Sampainya di halaman rumah, Evana langsung masuk. Ingatannya kembali pada perselingkuhan suaminya dengan sahabatnya sendiri.
Rupanya, sang suami sudah menunggu kepulangan istrinya sambil berkacak pinggang. Bukannya merasa bersalah karena ketahuan sudah berselingkuh, justru dengan percaya dirinya akan memarahi istrinya.
"Bagus! bagus, sekali. Ternyata kamu juga bermain di belakangku." Ucapnya.
Lalu, Ardi bertepuk tangan di depan istrinya, Evana menatap tajam pada suaminya.
"Mana buktinya, jika aku sudah bermain di belakangmu, Mas Ardi."
Ardi hanya tersenyum sinis pada istrinya. Bukan lagi kata romantis yang dilontarkan oleh suaminya, justru seperti mau menerkam istrinya sendiri.
"Pura-pura lupa segala, siapa laki-laki tadi?"
"Tidak perlu aku memberitahunya sama Mas Ardi. Karena percuma saja jika aku berkata jujur, tetap saja tidak akan pernah di percaya. Hari ini juga, aku minta cerai. Sana, hidup dengan perempuan mu_rahan."
Ardi yang mendengar perkataan istrinya, semakin geram mendengarnya.
"Seharusnya kamu itu sadar diri, kalau kamu itu tidak bisa memberiku keturunan."
DEG!
Kalimat yang tidak ingin ia dengar, akhirnya mendengarnya juga lewat mulut suaminya sendiri.
Evana tertunduk lemas mendengarnya, begitu sakitnya ketika dirinya belum bisa memberi suaminya keturunan.
"Mas, pernikahan kita ini baru dua tahun. Mungkin saja memang lama, kita mana tahu. Begitu pendeknya pikiran kamu, Mas. Apa Mas Ardi tidak pernah dengar di luaran sana, istrinya hamil ketika usia pernikahannya sudah sepuluh tahun."
"Halah, kamunya aja yang ma_ndul. Pakai alasan segala, aku tuh punya bukti, kalau kamu itu man_dul. Makanya, kamu tidak mau mengakuinya dariku." Tuduh suaminya dengan enteng.
Evana terkejut mendengar ucapan dari suaminya, yakni mengatakan jika dirinya tidak bisa mempunyai keturunan.
Sungguh sangat sakit sekali ketika mendengar fitnah tentang dirinya.
"Bukti? mana buktinya jika aku ini mandul."
"Ada buktinya, aku akan mengambilkannya untuk kamu." Jawab Ardi dan bergegas pergi ke kamarnya untuk mengambilkan bukti yang ia dapatkan dan disimpan.
Tidak lama kemudian, Ardi sudah keluar dari kamarnya.
"Nih, bukti bahwa kamu tidak bisa memberiku keturunan. Sangat rugi jika sampai aku tidak bisa mempunyai anak. Mendingan juga mencari bibit di luaran sana." Ucap Ardi dengan enteng.
PLAK!
Sebuah tamparan keras telah mendarat di pipi kanan milik suaminya. Evana sengaja menampar suaminya dengan tangan kiri, baginya sangat berharga jika harus menampar dengan tangan kanannya.
Ardi mengusap pipinya yang sakit itu, dan tersenyum sinis pada istrinya.
"Silakan saja kalau kamu ingin menggugat cerai. Lagi pula, kamu juga bukan perempuan baik-baik." Ucap Ardi tanpa merasa bersalah apapun pada istrinya.
Evana yang sudah tidak sabar ingin melihat selembar kertas dari suaminya, segera ia membukanya.
Dengan teliti dan juga seksama untuk membaca tulisan tersebut dari atas sampai bawah, tidak ada satu kalimat yang tertinggal.
Alangkah terkejutnya saat membaca sebuah pernyataan jika dirinya tidak bisa mempunyai keturunan. Evana langsung mendongak dan menatap suaminya dengan tatapan kebencian.
"Katakan padaku, kamu mendapatkan kertas ini dari mana, Mas?" tanya Evana dengan nada penuh penekanan.
"Tidak penting aku mendapatkan kertas itu dari mana, yang jelas aku sudah mengetahuinya jika kamu itu, man_dul." Jawabnya, tak ada rasa malu mengatai istrinya sendiri wanita man_dul.
Evana yang mendengarnya, pun terasa sakit hatinya. Dirinya tak pernah menyangka, jika suaminya begitu tega mengatai dirinya wanita man_dul. Ingin rasanya menyerang suaminya, hatinya tak mampu. Bukan tidak berani, hanya sia-sia membuang tenaganya.
Evana mere_mas lembaran kertas tersebut dengan sekali kepalan. Menjadi seorang istri yang sabar dan setia, ternyata tidak cukup untuk memberi bukti cintanya pada sang suami jika belum memberinya keturunan.
Evana menatap suaminya penuh kebencian, suami yang dianggapnya setia, ternyata tidak jauh dari kata pengkhianat. Dua tahun lamanya menjalani hubungan pernikahan, dan terhempas begitu saja hanya karena mudah percaya dengan omongan orang lain dari pada istri sendiri.
"Kalau memang keputusan kamu itu ingin memiliki keturunan, cari sendiri keturunan kamu itu. Mungkin juga, rahimku tak pantas untuk menjadi singgahan darah dagingmu. Mulai detik ini, aku bukan istrimu lagi, dan kau! haram menyentuhku walau hanya berjabat tangan denganmu sekalipun." Ucap Evana dengan napas yang mulai terasa sesak dan juga panas, tatapannya pun penuh kebencian dengan suami sendiri.
Bukannya mengoreksi kesalahan diri sendiri, Ardi justru merasa paling benar. Tatapannya pun sinis pada sang istri. Perempuan yang pernah di jadikan kekasihnya itu selama satu tahun, dan dinikahi hingga usia pernikahannya berjalan sudah dua tahun. Dan kini, dirinya telah berkhianat dan bermain dibelakangnya dengan sahabat istrinya sendiri.
"Ada apa dengan kalian? apa yang kalian bicarakan, Ardi? Eva?"
Bagai tersambar petir saat mendengar suara yang tidak asing di telinga Ardi maupun Evana.
"Ma-Mama." Keduanya menoleh dan menyebut nama yang sama.
"Katakan pada Mama, ada masalah apa dengan kalian berdua?" tanya sang ibu menatap satu persatu secara bergantian. Ardi dan Evana seperti tertangkap basah.
"Kita berdua tidak ada apa-apa kan, sayang?"
Ardi yang tidak ingin orang tuanya mengetahui kebenaran, berusaha untuk menutupinya.
Evana yang mendengar suaminya telah bermain drama, serasa ingin muntah mendengarnya.
Diam, hanya cara itu akan membuat suaminya kelimpungan. Dirinya tidak akan menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, dan membiarkan suaminya sendiri yang akan mengatakannya dengan jujur.
Sang ibu masih menunggu jawaban dari menantunya, tentu saja ingin mendengarnya langsung.
Evana sangat beruntung mempunyai ibu mertua yang begitu baik dan sayang padanya. Sayangnya, suaminya sendiri tidak seperti sang ibu yang menerima kondisi menantunya apada adanya, meski belum dikaruniai sang buah hati sekalipun.
"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan suami kamu, Eva?"
Kini ibu mertuanya bertanya pada Evana, tatapannya terlihat seperti hakim yang siap ketuk palu.
"Maaf, Ma, Evana tidak bisa menjawab. Jawaban ada pada Mas Ardi, Ma." Jawab Evana, dan menggigit bibir bawahnya karena takutnya akan mendapatkan ceramah panjang kali lebar dari ibu mertuanya.
Arah pandangan ibu mertuanya kini tertuju pada tangannya yang terlihat masih mengepal, seperti terlihat mengepalkan sesuatu yang pastinya membuat ibunya Ardi penasaran dan menaruh kecurigaan kepada anak dan menantunya.
"Apa apa yang kamu genggam itu, Evana? berikan pada Mama." Tanya sang ibu mertua saat mendapati menantunya seperti memegang sesuatu.
Bukannya takut sama suaminya, justru Evana merasa ada kesempatan emas untuk membuka kebenaran tentang kebusukan suaminya sendiri lewat lembaran kertas tersebut.
"Bukan apa-apa kok, Ma. Ini hanya kertas nota belanjaan tadi di Mall aja kok, Ma." Jawab Evana beralasan, tidak mungkin juga jika harus menyerahkannya begitu saja.
Setidaknya, Evana dapat memberi alasan yang masuk akal di hadapan suaminya sendiri. Yakni, sudah mencoba untuk tidak menyerahkannya langsung.
'Bagus, Evana. Jangan sampai kamu berikan kertas itu pada Mama, bisa-bisa kamu akan menguak semuanya.' Batin Ardi yang merasa berhasil mengajak istrinya untuk berpura-pura di depan ibunya.
Sedangkan Evana sendiri hanya bisa menahan tawanya saat suaminya terlihat begitu santai dan percaya diri.
'Kamu pikir, aku tidak bisa untuk bermain drama sepertimu.' Batin Evana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
blecky
bgusn Eva sikat
2022-09-05
0
Hanipah Fitri
lanjut kan,
2022-08-16
0