HAMIL

"Nayla tunggu...

Nayla yang berjalan menuju kelas, menghentikan langkahnya saat namanya dipanggil seseorang. Namun, Nayla tak menoleh melihat siapa yang memanggilnya, Nayla tahu betul itu suara siapa? Itu adalah suara seseorang yang sudah satu bulan ini berusaha ia hindari.

"Nayla, kenapa sih kamu menghindari aku terus, kenapa Nay?" tanya Adit, dengan nafas tersengal-sengal karena berlari.

"Kalau gak ada hal penting yang mau dibicarakan, aku masuk kelas dulu." ucap Nayla, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas tanpa menjawab pertanyaan Adit.

Dan seperti biasa Adit hanya bisa menghela nafas panjang karena setiap ia menanyakan hal itu, Nayla tak pernah menanggapinya.

"Nay, kalau kamu menghindari aku karena kejadian malam itu. Tapi, aku kan sudah mengatakan akan bertanggung jawab tapi tidak sekarang Nay, kita masih harus menyelesaikan kuliah kita dulu." ujar Adit yang kini ikut melangkah disamping Nayla.

"Nay, katakan sesuatu jangan mendiami aku terus, aku bingung kalau kamu seperti ini terus." ucapnya lagi merasa frustasi terus diabaikan.

"Nay, malam itu kita sama-sama gak sadar. Kamu gak salah aku pun gak salah, kita berdua gak salah karena itu terjadi bukan atas keinginan kita. Itu murni kecelakaan, tapi aku akan tetap bertanggung jawab Nay,"

"Nay, walaupun kejadian malam itu tidak pernah terjadi, bukankah kita memang akan menikah setelah kuliah kita selesai. Jadi kau tidak perlu khawatir."

Saat hampir mendekati kelas, Nayla menghentikan langkahnya, ia menarik nafasnya lalu menghembuskan dengan perlahan. Kemudian ia menoleh menatap Adit di sampingnya untuk yang pertama kali setelah satu bulan terus menghindari kekasihnya itu.

"Dit, bisa gak, tolong jangan pernah bahas tentang kejadian malam itu lagi. Aku mohon!" Nayla mengatupkan kedua tangannya didepan wajah Adit. "Kejadian malam itu adalah pengalaman terburuk dalam hidupku, dan aku mohon jangan pernah mengingatkan aku lagi." sambungnya, kemudian memutus kontak matanya dari Adit.

"Kamu bilang itu kecelakaan? Oke itu memang kecelakaan." ucap Nayla dengan tersenyum masam. "Dan aku sedang berusaha untuk sembuh dari luka yang disebabkan oleh kecelakaan itu, walaupun aku tau selamanya luka itu akan membekas." sambungnya, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.

"Nay, apa maksudmu berbicara seperti itu? Jangan bilang kamu juga ingin mengakhiri hubungan kita? Engga Nay, aku gak mau kita putus." Adit mempercepat langkahnya, dan kini ia berhasil menahan Nayla agar tak melangkah lagi.

"Dit, minggir aku mau masuk kelas." namun Adit semakin memperkokoh dirinya tegak dihadapan Nayla.

"Aku gak akan minggir sampai kamu mau berbicara denganku dan berjanji tidak akan menghindari aku lagi."

"Dit, aku mohon kasih aku waktu buat sendiri!" Nayla menatap kekasihnya itu dengan memohon.

Meski sebulan ini ia terus menghindari kekasihnya, namun dalam hati ia tidak ingin, ia merindukan sosok Adit. Namun, jika terus bertemu Adit, ia akan selalu teringat dengan kejadian malam itu yang hampir membuatnya gila. Merasa bersalah pada kedua orangtuanya dan orang-orang yang membanggakannya.

"Sampai kapan, Nay? Sudah satu bulan kamu menghindari aku terus. Sampai kapan kamu ingin sendiri, sampai kapan?" tanya Adit frustasi, sungguh ia tidak bisa terus diabaikan seperti ini.

"Sampai aku benar-benar bisa melupakannya, Dit."

"Nay, tolong jangan seperti ini." Adit memegang tangan Nayla, namun dengan cepat Nayla menepis nya.

"Minggir, Dit." ujar Nayla seraya mendorong Adit, namun malah dirinya yang terhuyung kebelakang.

"Nay, kamu gak apa-apa kan?" tanya Adit khawatir, beruntung ia dengan cepat menahan tubuh Nayla yang hendak jatuh.

"Dit, kepala aku tiba-tiba pusing." Nayla memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa berat.

"Kamu sakit Nay? Ya udah aku antar kamu pulang aja ya, hari ini kamu gak usah ngampus dulu biar nanti aku yang izinkan sama dosen." Adit hendak memapah kekasihnya, namun Nayla lagi-lagi menepis tangannya.

"Gak usah, terima kasih aku bisa jalan sendiri, dan gak perlu antar aku pulang, aku bisa naik taksi."

"Tapi Nay, aku khawatir kamu kenapa-kenapa kalau pulang sendiri, aku antar ya." Adit menatap Nayla dengan sendu, hatinya benar-benar perih mendapat penolakan seperti ini, dan ini adalah pertama kalinya setelah 4 tahun mereka menajalin hubungan.

"Aku bilang gak usah, Dit. Kalau aku gak kuat pulang sendiri, aku bisa meminta Kak Reyhan datang menjemput aku." ucap Nayla, dan itu begitu menohok hati Adit.

Meski Nayla menganggap Reyhan seperti kakaknya sendiri, namun Adit tidak menyukai kedekatan mereka. Apalagi sekarang Nayla menolak dirinya dan mengatakan akan meminta Reyhan untuk menjemputnya. Hati Adit benar-benar sakit mendengar ucapan kekasihnya itu.

"Nay, jangan seperti ini. Sikapmu seperti ini, itu sangat menyakiti aku Nay."

Nayla memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat tatapannya Adit yang begitu sendu, dirinya juga sakit terus seperti ini, namun ia hanya ingin menyendiri untuk melupakan peristiwa terburuk yang pernah terjadi antara dirinya dan Adit.

Nayla pun mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, kemudian mencari nomor Reyhan lalu menelponnya sembari berjalan keluar dari kampus tanpa memperdulikan Aditya yang juga berjalan di sampingnya.

Kepala Nayla semakin terasa pusing, namun ia berusaha menguatkan dirinya mencapai gerbang kampus untuk menunggu Reyhan di sana.

Beberapa saat menunggu dengan ditemani oleh Adit yang terus memohon padanya, mobil Reyhan pun datang. Nayla segera masuk kedalam mobil Reyhan dan sekali lagi tanpa memperdulikan Aditya.

"Nay, kamu bertengkar sama pacar kamu?" tanya Reyhan, setelah melajukan mobilnya meninggalkan kampus.

"Gak apa-apa Kak, ada salah paham dikit aja, nanti juga baikan lagi." jawab Nayla berbohong.

Reyhan pun terdiam, ia cukup sadar diri meski Nayla menganggapnya sebagai kakak namun ia tak berhak untuk ikut campur masalah adiknya itu. Tetapi, hingga saat ini Reyhan masih belum bisa menghilangkan perasaannya pada Nayla meski ia tahu Nayla sudah memiliki kekasih.

Reyhan yang fokus menatap jalanan didepannya, terkejut saat tiba-tiba Nayla pingsan dan kepalanya oleh kearahnya.

Reyhan pun menepikan mobilnya secara mendadak.

"Nayla, kamu kenapa Nay? Ya ampun muka pucat sekali, sebaiknya aku bawa ke rumah sakit."

Tanpa berpikir panjang Reyhan segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit, dan setelah sampai dirumah sakit Reyhan dengan tergesa-gesa menggendong Nayla masuk kedalam rumah sakit.

Dua orang perawat yang melihatnya segera membantu Reyhan membawa Nayla ke IGD, di luar ruangan itu Reyhan menunggu dengan cemas dengan banyaknya pertanyaan dalam benaknya.

Tak lama kemudian pintu ruangan itu terbuka, Reyhan langsung menghampiri dokter yang baru saja keluar dari sana.

"Dok, bagaimana keadaan adik saya?" tanya Reyhan khawatir.

"Oh jadi pasien adik Anda, saya pikir istri anda." ucap dokter itu tersenyum masam.

"Gak Dok, itu adik saya." ujar Reyhan. "Adik saya sakit apa Dok, kenapa dia tiba-tiba pingsan?" tanyanya.

"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, itu sudah biasa terjadi pada ibu hamil muda. Dan usia kandungan adik Anda sudah memasuki Minggu ke-tiga."

"Apa... Ha-mil...?"

.

.

.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

...Tidak ada penderitaan yang abadi, tidak ada kebahagiaan yang abadi. Kecuali bagi yang pandai bersyukur, selamanya ia akan merasakan kebahagiaan....

#Author_syitahfadilah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!