Ibu mertuanya Evana tidak mudah percaya begitu saja pada menantunya, dan Beliau segera merampas sesuatu yang berada dalam genggamannya.
"Ma, jangan." Ucap Evana berusaha untuk tetap mempertahankan apa yang berada di tangannya.
Tetap saja, ibu mertuanya tetap memaksa.
"Jangan memancing emosi Mama, Va. Serahkan pada Mama, apa yang kamu genggam itu."
"I-ya, Ma."
"Berikan padaku, kamu ini istriku dan harus nurut denganku." Timpal Ardi dan berusaha untuk merebut sesuatu yang ada di tangan istrinya.
"Ardi! meski Evana istrimu, tidak seenaknya sendiri kamu." Bentak ibunya yang siap menerkam dirinya.
Bisa tidak bisa, Ardi hanya bisa pasrah dengan apa yang dikatakan ibunya.
"Evana, berikan yang kamu genggam itu pada Mama." Pinta ibu mertuanya.
Evana tidak punya pilihan, lain. Justru, Evana mempunyai kesempatan emas untuk menunjukkannya pada sang ibu mertua.
Sambil menyerahkan lembaran kertas yang sudah kusut karena ulahnya, Evana menangis sesenggukan. Sebenarnya memang sakit dengan apa yang harus ia terima, sebisa mungkin untuk tetap kuat dengan kenyataan yang ada.
Ibu mertuanya segera memeluk menantunya.
"Ada Mama yang siap untuk berada di samping kamu, Nak." Kata ibu mertuanya, Evana hanya mengangguk sambil mengusap air matanya.
Kemudian, ibu mertuanya menerima lembaran kertas kusut tersebut dan membacanya.
Cukup sulit untuk membaca dengan bahasa kedokteran, sebisa mungkin untuk membacanya dengan benar.
Meski sulit untuk di baca, tetap saja ada tulisan yang dapat dimengerti. Alangkah terkejutnya saat membaca tulisan yang begitu sangat mudah untuk dicerna.
Kemudian, Beliau menoleh pada menantunya, dan menatap tajam pada putranya sendiri. Ardi langsung menunduk, karena ia merasa jika ibunya dapat mengartikannya sendiri.
"Katakan pada Mama, ini beneran atau rekayasa? jawab!"
Ardi maupun Evana sama-sama diam, karena memang keduanya tidak mengetahui itu benar atau tidak.
"Eva! jawab pertanyaan Mama, ini punya siapa? benarkah ini bukan rekayasa?"
Sambil membentak menantunya, tentunya ingin mengetahui kebenarannya.
Evana melirik pada suaminya, seraya meminta pendapat darinya. Ardi pun memberi isyarat pada istrinya agar tidak menceritakan pada ibunya.
"Eva tidak tahu, Ma. Evaa juga kaget saat Mas Ardi menunjukkannya sambil ..."
"Jangan takut pada suami kamu, ayo katakan pada Mama yang sebenarnya."
Ardi mulai merasa dongkol ketika mendengar apa yang dikatakan istrinya.
"Mas Ardi mau menikah lagi, Ma. Kata Mas Ardi, Eva tidak bisa memberinya keturunan, Ma." Jawab Evana, dan memejamkan kedua matanya. Karena tak ingin mendapat tatapan tajam dari suaminya.
Ibu mertuanya langsung menatap tajam pada putranya, dan mendekatinya seraya ingin menamparnya.
"Apa benar yang dikatakan istrimu, Ardi?"
"Ma, aku tuh capek. Mama tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku, yang selalu jadi bahan omongan teman-temanku. Semua temanku sudah mempunyai anak, dan mempunyai penerus. Sedangkan aku, hanya disuruh mendengar orang-orang yang pamer dengan anak jagoannya." Jawab Ardi dengan penuh emosinya.
"Terus, apa keputusan kamu? ha! mencari perempuan lain yang bisa memberimu keturunan, begitukah maksud kamu?"
"Ya! itu sudah menjadi keputusanku untuk menceraikan Evana, karena dia tidak bisa memberiku keturunan. Hari ini juga, Evana bukan lagi istriku." Ucap Ardi dengan lantang.
Saat itu juga, Evana tidak bisa berkata apa-apa saat kalimat yang menyakitkan itu ia dengarkan lewat mulut suaminya sendiri.
Berpura-pura kuat itu memang sangat sakit, tubuhnya pun ikut terasa lemas tak berdaya. Tapi, mau bagaimana lagi, Evana sudah melihat lewat mata kepalanya sendiri saat suaminya tengah berc_umbu mesra dengan sahabat sendiri.
Bibir bisa berkata baik-baik saja, tetapi hatinya begitu rapuh. Dua tahun lamanya menjalin rumah tangga, dan kini harus pupus begitu saja.
Evana yang mendengar pengakuan dari suaminya, hatinya begitu hancur. Segala rayuan suaminya dulu saat mengajaknya menikah, seakan hanya permainan belaka.
Kini, semua tidak ada lagi yang perlu diharapkan. Apa yang sudah ia jaga kesetiaannya, harus pupus begitu saja. Sakit, sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Baiklah, jika memang sudah menjadi keputusan Mas Ardi, aku akan pergi dari rumah ini. Maafkan aku yang tidak bisa memberimu keturunan, maaf." Ucap Evana dengan penuh kesedihannya.
Pikirnya setelah ibu mertuanya mengetahui segalanya tentang kesalahan suaminya, ia akan bisa lepas dengan leluasa. Justru, rasa sakit itu ia rasakan sendirian.
"Tolong, Evana, Ardi, kalian jangan bercerai. Ingat, usia pernikahan kalian itu baru dua tahun. Mama mohon, cabut lagi ucapan kalian." Ucap ibunya Ardi memohon.
"Gak, Ma. Keputusan Ardi sudah bulat, tidak bisa untuk dirubah. Hari ini juga, Evana bukan istriku. Terserah dia mau tinggal dimana. Kalau mau tinggal di rumah ini, juga silakan. Tapi, aku tidak akan tinggal disini." Kata Ardi dengan keputusannya yang tidak bisa untuk di rubah.
Sakit, sangat menyakitkan untuk di dengar. Tapi, itulah kenyataan yang diterima oleh Evana. Perempuan yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi, tak tahu kemana ia harus singgah.
Ibu mertua mendekatinya, dan memeluknya dengan erat. Tidak cuma menantunya yang bersedih, ibu mertua ikut merasakan apa yang dirasakan oleh menantunya yang sama kodratnya menjadi seorang perempuan.
"Maafkan Mama ya, Nak. Maafkan kesalahan Ardi. Mama tidak akan membiarkan kamu pergi jauh dari Mama. Sampai kamu menemukan kebahagiaan, akan tinggal bersama di rumah Utama." Ucap ibu mertua.
Ardi yang masih berdiri di tempat, mendengar dengan jelas, apa yang di ucapkan oleh ibunya.
Evana segera merenggangkan pelukan dari ibu mertuanya, dan menatap dengan serius.
Evana menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Ma. Evana akan mencari tempat tinggal sendiri, juga masih ada teman baik yang akan siap menolong Evana." Kata Evana menolak, karena tidak ingin kehadirannya di rumah utama keluarga suaminya bermasalah.
"Tapi, Nak. Mama tidak ingin ingkar janji kepada pesan kedua orang tua kamu. Mama takut, jika kamu kenapa-kenapa di luaran sana." Ucap ibu mertua yang tidak tega melepaskan menantu kesayangannya.
"Evana sudah besar, juga bisa bekerja. Jadi, biarkan dia mencari tempat tinggal sendiri." Timpal Ardi yang secara halus tidak menginginkan Evana tinggal di rumah orang tuanya.
"Kamu tenang saja, Mas Ardi. Sudah aku katakan tadi, bahwa aku menolak ajakan Mama kamu dan memilih untuk angkat kaki dari rumah ini. Jadi, kamu tidak perlu takut." Sahut Evana yang mulai merasa kesal pada suaminya.
"Bagus lah kalau gitu, lebih cepat lebih baik kalau kita segera urus perceraian kita." Ucap Ardi dengan entengnya, sampai-sampai ia lupa dengan janjinya kepada kedua orang tuanya Evana.
"Dan kamu Ardi, sedikitpun, Mama tidak mengizinkan kamu untuk tinggal di rumah ini. Hari ini juga, rumah ini akan Mama sita. Sama seperti Evana, mencari tempat tinggal sendiri." Ucap ibunya Ardi dengan tegas akan keputusannya.
Ardi yang mendengarnya, pun tercengang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Quenza
semoga Ardi yg mandul😏😏😏
2022-10-04
1
blecky
biasane emak yg mrah2 menantu g bsa hmil Dani plah mertua yg perthnkn
2022-09-06
0
Hanipah Fitri
waduh Ardi, penghianat, jangan jangan surat dokter itu cuma rekayasa si Ardi dan jalang nya
2022-08-16
1