Setelah air beras dalam panci mendidih, Ruby pun mengaduk-aduk air beras yang kini menjadi kental dan keruh.
Ia yang melihat air beras terlalu banyak, dengan cepat menguranginya, jika tidak nasi yang ia masak bisa menjadi bubur.
Selanjutnya Ruby memindahkan air beras panas tersebut ke dalam cangkir, setelah itu Ruby menutup kembali tutup pancinya.
Sudah kebiasaan bagi Ruby, setiap kali air beras lebih, ia akan meminumnya, dan itu dapat membuat tenggorokannya hangat.
Agar nasi matang sempurna Ruby mematikan api dari kayu bakar, hingga menyisakan arang saja. Kemudia ia pun menaruh ikan asin ke dalam arang api yang merah menyala-nyala.
Wangi khas ikan asin bakar pun tercium, hingga membuat perutnya keroncongan.
20 menit kemudian, Ruby yang telah selesai bekerja di dapur kembali ke kamarnya. Meski ia lapar namun ia tak berani makan sebelum ibu dan ayahnya selesai terlebih dahulu.
Ia yang masih panas dinging pun bersandar ke dinding rumahnya.
“Ya Allah, apa yang harus ku lakukan? Sekarang aku sudah kotor, masa depan ku hancur, siapa yang akan mau menikahi wanita tak suci seperti ku?” Ruby mengucek matanya yang terasa perih.
Di tempat ia tinggal harkat dan martabat serta harga diri sangat di junjung tinggi.
Dan bagi seorang wanita, ia harus bisa menjaga mahkotanya sampai ia menikah.
Jika tidak, jangan berharap untuk bisa menikah, karena si pemuda akan memulangkan istri yang ia nikahi saat itu juga.
Saat ia masih dalam keresahannya, Marisa memanggil dirinya.
“Ruby! Cepat kemari!”
Ruby yang tak ingin kena omel segera menemui ibunya.
“Kenapa kau belum berkemas? Apa kau tak sekolah hari ini?” tanya Marisa dengan wajah judesnya.
“Ruby mau izin libur saja bu. Ruby masih demam, tak kuat untuk ke sekolah.” Ruby yang berjalan kaki ragu akan sampai ke sekolah tepat waktu.
“Sekalian saja kau berhenti! Dasar, anak zaman sekarang susah sekali syukur! Dulu aku mau sekolah, orang tua ku tak mengizinkan, katanya tak ada gunanya menyekolahkan seorang wanita, karena menurutnya, yang akan untung itu orang lain, bukan mereka! Nah, sekarang kau di sekolahkan dengan baik, tapi kau malah mau bolos??”
Marisa memutar mata malas dan menghela napas panjang.
“Ada apa sih bu?” tanya Dahlan, sebab pagi-pagi suara istrinya sudah sampai ke rumah tetangga.
“Putri mu! Katanya mau libur, alasannya demam lagi!” Marisa tak percaya dengan kejujuran Ruby.
Kemudian Dahlan menatap ke arah putrinya. “Ruby, tujuan ayah menyekolahkan mu, itu untuk merubah masa depan, ayah ingin kau tak seperti ayah atau mendiang ibu mu, yang bodoh dan buta huruf, mana tahu kau ada rezeki, kau bisa merantau ke kota, ayah dengar lulusan SMA itu bisa mencari kerja dan dapat gaji UMR.” Dahlan sebenarnya kasihan pada putrinya.
Namun ia tak bisa melawan perintah istrinya yang keras kepala dan kejam.
“Nak, kau harapan kami, kau lihatkan kondisi keluarga kita, makan saja susah, belanja lauk sesekali. Kami ingin hidup mu lebih baik, ada untuk mu saja sudah alhamdulillah, tak ingat kami pun tak apa-apa, asalkan kau kau bahagia, kamu juga ikut bahagia nak,” terang Dahlan.
“Ruby mengerti ayah. Maafkan Ruby karena sudah membuat kalian resah. Ibu... Ruby minta maaf.” Ruby yang masih terhuyung langkahnya terpaksa pergi ke sekolah.
“Ya sudah, pergilah berkemas nak, nanti kau terlambat,” ujar Dahlan.
“Iya ayah.” Ruby pun bergegas menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar, Ruby menghela napas panjang.
Ia yang hanya memiliki satu seragam putih abu-abu terpaksa memakai baju Pramuka nya.
“Hiks... aku rindu ibu.” Ruby masih memimpikan ibunya datang untuk memeluk dirinya yang masih sakit.
“Tak ada yang mengerti soal perasaan ku , selain ibu.” ucapnya dengan sedih.
Ruby pun memakai seragamnya tanpa mandi, agar terlihat segar, Ruby memakai bedak tabur Viva kemasan saset.
Untuk bibirnya yang pucat, Ruby mengambil daun kayu jati yang dapat di jatah oleh tangannya dari jendela kamarnya.
Kemudian, kedua tangannya yang panas sibuk menggosok-kosok daun jati yang menimbulkan efek merah, selanjutnya Ruby mengoleskannya ke bibirnya yang pucat.
Setelah itu Ruby keluar dari kamarnya, ternyata kedua orang tuanya telah berangkat kerja.
Ruby yang belum mengisi perutnya membuka tudung saji.
“Hufff.” ternyata sang ibu tiri tak menyisakan nasi sesendok pun padanya.
Ia yang sangat lapar harus berdamai dengan keadaan. Dengan ikhlas, jemarinya memungut butiran nasi yang menempel di dalam baskom.
Ia yang tak merasa kenyang, memenuhi perutnya dengan air minum, hingga ia merasa mual.
Ruby yang susah terapan menepuk-nepuk perutnya seraya keluar dari dalam rumah.
Kakinya terus melangkah di jalan setapak yang kanan kirinya adalah pohon-pohon besar.
Setelah sampai ke jalan raya beraspal, Ruby berjalan dengan sangat pelan. Karena ia takut tumbang, sebab dirinya yang demam di tambah dengan rasa lapar yang hebat membuat tubuhnya terasa berat.
Belum lagi untuk mencapai ke sekolah, ia harus menempuh perjalanan selama 35 menit dengan berjalan kaki.
Meski banyak anak sekolah yang lalu lalang menaiki sepeda atau motor, namun tak ada yang bersedia untuk memberi tumpangan padanya.
Karena semua orang tak suka berbaur dengan orang miskin sepertinya.
Setelah berjalan selama 15 menit, Ruby berjongkok di pinggir jalan, pandangannya yang mengabur menyulitkannya untuk melangkah lebih lanjut.
Selain itu, ia juga tak sanggup kalau harus melewati ilalang panjang yang menjadi saksi bisu dirinya di nodai.
“Apa aku harus pulang? Ku yakin aku sudah terlambat ke sekolah ” gumam Ruby.
Saat ia akan berdiri tiba-tiba seseorang menyapa dirinya.
“Apa anak sekolah zaman sekarang pakai seragam pramuka di hari Rabu?” Mata Ruby membelak ketika mendengar suara maskulin dari pria yang telah merusak kehormatannya.
Ia yang tak ingin berurusan dengan lagi dengan pria nakal itu langsung berdiri, walau ingin terjatuh.
Aku harus kabur! batin Ruby.
Suasana jalan yang sepi membuat Ruby semakin panik.
“Jangan ganggu aku!” ucap Ruby seraya menundukkan kepalanya karena takut.
Ia yang ingin pergi menjadi bingung, antara lanjut ke sekolah atau kembali ke rumah, sebab posisinya sudah setengah jalan.
“Aku tak ada niat untuk mengganggu mu, aku kesini karena tiba-tiba merindukan mu, aku tahu kau pasti akan melintas jam segini manis.” lelaki nakal itu ternyata sudah memantau estimasi waktu Ruby lewat dari jalan itu. Kemudian si pria nakal mencolek dagu lancip Ruby.
“Tolong, jangan mengusik hidup ku lagi!” Ruby yang panik balik arah menuju rumahnya.
Namun pria nakal itu menggenggam tangan Ruby dengan erat.
“Mau kemana? Jangan buru-buru cantik, kita ngobrol-ngobrol dulu sebentar.” si pria nakal memeluk erat tubuh Ruby.
“Hiks!! Jangan! Lepaskan aku!” teriak Ruby seraya menutup matanya karena ketakutan.
“Hei, aku hanya ingin memanjakan mu! Jangan berlebihan begitu!” si pria nakal mengunci pergerakan tangan Ruby yang ingin meronta dengan satu tangannya.
“Ku mohon, lepaskan aku pak, aku mau pergi sekolah, hiks... tolong biarkan aku pergi!” Ruby mengangguk karena sudah tahu apa yang akan di rencanakan lelaki bajingan itu padanya.
“Aku akan melepaskan mu, setelah kau melayani ku, kita main semak-semak lagi yuk!” kondisi jalan yang sepi, ilalang panjang di sepanjang jalan, tak di lewati orang, membuat gadis malang itu jadi sasaran empuk oleh pria nakal itu.
“Huah!! Hiks... aku enggak mau!” Ruby Maryam yang tak berdaya, tak bisa kabur dari pelukan si pria nakal!
...Bersambung... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Ainisha_Shanti
Yaa Allah... semoga d luar sana tak ada yang mengalami nasib seperti apa yang ruby alam, semoga hanya ada di dalam novel sahaja. sudah miskin, di dera ibu tiri, dan di nodai lagi. betul2 malang hidupnya.
2023-08-04
0
Puspa Trimulyani
ini seperti jaman apa ya .... sepertinya....semacam desa tertinggal atau apa ya....
2023-05-14
0
Puspa Trimulyani
siapa sebenarnya dia?
2023-05-14
0