannya ada dalam bentuk digital. Hal sepenting ini saja kamu tidak tahu Gimana kamu mau naik jabatan?" Chris tersenyum sinis.
Adira membelalak. Menatap tidak suka. Merasa dipermainkan. Jadi yang dilakukannya sejak siang tadi sia-sia saja.
"Jadi pak Chris ngerjain saya? Pak Chris tahu, perkerjaan saya yang lain jadi tertunda karena hal ini. Saya...."
"Kamu marah sama saya?" potong Chris.
Dada Adira naik turun. Ucapannya beberapa detik yang lalu terdengar sangat menggebu. Kilatan di matanya juga menggambarkan kemarahan. Adira menarik nafas lalu membuangnya perlahan.
"Tidak. Mana mungkin saya marah sama bapak" dengan sigap Adira menutup mulutnya. "Maaf, maksud saya pak Chris"
Chris menggertakkan giginya. Memainkan gigi atas dan bawahnya. Dia tetap berdiri tegap di tempatnya semula.
"Kalau begitu saya permisi pak" Adira pamit melewati Chris. Ia menekan gagang pintu namun pintu tidak terbuka.
Adira kembali menekan gagang pintu lebih kuat. Namun pintu tetap tidak terbuka. Ia mulai panik.
"Pak pintunya gak bisa kebuka" adu Adira pada Chris yang terlihat masih tenang.
"Sudah hampir jam 6. Jam segini biasa penjaga sudah mau pulang. Pasti penjaga yang mengunci pintunya" jelas Chris melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Hah. Ya terus kita gimana pak? Hallo...ada orang gak diluar. Tolong bukain pintunya. Oiiii yang dliuar bukain pintunya" teriak Adira nyaring sembari memukul daun pintu.
Chris melangkah pelan mendekati Adira yang terus berteriak meminta bantuan. Namun hasilnya masih nihil. Tidak ada tanda-tanda langkah terdengar dari luar.
"Suara kamu bisa habis kalau teriak begitu"
"Ya kalau gak teriak gimana lagi? Saya gak bawah HP, gak bisa hubungi yang lain. Ini Maya, Lisa, Farah, mana ya? Kok mereka gak cari aku sih"
"Mereka semua sudah pulang" sambar Chris melangkah semakin dekat.
Adira melebarkan pupilnya melihat pergerakan Chris yang semakin dekat padanya. Ia berprasangka curiga. Bergeser ke sisi kanan karena dua langkah lagi Chris sampai padanya. Tiba-tiba Chris menempelkan kedua tanganya di dinding seakan ingin mengunci pergerakan Adira.
"Pak...pak Chris mau ngapain?" tanya Adira terbata-bata. Ia gugup sekaligus takut.
"Wajah kamu berdebu" ucap Chris menghapus bagian pipi Adira yang terkena debu.
Rasa takut itu berubah menjadi deg degan. Saat ini Adira tidak punya keberanian menatap Chris dengan lantang. Pelan dan menuntun, jemari panjang Chris singgah di bibir yang masih suci itu.
"Jadi kamu tidak tahu rasanya berciuman?" tanya Chris memastikan dengan jari yang masih bermain di bibir Adira. Matanya intens memandang daging kenyal itu.
Adira melotot. Darimana Chris tahu? Apa mungkin dia menguping percakapannya di kantin siang tadi? Namun pertanyaan-pertanyaan itu hanya sampai di benaknya saja. Mulut Adira masih tertutup rapat. Hatinya berdebar melihat wajah tampan Chris dari jarak sedekat ini. Sejak pertama bertemu tepatnya di hari pertama ia masuk kerja, Adira sudah menaruh hati pada Chris. Namun sikap tak bersahabat Chris juga status Chris yang sudah mempunyai pacar membuat nyali Adira menciut. Ia tidak punya keberanian mengungkapkan benih rasa yang tumbuh di hatinya.
"Bibir kamu sangat lembut. Boleh saya mencium kamu?" tanya Chris meminta izin.
Adira diam membisu. Ia tidak mengiyakan ataupun menolak. Chris menganggap diam Adira itu sebagai tanda setuju. Dengan gerak pasti, Chris mulai mendekatkan wajahnya. Hanya tinggal satu gerakan lagi. Adira memalingka wajahnya ke kiri. Kemudian ke kanan saat Chris berusaha mengecup bibirnya.
"Pak" Adira mendorong sedikit dada bidang Chris. "Bukankah pak Chris sudah punya pacar?" lanjutnya ragu.
"Lalu?" sahut Chris menarik ujung dagu Adira.
Adira kembali terdiam. Suasana menjadi hening senyap. Tiba-tiba saja lampu gudang mati.
"Pak, kok lampunya mati?"
"Kalau malam memang lampunya dimatikan"
"Berarti ada orang diluar" Adira baru akan membuka mulutnya namun dengan cepat Chris membungkam mulut Adira dengan telapak tangannya yang lebar.
"Kamu belum jawab" Chris diam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Boleh saya mencium kamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
tinggal cium aja pak boss gak usah ijin biasanya langsung nyosor aja🤣🤣🤣
2023-10-16
1
linda sagita
apapun tetap kembali ke pasal 1, bos selalu benar 😅
2022-10-29
1
Windy Artika
eh main sosor aja kayak bebek 🦢 😄
2022-10-23
0