Romantika Cinta Kanaya
'Duhai sang kekasih hati, namamu akan selalu terukir indah di dalam hati. Meski sebuah jarak akan menjadi jurang pemisah, tetapi cinta tidak akan pernah berubah. Kepada Sang Tuhan selalu aku titipkan doa, berharap hanya engkau yang akan menjadi Sang pemilik hati, Kanaya Setya Ningrum'.
#Yuan Prayoga
************
Happy Reading.....
'Kaulah ibuku, cinta kasihku..
Terima kasih ku takkan pernah terganti...
Kau bagai matahari yang s'lalu bersinar..
Sinari hidupku dengan kasih sayangmu..'
Alunan lagu tanpa suara musik terdengar bersahut-sahutan dari para anak didik dari TPA Al Amanah di desa Lembayung, di salah satu desa di kaki Gunung Merbabu.
Suara keluar dari bibir-bibir mungil dari semua anak didik yang begitu banyak jumlahnya, sesekali mereka terdiam dan hanya mendengar suara imut dari bocah kecil berusia enam tahun yang akan menjadi vokal utama.
Bukan hanya bernyanyi yang mereka lakukan, tetapi juga menari dengan gerakan yang di ajarkan dari pembimbing mereka.
Kanaya Setya Ningrum, gadis berusia 18 tahun yang menjadi pembimbing mereka, sekaligus guru bantu di TPA Al Amanah itu. Tapi bukan berarti dia mendapatkan gelar sebagai Ustadzah, gelar itu masih sangat jauh untuk dia dapatkan.
Ilmu yang tak seberapa yang dia dapatkan tapi dia berusaha untuk mengajarkannya kepada para anak didiknya.
'Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang di ajarkan lagi kepada umat, bukan di pendam sendiri. Ilmu semakin di ajarkan maka akan semakin besar di dalam diri dan akan berguna kelak. Tetapi berbeda saat tak di amalkan, ilmu akan hilang karena tak mungkin di pelajari lagi di kesehariannya.'
'Bukan itu saja, tapi ilmu itu akan memberi kita manfaat di akhirat kelak sekaligus menjadi amal jariyah yang akan selalu mengalirkan pahala untuk orang yang mempu mengajarkannya.'
'Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. (QS Al Zalzalah ayat 7-8).
Kata yang selalu Kanaya ingat, petuah dari guru utama, Kyai Ahmad Sholeh. Selaku pemilik dari Pesantren Al Amanah yang juga mendirikan TPA Al Amanah.
Kanaya tidaklah sendiri di sana, ada dua temannya yang menjadi pembimbing juga. Mereka adalah Hani juga Wati.
Acara khataman tahunan yang akan di adakan satu bulan lagi lah yang membuat mereka harus melatih anak didik mereka dengan sekuat tenaga. Satu bulan memang masih lama, tapi mengajarkan anak-anak kecil yang begitu banyak itu sangat susah untuk mereka.
Sesekali mereka semua tertawa saat ada salah dalam gerakan ataupun lirik yang di ucapkan dari gadis cilik enam tahun itu. Suara begitu riuh, kadang langsung serius namun tetap saja mereka semua merasa senang.
"Yuk serius lagi," ucap Kanaya setelah suara tawa menggelegar dari semuanya terdengar.
Bibir mengajak serius tapi nyatanya hati terus menyembunyikan gelak tawa yang akhirnya hanya bisa menumbuhkan senyum kecil di bibirnya.
'Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan'
Begitu mudah mendapatkan kebahagiaan, hanya dengan melakukan hal kecil tapi hati bisa mendapatkan kebahagiaan yang sangat besar.
Sedikit demi sedikit semua anak-anak mulai menguasai lagu maupun gerakannya. Mengajarkan anak yang berjumlah puluhan dari santri laki-laki juga santri perempuan dengan karakter yang berbeda-beda tidaklah mudah, butuh perjuangan juga kesabaran yang besar.
"Alhamdulillahi Robbil 'alamin!" Seru semuanya termasuk Kanaya setelah waktu pertemuan hendak berakhir.
Riuh kembali terdengar saat semua saling berlari dan berebut mengambil tas mereka masing-masing untuk segera pulang.
Setelah tas ada di tangan mereka masing-masing semua duduk anteng, menunduk sejenak dan menyerukan doa bersama sebelum pulang.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" Seru Kanaya sebagai tutupan pertemuan kali ini.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" Jawab semua anak-anak dengan serentak.
Semua langsung beranjak, saling berebut untuk menyalami Kanaya dengan penuh hormat. Meski hanya guru bantu tapi mereka semua tetap menghormati Kanaya beserta yang lainnya.
Senyum keluar dari semuanya, senang karena akhirnya mereka bisa pulang setelah berlatih yang akan mereka pertunjukan di acara khataman satu bulan lagi.
"Alhamdulillah," Puji syukur Kanaya ucapkan, senang rasanya bisa menyelesaikan tugas untuk hari ini. Bukan hanya semua anak-anak yang akan pulang tapi Kanaya juga.
"Ayya, kita langsung pulang kan?"
Baru saja keluar dan memakai sendal jepit berwarna putih dengan jepitan berwarna biru Kanaya sudah di kejutkan oleh panggilan dari Hani.
Ya, mereka memang berangkat bersama, pulang bersama, tujuan juga sama tapi mereka mendidik anak-anak di tingkatan yang berbeda. Dan tentunya di ruangan yang berbeda pula, itu semua supaya lebih fokus dengan latihan masing-masing.
"Iya, kita pulang sekarang yuk! Sudah mau hujan juga," Sahut Wati yang juga sudah keluar dari ruangan yang lain.
Tiga gadis hampir sama umurnya itu langsung bergegas setelah Kanaya mengangguk. Dengan tas mereka juga kitab yang mereka bawa masing-masing mereka mulai berjalan.
Ya, mereka mengajar di desa yang berbeda dengan desa mereka tinggal. Jadi mereka harus bergegas pulang sekarang, kalau tidak mereka bisa saja basah kuyup kalau sampai hujan tiba-tiba turun. Apalagi mereka juga tidak bawa payung.
Langkah kaki terus menapaki jalan penghubung desa Lembayung dan desa Buntar. Sesekali mereka bertiga berbincang-bincang supaya tidak terasa capek.
Di ujung Desa Lembayung terlihat ada seorang yang sangat mereka kenal, seorang laki-laki tampan. Sepertinya dia menunggu salah satu di antara mereka bertiga.
Laki-laki itu duduk di sebuah sepeda berwarna biru yang terdapat sebuah boncengannya.
"Cie cie cie, yang di jemput," Wati berbicara. Lebih tepatnya meledek seseorang.
"Ayya" Ya, ternyata laki-laki itu menunggu Kanaya. Dia selalu saja memanggil Ayya dengan panggilan sama seperti yang lainnya.
"Jangan mepet-mepet loh ya, ingat kata Kyai Ahmad," Hani pun tak mau tinggal diam.
Kanaya hanya tersenyum malu karena ucapan dari kedua sahabatnya itu.
Laki-laki itu adalah Yuan Prayoga, seseorang yang begitu menyayangi Kanaya. Entah seperti apa hubungan mereka sebenarnya, belum pernah ada kata cinta atau kata sayang yang di ucapkan sebagaimana pada umumnya orang berpacaran, tapi mereka hanya selalu bersama-sama.
Kanaya ataupun Yuan juga mantan murid dari Kyai Ahmad jadi mereka berdua sama-sama tau apa saja yang di katakan oleh beliau.
'Kalian semua tidak boleh berpacaran, jika memang sayang dan memiliki keseriusan maka berta'aruf lah lalu hitbah dan nikahilah. Setelah sah kalian boleh berpacaran setelah halal. Kalian akan lebih bebas setelah itu.'
Nasehat itulah yang selalu di ingat oleh Kanaya, Yuan ataupun yang lainnya.
Setelah Yuan sudah ikut berjalan di sebelah Kanaya tiba-tiba Hani juga Wati berjalan lebih dulu, dia mempercepat langkahnya tanpa bicara dulu pada Kanaya, mungkin mereka hanya tidak ingin mengganggu saja sih.
"Kang Yuan tumben main sepedanya sampai sini," Heran saja sih, tak biasanya Yuan sampai di desa Lembayung apalagi untuk menjemputnya seperti ini.
Yuan berjalan dengan terus menuntun sepedanya. Menyamakan langkah kakinya dengan langkah Kanaya.
"Iya, ada yang mau akang bicarakan padamu," Jawabnya. Matanya melirik sekilas meski Kanaya sama sekali tak melirik ke arahnya.
Kanaya masih diam mendengarkan, sepertinya Yuan masih ingin melanjutkan perkataannya. Dan ternyata benar, setelah beberapa saat Yuan kembali berbicara.
"Lusa akang akan pergi," Yuan menghentikan langkah. Ucapannya terdengar lesu. Sama sekali tak ada semangat.
Kanaya menghentikan langkah, memberanikan diri untuk memandangi Yuan sebentar. Tapi Kanaya tidak bertanya apapun, hanya menunggu kata-kata Yuan kembali keluar.
"Emak bilang, akang harus ngekos di Jogja. Akang tidak bisa terus menerus pulang pergi setiap hari untuk kuliah. Beliau meminta untuk ngekos, dia merasa kasian padaku jika tiap hari pulang pergi dengan jarak yang sangat jauh. Emak takut akan kelelahan lalu sakit," Yuan menjelaskan.
Ya, Yuan anak orang berada dia bisa kuliah setelah lulus SMA dengan nilai tinggi juga. Sementara Kanaya? Dia hanya lulusan SMP saja. Itupun dia sekolah dengan bantuan dari Yayasan.
Kanaya bingung ingin berkata apa, dia tak bisa mencegah meskipun dia ingin. Tapi dia tak punya hak untuk itu.
Diam bibir Kanaya, tapi hatinya menjerit-jerit. Ada rasa tak rela jika Yuan pergi ngekos. Ya, meski dia akan pulang satu bulan sekali tapi dia juga tak mungkin bisa bertemu karena Desa mereka juga berbeda. Yuan tinggal di desa Ambung.
"Aku janji, setiap pulang akan menemui mu," Janji? Bahkan Kanaya tak mau percaya dengan sebuah janji lagi yang selalu orang lain katakan.
"Gapai-lah mimpi Akang. Jangan pikirkan Kanaya. Kanaya bisa jaga diri di sini," Berat rasanya untuk mengatakan itu tapi nyatanya tetap saja keluar.
"Semoga Allah menyiapkan takdir yang baik untuk kita," ucap Yuan.
"Amin," Kanaya hanya bisa mengaminkan saja. Mulutnya bisa seperti dia benar-benar ikhlas tapi hatinya? Dia benar-benar ingin menghalangi kepergian Yuan. Entah kenapa perasaan Kanaya tidak enak. Seperti mereka akan berpisah sangat jauh.
"Jangan khawatir, kita bisa terus bertemu," Mereka berdua kembali berjalan.
"Hemm," Kanaya hanya mengangguk.
````````````
Bersambung.....
--------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
daerah mana ya thor lereng gunung merbabunya🤔... bkin kepo nih🙈
2022-12-05
2
◌⑅⃝●♡⋆♡ᏁᏬᏒᎨᏃᎯᎿᎨ♡⋆♡●⑅⃝◌
tanpa pacaran jika kalian selalu berdua sama saja kalian sudah salah
2022-10-17
2
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
kebayang backgroundnya.. perkampungan yg masih asri di kaki bukit .. udaranya yg sejuk.. menentramkan jiwa. dg segala romansa yg mewarnai. hadir thor.. ngintip keseharian Kanayya.
2022-10-10
5