Berbohong

Jupiter yang sudah berada di depan pintu, rasanya enggan untuk masuk kedalam ruangan. Tapi, siapa lagi kalau bukan dia sendiri yang akan bertanggungjawab atas Rahelia.

Sebuah keputusan yang sudah diambilnya, tidak mungkin untuk di biarkan saja sebelum membalaskan dendam atas kematian adik perempuannya yang juga belum ia temukan jasadnya.

Tanpa pikir panjang, Jupiter bergegas masuk ke ruang rawat pasien untuk memastikan keadaan Rahelia.

Ketika sudah berada didalam ruangan, diamatinya sosok Rahel yang terbaring lemas di atas ranjang pasien. Ada sesuatu yang terbesit atas perbuatannya yang tidak manusiawi, Jupiter segera menepis pikirannya.

Tetap pada tujuannya, yakni untuk membalaskan dendamnya.

Diperhatikannya sosok Rahelia yang akan dinikahinya, Jupiter sendiri terasa bermimpi jika dirinya akan mempermainkan sebuah pernikahan.

Sambil duduk dan menunggu Rahelia sadarkan diri, Jupiter justru memilih untuk tidur di sebelah tangan pasien yang terpasang selang infus di pergelangan tangannya.

Entah ada keajaiban dari mana, tiba-tiba Rahelia menggerakkan jari-jemarinya dan pelan-pelan membuka kedua kelopak matanya.

Masih belum berkumpul secara sempurna akan kesadarannya, Rahelia mencoba untuk menyempurnakan pandangannya secara jelas.

Saat pandangannya mulai terlihat jelas, Rahelia memperhatikan sekelilingnya. Kemudian, arah pandangannya tertuju pada Jupiter yang tengah tidur.

'Dimana aku, seperti rumah sakit, benarkah?' batinnya bertanya-tanya sambil memeriksa di sekelilingnya karena ia merasa seperti bermimpi.

"Bukankah aku sudah mati? terus, kenapa masih ada manusia kejam sepertinya?" Gumamnya cukup dapat membangunkan Jupiter.

"Kau bilang apa tadi? manusia kejam?" tanya Jupiter yang rupanya mampu menangkap apa yang telah diucapkan oleh Rahelia.

"Ya! kenapa, mau marah? silakan. Aku tidak takut, sekalipun aku harus mati sekarang juga."

"Aw!" pekik Rahelia saat keningnya mendapatkan sentilan dari Jupiter.

"Apa kamu itu sudah bosan hidup, sampai-sampai bunuh diri segala." Kata Jupiter yang kini sudah duduk di atas ranjang pasien, tentu saja membuat Rahelia merasa jijik.

"Terus, apa untungnya aku hidup, kalau hanya harus disiksa sama kamu. Cui! lebih baik aku mati dengan caraku sendiri, daripada mati sia-sia karena disiksa sama kamu, hei manusia kejam." Ucap Rahelia berusaha kuat, meski tubuhnya masih terasa lemah.

Jupiter melotot tatkala mendengar dirinya dikatai manusia kejam.

Rahelia tidak pedulikan sama sekali jika Jupiter akan semakin murka padanya.

"Justru itu, dengan cara bunuh diri itu namanya mati dengan sia-sia, tak ada artinya hidupmu selama ini."Ucap Jupiter yang tiba-tiba sok menjadi penasehat.

Tiba-tiba Rahelia merasakan pusing pada bagian kepalanya, pandangannya berubah berputar dan semakin pusing.

Karena tak tahan menahannya, Rahelia turus memegangi kepalanya yang terasa berat dan juga pusing.

Jupiter yang mendadak khawatir, ia segera menekan tombolnya untuk memanggil dokter.

"Tahan dulu, tahan, aku sudah memanggilkan dokter untuk memeriksa kondisimu." Ucap Jupiter sambil menjaga keseimbangan tubuh Rahelia yang tengah duduk.

Tidak lama kemudian, seorang dokter untuk menangani kondisi Rahelia yang terlihat melemah.

Sedangkan Jupiter memijat pelipisnya berkali-kali. Khawatir, itu sudah pasti. Meski ada niat untuk menyiksa Rahelia, tetapi hatinya berkata lain saat melihat kondisinya yang tengah dirawat.

Untuk menepis rasa kasihan, Jupiter mengingat kembali bagaimana keadaan adiknya yang telah dinyatakan meninggal. Berharap, tidak ada rasa kasihan pada Rahelia yang akan menjadi tawanannya.

Setelah dokter memeriksa keadaan Rahelia, Jupiter mendekatinya.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Jupiter ingin tahu.

"Kondisinya lemah, biarkan pasien istirahat. Oh ya, apakah sudah dari tadi pasien sadarkan diri?"

"I-i-ya, Dok." Jawabnya terbata-bata.

"Kenapa tidak langsung menekan tombolnya?"

"Maaf, Dok, tadi saya lupa." Jawab Jupiter beralasan, demi nama baik dirinya.

"Nanti kalau sudah sadarkan diri, tolong langsung tekan tombolnya." Perintah sang dokter memberi pesan padanya.

"Baik, Dok." Jawab Jupiter dengan anggukan.

"Ya sudah kalau gitu, saya permisi, karena masih banyak yang harus kami periksa." Ucap sang dokter.

"Ya, Dok, silakan." Kata Jupiter.

Setelah tidak ada lagi dokter, Jupiter kembali sendirian. Ditambah lagi sudah gelap, yang pastinya sudah waktunya untuk makan malam.

Rasa lapar yang ditahan, rupanya tidak bisa untuk dibohongi. Jupiter yang tengah menunggu Rahelia yang kini kembali tak sadarkan diri, segera memesan makanan untuk makan malam.

Sedangkan di tempat persembunyian yang dijadikan tempat untuk menahan Gala, tengah duduk di sudut ruangan dengan disajikannya satu porsi makan malam untuknya.

Rasa lapar yang sudah hilang sejak dibawa ke tempat persembunyian, Gala sama sekali tidak menelan apapun yang masuk kedalam mulutnya.

Berbeda dengan Jupiter, dirinya tetap menikmati makan malamnya walaupun berada di ruang pasien.

"Andai saja adik perempuanku masih hidup, tak akan menjadi seperti ini jalan ceritanya. Bodohnya aku, mengapa menyetujui Gala untuk menjadi pacarnya. Lihat saja, aku akan membalaskan dendamku lewat adiknya." Gumamnya selirih mungkin, agar tidak didengar oleh Rahelia.

Setelah selesai makan malam sendirian, Jupiter memilih tiduran di sofa dengan posisi kedua kakinya yang diluruskan.

Cukup lama sekitar beberapa jam, tiba-tiba Jupiter dibangunkan dengan getaran pada ponselnya yang tergeletak diatas meja yang ada di dekat sofa yang dijadikan tempat untuk tiduran.

Tanpa membaca siapa pemilik nomor kontak yang tersimpan di ponselnya, Jupiter segera menerima panggilan telpon yang tengah menghubungi dirinya.

Dengan seksama dan juga fokus memasang indra pendengarannya, Jupiter terlihat begitu tenang juga santai, seolah semua baik-baik saja.

"Apa! Gala kabur?"

Dengan spontan dan juga kaget, hampir saja Jupiter terjatuh dari posisinya yang tengah duduk di atas sofa.

Pandangannya, pun tertuju pada Rahelia yang kebetulan sadarkan diri dari ketidaksadarannya.

'Benarkah kak Gala melarikan diri? semoga saja benar, agar secepatnya membebaskan aku.' Batin Rahelia yang percaya akan kelihaian pada kakaknya.

Jupiter yang mendapat pesan dari dokter untuk segera menekan tombolnya.

'Jangan senang dulu, karena ini semua adalah trik yang sudah aku gunakan.' Batin Jupiter sambil sekilas melirik kearah Rahelia.

Setelah menekan tombolnya, selang beberapa waktu, akhirnya sang dokter pun datang untuk memeriksa keadaan Rahelia yang baru saja sadarkan diri.

"Maaf, Nona, apakah masih ada keluhan yang dirasakan?" tanya sang dokter.

Rahelia menggelengkan kepalanya.

"Sudah tidak lagi, Dok. Hanya saja, saya takut dengan lelaki itu." Jawab Rahelia sambil menunjuk ke arah Jupiter yang tengah berdiri tidak jauh dari posisi dokter.

"Tenang Dok, tenang. Istri saya ini, akhir-akhir ini seperti anak kecil, jadi suka asal-asalan kalau bicara. Maklum Dok, istri saya baru kehilangan kedua orang tuanya sekaligus, jadi membuatnya depresi." Ucap Jupiter yang langsung menyambar sebelum Rahelia melanjutkan bicaranya.

Sang Dokter yang tidak tahu menahu akan kondisi keluarganya, hanya bisa mempercayai apa yang dikatakan oleh Jupiter yang diakuinya sebagai istrinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!