Sahabat senang, sedih, duka dan bahagia. Itulah persahabatan kita. Tak memandang status yang berbeda tak memandang perbedaan. Kita adalah sahabat, tiga untuk satu, satu untuk selamanya.
#Tiga Gadis Remaja Lereng Merbabu
*********
Langkah Kanaya begitu pelan, rasanya sangat malas untuk pulang. Pikirannya masih tentang Yuan dan semua akan kata-katanya tadi.
Sesekali tangannya memetik bunga-bunga rumput yang ada di pinggir jalan setapak itu, kadang juga memetik kecil sayur sawi yang ada di dekapannya.
"Eh! Maaf maaf!" Hampir saja Kanaya menubruk orang yang tengah membawa rumput di depannya.
"Kenopo to, Ya. Jalan kok rak hati-hati. Nanti kalau jatuh lak yo bahaya to. Itu jurang loh,Ya," Peringatan dari orang yang ada di depannya itu yang masih membenarkan rumput yang banyak dan sudah di ikat rapi dan akan di letakkan di atas kepalanya.
"Maaf Paklik, Ayya nggak sengaja," Jawab Kanaya dengan sangat menyesal. Tidak seharusnya dia larut dalam lamunan seperti sekarang ini ketika berjalan. Bisa-bisa ini akan membahayakan dirinya juga orang lain.
"Yo ndak opo-opo. Hati-hati, ingat!" Ucapnya menegaskan.
Kanaya mengangguk, dia juga menunggu orang itu berjalan lebih dulu. Setelah dia berjalan baru Kanaya yang kembali berjalan namun sangat pelan. Tak dapat di pungkiri kalau kepergian Yuan benar-benar sangat mempengaruhi hati Kanaya.
"Ya Allah, apakah Ayya salah yo kalau Ayya menyukai Akang Yuan? Ayya nggak salah kan, jika Ayya mengharapkan Akang Yuan untuk menjadi imam di kemudian hari?" Gumam Kanaya.
Langkah Kanaya bagaimana siput yang kelaparan, sangat pelan seolah tak punya tenaga. Bahkan orang yang membawa rumput tadi sudah jauh dari hadapannya dan hanya terlihat kecil dari matanya.
***********
Seperti hari sebelumnya, Kanaya kembali ke desa Lembayung bersama dengan Wati juga Hani. Tak seperti kemarin yang ceria sekarang dia lebih banyak diam tak semangat. Kanaya hanya akan bicara sepatah dua patah kata saja itupun saat Hani atau Wati bertanya lebih dulu.
"Ayya, kamu kenapa toh?" Hani yang berjalan di sebelah langkahnya kini menoleh, melihat wajah sahabatnya itu yang dari tadi di tekuk masam.
"Iyo, dari tadi kok diam saja," Saut Wati yang ada di sebelah Kanaya juga. Ya, mereka bertiga jalan berdampingan dan Kanaya berada di tengah-tengah saat ini.
"Nggak opo-opo," Kanaya sangat enggan untuk bercerita. Dia hanya merasa malas saja sebenarnya.
"Kenapa, Kak Yuan jadi berangkat ke Jogja?" Tebak Hani yang seratus persen benar.
Kanaya mengangguk, dia semakin lemas mendengar kenyataan kalau Yuan memang sudah pergi ke Jogja. Kanaya sangat ingin melihat Yuan sukses, bisa mewujudkan cita-cita kedua orang tuanya juga cita-cita dia sendiri. Tetapi kenapa Kanaya terasa nggak ikhlas dengan kepergiannya, apakah dia terlalu egois?
"Sudah lah, Ayya. Jangan kamu pikirin terus. Kalau kamu seperti ini nanti Kak Yuan-nya di sana jadi nggak bisa konsentrasi. Mending kamu doakan saja supaya Kak Yuan selesai cepet."
"Masih dua tahun lagi, Han."
"Yo nggak opo lah. Emang kenapa kamu takut begitu? Kamu takut Kak Yuan kecantol cewek Jogja atau kamu takut kamu lebih dulu di pinang orang lain?"
"Dua-duanya."
"Kalau alasannya nomor satu aku pikir nggak deh, Kak Yuan sudah sayang banget sama kamu. Tapi kalau alasannya nomor dua, tinggal kamu tolak aja kalau ada orang yang minang kamu, beres toh."
Panjang lebar Hani bicara, memang benar apa yang di katakan Hani. Tapi masalahnya, Hani kan tau benar bagaimana sifat Wak Tejo, bahkan Wak Tejo juga diam-diam mencari pria untuk di jodohkan kepada Kanaya. Alasannya, Wak Tejo sudah nggak kuat menghidupi dan mencukupi kebutuhan Kanaya.
"Meski pada dasarnya wanita itu di pilih, tapi wanita juga berhak menentukan pilihan, Ayy. Kalau memang kita nggak suka ya jangan di paksakan. Kita menikah kan hanya sekali, kita akan menjalaninya seumur hidup jadi tetap harus di seleksi lah setiap pria yang datang. Jangan asal terima saja," Imbuh Hani.
"Nggak kayak Wati tuh! Dia mah udah kebelet pengen nikah. Baru aja di pinang belum kenal orangnya udah di iyain aja," Ucap Hani sewot.
"Yo nggak opo-opo toh, Han. Aku kan percaya sama bapak, bapak kan udah kenal sama orang tuanya juga dia." Jawab Wati.
"Sak karepmu ae lah(terserah kamu saja lah)," Hani kembali fokus dengan jalan yang hanya bisa masuk satu mobil itu saja. Jika dua mobil berpapasan maka satunya harus ngalah dan mundur cari tempat yang lebih lapang.
Tak terasa mereka bertiga sudah sampai di tempat yang kemarin. Anak-anak sudah berkumpul, bahkan hari ini Ustadz Ahmad juga hadir.
"Wah, berarti kita ngaji dulu nih sebelum mengajar anak-anak," Lirih Wati.
Kanaya mengangguk begitu juga dengan Hani. Bersamaan mereka melepas sendal tapi bergantian mereka masuk ruangan yang cukup luas.
"Assalamu'alaikum!" Seru ketiganya bersamaan.
"Wa'alaikumsalam..." Jawab Ustadz Ahmad juga anak-anak bersamaan.
Kedatangan mereka bertiga membuat acara mengaji langsung di mulai. Yang anak-anak hanya ngaji Iqro' sementara mereka bertiga mengaji kitab fikih dengan Ustadz Ahmad.
**********
Tak seperti saat berangkat, kini Kanaya bisa tersenyum saat pulang. Cuaca yang bagus dengan dua gunung Merapi dan Merbabu yang terlihat cerah membuat mereka bertiga enggan untuk langsung pulang.
Mereka berhenti sejenak, menikmati keindahan dan angin sore yang sangat indah dan segar.
"Hani, Wati, seandainya kelak kita berada di desa yang berbeda-beda kita tetap menjadi sahabat kan?" Kanaya mendahului kata.
"Jelas dong, Ayy. Kita akan menjadi best friend forever," Celetuk Wati.
"Halah, sok pakai bahasa Inggris. Ucapinnya aja masih belepotan begitu, hahaha!" Seloroh Hani menertawakan.
Ya, mereka bertiga memang sama-sama sudah lulusan SMP, tapi mereka tak begitu mahir dalam bahasa Inggris. Ucapan mereka akan selalu aneh di dengar, bahkan sangat lucu dan menggelitik telinga.
"Ya nggak apa-apa toh! Syirik aja," Protes Wati tak terima.
"Sudah to, mbok jangan ribut terus. Ini lagi momen yang indah loh. Kapan lagi kita bisa melihat kedua gunung ini cerah begini." Kanaya menengahi.
"Hani, katanya kamu bawa ponsel. Foto dong buat kenang-kenangan." Pinta Kanaya.
"Oh iya bener!" Tangan Hani pun seketika merogoh tasnya. Ponsel Nokia jadul berwarna biru sudah di tangan.
"Mau siapa dulu yang foto!" Teriak Hani heboh.
"Aku!" Kalau urusan foto-foto Wati yang paling utama. Meski saat ada orang yang sengaja mencuri fotonya dia akan langsung merinsuk dan bersembunyi.
Bukan hanya Wati saja, tapi Kanaya juga Hani pun sama. Mereka akan selalu menutup wajah saat ada kamera-kamera nakal ingin memotret wajah mereka. Bisa di katakan kalau di depan umum mereka anti kamera, tapi kalau hanya bertiga ya gitu, mereka akan heboh.
"Yo wes, Wati dulu." Wati langsung mengambil pose kesukaannya, mengangkat kedua jarinya sampai samping wajah dan membentuk huruf 'V' di sana. Tentu dengan polesan senyum yang memperlihatkan lesung pipi di tengah-tengah pipi bakpaonya.
"Idih, narsis sekali kamu, Wat." Ucap Hani sembari mengambil foto Wati, "sekarang giliran kamu, Ayy. Biar besok kalau Kak Yuan pulang aku kasiin fotonya. Atau aku kirim langsung ke nomernya sekarang. Aku ada loh nomernya," Mata Hani mengerling tak biasa. Benar-benar deh nih Hani.
"Apa sih, Han," Kanaya senyum malu.
"Cepat ambil pose yang bagus. Biar Kak Yuan makin terpana."
"Astaghfirullah, Han. Kamu ini ya," Suara Kanaya sudah terdapat nada kesal tapi juga ada tawa sementara Hani hanya meringis saja.
Kanaya berdiri menghadap ke arah Gunung Merapi dan mendekap kitabnya. Hijab merah, atasan merah dan rok hitam, itulah yang menjadi style Kanaya saat ini.
Satu jepretan di ambil dari samping saat Kanaya melihat Gunung, dan satu saat dia tetap berdiri di tempat yang sama posisi yang sama tapi menoleh dan tersenyum ke arah Hani.
"Oh adek berjilbab merah, namanya Kanaya Setya. Gadis cantik anak pak Rahmah, Kakak Yuan yang ada di hatinya. Hahaha....!" Tawa Hani menggelegar setelah selesai bersenandung untuk menggoda Kanaya.
Seketika wajah Kanaya memerah, malu bukan main pokoknya. Tapi mulutnya menganga karena itu. Tangan juga langsung bergerak hendak menyapit hidung Hani.
"Apa sih, Ayy! Bentar lah." Entah apa yang Hani lakukan. Dia bisa menghindari dari gerakan tangan Kanaya, "sudah beres. Paket sudah mendarat dengan selamat," Imbuhnya.
"Kenapa, Han?"
"Ini, sudah mendarat di nomor Kak Yuan. Hahaha!" Tawanya kembali menggelegar. Hani berhasil mengirim foto yang dia ambil kenomor Yuan.
"Haniii!!!!" Teriak Kanaya.
Hani langsung lari terbirit-birit. Mereka bertiga tertawa sambil berlari kejar-kejaran.
"Awas ya, Han!" Kanaya semakin semangat mengejar Hani.
"Hahaha.... Coba saja kalau bisa." Ledek Hani sembari menjulurkan lidah juga kedua tangan bergerak di atas kepala seperti telinga kelinci.
*******
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
◌⑅⃝●♡⋆♡ᏁᏬᏒᎨᏃᎯᎿᎨ♡⋆♡●⑅⃝◌
rasa suka itu tidak salah ayya karena itu hal wajar
2022-10-17
1
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
cekrek.. cekrek.. paket meluncur.. menghantarkan sejuta kebahagiaan utk sang pujaan hati nan jauh di sana. pasti seneng banget tuh Yuan dpt kiriman potret diri gadis impiannya.. ehm ehmm.. 😅🏃🏃💨💨💨💨💨
2022-10-10
1
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
waahhh... seru banget ya tiga dara dr lereng merbabu. eh bner tdk? mbuhlah.. yg jelas mereka bertiga sangat kompak dlm segala hal. selalu bersama dlm suka & gembira. sebab dukanya gk ada keknya. dg segala keterbatasan fasilitas, mereka & penduduk desa bnar2 pandai mensyukuri nikmat & karunia-Nya. hingga tak nampak raut kesedihan ataupun kecewa. selalu bersemangat menjalani hari dg berbagai aktifitas & rutinitas. damai & tentram itulah yg tergambar dr kehidupan pedesaan yg jauh dr hingar bingar kemajuan teknologi & digital. HP sj masih Nokia jadul warna biru. itu HP aku pas SD keknya 🤭✌🏃🏃🏃
2022-10-10
4