Ardi berjalan mendekati ibunya, yang pasti ingin memastikan apa yang barusan diucapkan oleh ibunya.
"Mama serius?" tanya Ardi penasaran, dan menoleh pada Evana.
"Serius, kenapa tidak? kamu sendiri serius menceraikan istrimu, dan juga mengusirnya. Jadi, adil 'kan?"
"Ma, setelah kita bercerai, Ardi dan Evana tidak ada lagi hubungan apapun dengannya. Terus, kenapa harus disamakan. Kalau Mama mengusir Ardi, terus siapa yang akan memberi Mama uang?"
"Memangnya kamu pikir, anak Mama cuma kamu saja?" tanya sang ibu menantang.
"Yang dikatakan Mas Ardi itu benar, Ma. Mau bagaimanapun, Mas Ardi anak Mama yang tak akan pernah hilang dan putus silsilahnya. Evana tidak apa-apa kok, Ma. Mungkin memang benar, jika kami tidak berjodoh. Mas Ardi tidak perlu repot repot dan khawatir, aku yang akan mengurus perceraian." Timpal Evana berusaha kuat dan mampu.
Meski sebenarnya ia sadar diri tidak mempunyai apa-apa.
"Bagus lah, aku tidak capek-capek mengurusnya. Ingat loh ya, secepatnya kamu urus." Kata Ardi dengan entengnya.
"Ardi! kamu ini ya, benar-benar sangat keterlaluan. Seharusnya tuh kamu mikir, Evana dapat uang darimana untuk mengurus perceraian kamu. Untuk mencari tempat tinggal saja belum ia dapatkan, dan seenaknya kamu memintanya untuk mengurus surat perceraian." Kata sang ibu dengan geram atas perlakuan putranya dengan Evana.
"Gak apa-apa kok, Ma. Nanti Evana akan mencari pekerjaan, Mama tidak perlu khawatir." Ucap Evana meyakinkan ibu mertua.
Sedangkan Ardi memilih pergi dari rumah entah kemana. Sedangkan Evana dan ibu mertuanya masih berada didalam rumah yang telah menjadi saksi atas pernikahan selama dua tahun dijalani.
"Nak," panggil ibu mertua menghentikan Evana yang hendak pergi ke kamarnya untuk mengemasi pakaiannya yang akan dibawa pergi entah dimana akan singgah.
Evana langsung menoleh kebelakang, dan memutar balikkan badannya.
"Ya, Ma, ada apa?" tanya Evana.
Ibu mertua menghampirinya.
"Bentar, Mama mau memberimu sesuatu." Jawab ibu mertuanya sambil merogoh tas bawaannya untuk mengambil sesuatu didalamnya, dan menuju meja yang tempatnya tidak jauh dari anak tangga.
Evana sekilas memperhatikannya, tetap saja tak dapat mengetahui apa yang akan dilakukan ibu mertuanya.
Sambil membungkuk, ibu mertua terlihat tengah menulis sesuatu di atas meja. Karena penasaran, Evana akhirnya mendekatinya untuk memastikan apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya.
"Mama menulis apa?" tanya Evana mengagetkan, ibu mertua langsung memasukkan penanya.
Kemudian, beliau tersenyum pada menantu kesayangan.
"Ini, Mama ada cek buat kamu untuk mencari rumah yang bisa dijadikan tempat tinggal untuk kamu. Terimalah, Mama sudah menganggap Nak Evana anak Mama sendiri. Untuk biaya perceraian kamu, Mama tidak bisa membantu, karena Mama masih menginginkan kamu menjadi menantu. Tapi keputusan itu semua ada pada diri kamu, tidak ada hak memaksakan atas kehendak." Ucap ibu mertua sambil menyodorkan satu lembar cek pada Evana.
Saat itu juga, Evana mengatupkan kedua tangannya.
"Maaf, Ma, Evana tidak bisa menerimanya. Soal untuk tempat tinggal, Mama tidak perlu khawatir. Lebih baik ini uang buat kebutuhan Mama, Evana masih bisa untuk bekerja." Jawabnya menolak, lantaran dirinya tidak ingin menambah masalah.
Ibu mertua menatap Evana dengan perasaan sedih, lantaran sama sekali tidak mau menerima pemberiannya. Sedih, itu sudah pasti.
Tapi, mau bagaimana lagi. Semua sudah menjadi keputusan masing-masing pihak yang tidak mau disatukan kembali hubungan pernikahannya.
Evana yang melihat ibu mertuanya terlihat bersedih, segera memeluk beliau.
"Evana sayang Mama, dan juga tidak ingin merepotkan Mama. Evana masih sehat, juga masih bisa mencari pekerjaan." Kata Evana.
"Tapi, Nak. Mama tidak tega melihatmu dengan kondisi yang seperti ini, semua kesalahan ada pada putra Mama." Jawab ibu mertua sambil memeluk menantunya.
"Evana doakan, semoga Mama mendapatkan menantu yang lebih baik lagi, dan sempurna pastinya. Tidak seperti Evana, yang tidak bisa memberi kebahagiaan kepada suami dan Mama." Ucap Evana bersedih, tetapi tetap menunjukkan ketegarannya, meski kenyataannya sangat rapuh.
Ibu mertua langsung merenggangkan pelukannya, dan menatap wajah ayu milik Evana yang terlihat sembab karena tidak dapat dipungkiri jika dirinya harus menerima kenyataan yang sangat pahit.
"Gak ada yang bisa menggantikan sosok Evana yang akan menjadi menantu Mama, Nak." Jawab ibu mertuanya yang tak ingin menantunya diganti dengan perempuan lain.
Evana berusaha untuk tersenyum, meski senyumnya itu terasa berat untuk ia tunjukkan.
"Evana sudah tidak mempunyai waktu lama-lama, Ma. Sekarang juga, Evana harus bersiap-siap." Ucap Evana beralasan, takutnya ibu mertua akan terus menahan dirinya untuk tidak pergi dari rumah yang sudah menjadi saksi cintanya yang tak ia dapatkan lagi dari suaminya.
Ibu mertua yang tidak mempunyai pilihan lagi, terpaksa merelakan Evana untuk pergi.
Tidak ingin berlama-lama di dalam rumah, Evana cepat-cepat membereskan semua pakaian yang akan ia bawa pergi.
Sambil mengemasi pakaian, tanpa sengaja menjatuhkan buku nikah yang ia dapatkan lewat perkenalan saat pertama kali dirinya dengan suami.
"Kini tinggallah kenangan, dan tidak akan pernah kembali bersatu. Aku putuskan, aku harus melupakannya, seperti Mas Ardi yang tidak menerima kehadiranku karena kekuranganku." Gumamnya sambil memegangi buku nikahnya.
Sudah tidak kuat menahan sesaknya dalam dada, Evana segera keluar dari kamar.
Sambil menuruti anak tangga dengan membawa koper kecil, Evana berusaha untuk tetap kuat sekuat bebatuan yang diterjang ombak yang begitu kuat.
"Mama masih disini? oh ya, kalau Mama berkenan, silakan buka kembali koper milik Evana, takutnya ada sesuatu yang tidak Mama izinkan Evana membawanya."
Ibu mertua menggelengkan kepalanya pelan.
"Ini rumah kamu dan Ardi, tidak ada hak atas Mama melarang kamu membawa apa saja yang ada di rumah ini. Kalaupun kamu tidak keberatan, Mama tidak melarang jika kamu tetap tinggal di rumah ini." Kata sang ibu mertua yang sebenarnya tidak ingin Evana pergi jauh darinya.
"Tetap dengan keputusan Evana, Ma. Tidak akan tinggal di rumah ini lagi, karena Evana bukan lagi istrinya Mas Ardi." Jawabnya yang tetap menolak.
"Baiklah, Mama tidak akan memaksa kamu lagi. Mama hanya bisa mendoakan, semoga kamu temukan bahagia di luaran sana, yang bisa menerimamu apa adanya. Sukses buatmu nantinya ya, Nak." Ucap ibu mertua tak lupa memberi doa kepada Evana.
"Makasih ya, Ma, atas doa baik dari Mama. Untuk Mama juga, semoga selalu diberi kesehatan dan panjang umur, agar Evana masih bisa terus bertemu Mama.
Ibu mertua tersenyum dan mengangguk pelan.
"Hati-hati diperjalanan. Jika kamu membutuhkan sesuatu, jangan lupa hubungi Mama."
"Ya, Ma. Kalau gitu, Evana pamit." Jawab Evana, dan kembali memeluk ibu mertua, tak lupa menc_ium kedua pipinya bergantian.
Ibu mertuanya juga yang tak lupa ikut menc_ium kedua pipi milik Evana secara bergantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
SR.Yuni
Ada gak mertua yang kayak gini ya??.... Biasanya menantu selalu salah dimata mertua😀😀
2022-10-15
3
blecky
mertuane Baek bgt
2022-09-07
0
Hanipah Fitri
perpisahan adalah jalan terbaik daripada bersatu' saling menyakiti
2022-08-16
0